
Efek Covid-19
Banting Setir, Emiten Tekstil Fokus Bikin APD & Masker
Daniel Formen Siburian, CNBC Indonesia
13 May 2020 16:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan tekstil dan produk tekstil (TPT) mencoba mendiversifikasi produk dengan memproduksi Alat Pelindung Diri (APD) dan masker sebagai siasat bertahan di tengah gempuran dampak pandemi virus corona (Covid-19) yang menghantam hampir seluruh sendi ekonomi Tanah Air.
PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex, salah satu emiten TPT di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga mengambil strategi diversifikasi tersebut dengan produk-produk seperti masker dan perlengkapan APD untuk dipasarkan di dalam negeri.
Langkah tersebut diambil sebagai antisipasi meluasnya dampak penurunan ekspor terhadap pendapatan perusahaan. Ditambah lagi saat ini produk-produk tersebut, baik masker dan APD merupakan produk yang paling banyak permintaan di Indonesia.
"Kita berusaha untuk tidak terlalu turun banyak dan menggenjot produk-produk yang banyak permintaan", kata Direktur Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, dalam program Closing Bell CNBC Indonesia, Rabu (13/5/2020).
"Tentunya yang kita upayakan adalah produk-produk dalam negeri seperti masker, dan APD", jelasnya.
Iwan mengatakan penjualan di pasar ekspor merupakan penyumbang terbesar pendapatan Sritex, yakni mencapai 65%. Penurunan ekspor tersebut terjadi lantaran adanya kebijakan lockdown atau karantina wilayah di negara-negara Eropa, di mana sebagian besar merupakan negara-negara tujuan ekspor perusahaan tekstil asal Solo ini.
"Ekspor menurun padahal 65 persen pendapatan itu dari ekspor. Yang paling besar di Eropa, penurunannya 3 hingga 5 persen," katanya.
Berdasarkan data laporan keuangan, penjualan SRIL di 3 bulan pertama tahun ini turun tipis 0,07% menjadi US$ 316,62 juta atau Rp 4,75 triliun (asumsi kurs Rp 14.900/US$) dari sebelumnya US$ 316,85 juta. Sementara beban pokok penjualan justru naik menjadi US$ 257,58 juta dari US$ 252 juta.
Ekspor SRIL turun menjadi US$ 189,14 juta (Rp 2,84 triliun) dari sebelumnya US$ 191,12 juta, terutama akibat penurunan ekspor kain jadi dan pakaian jadi.
Akibat penurunan ekspor, laba bersih Sritex di kuartal I-2020 hanya sebesar US$ 28,22 juta atau setara Rp 423 miliar, hanya naik tipis 0,6% dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$ 28,05 juta.
Iwan menjelaskan saat ini perusahaan masih menunggu dalam menentukan strategi bisnis lebih lanjut. Ia mengungkapkan hal tersebut dikarenakan pandemi Covid-19 masih belum terprediksi kapan berakhir. Itu artinya pelonggaran lockdown di negara-negara tujuan ekspor Sritex belum tertebak.
Dia menegaskan perusahaan akan terus berupaya meminimalisir dampak pandemi terhadap pendapatan perusahaan, paling tidak menjaganya dalam keadaan stabil.
"Perseroan juga masih memperkerjakan beberapa karyawan di bagian lain sesuai dengan kebutuhan minimal agar operasional perusahaan tetap berjalan," katanya.
(tas/tas) Next Article Laba Sritex Naik Tipis di Q1, Ekspor Tertekan
PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex, salah satu emiten TPT di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga mengambil strategi diversifikasi tersebut dengan produk-produk seperti masker dan perlengkapan APD untuk dipasarkan di dalam negeri.
Langkah tersebut diambil sebagai antisipasi meluasnya dampak penurunan ekspor terhadap pendapatan perusahaan. Ditambah lagi saat ini produk-produk tersebut, baik masker dan APD merupakan produk yang paling banyak permintaan di Indonesia.
![]() Dorong Online Bisnis, Strategi Sritex Hadapi Pandemi Corona (CNBC TV ) |
"Tentunya yang kita upayakan adalah produk-produk dalam negeri seperti masker, dan APD", jelasnya.
Iwan mengatakan penjualan di pasar ekspor merupakan penyumbang terbesar pendapatan Sritex, yakni mencapai 65%. Penurunan ekspor tersebut terjadi lantaran adanya kebijakan lockdown atau karantina wilayah di negara-negara Eropa, di mana sebagian besar merupakan negara-negara tujuan ekspor perusahaan tekstil asal Solo ini.
"Ekspor menurun padahal 65 persen pendapatan itu dari ekspor. Yang paling besar di Eropa, penurunannya 3 hingga 5 persen," katanya.
Berdasarkan data laporan keuangan, penjualan SRIL di 3 bulan pertama tahun ini turun tipis 0,07% menjadi US$ 316,62 juta atau Rp 4,75 triliun (asumsi kurs Rp 14.900/US$) dari sebelumnya US$ 316,85 juta. Sementara beban pokok penjualan justru naik menjadi US$ 257,58 juta dari US$ 252 juta.
Ekspor SRIL turun menjadi US$ 189,14 juta (Rp 2,84 triliun) dari sebelumnya US$ 191,12 juta, terutama akibat penurunan ekspor kain jadi dan pakaian jadi.
Akibat penurunan ekspor, laba bersih Sritex di kuartal I-2020 hanya sebesar US$ 28,22 juta atau setara Rp 423 miliar, hanya naik tipis 0,6% dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$ 28,05 juta.
Iwan menjelaskan saat ini perusahaan masih menunggu dalam menentukan strategi bisnis lebih lanjut. Ia mengungkapkan hal tersebut dikarenakan pandemi Covid-19 masih belum terprediksi kapan berakhir. Itu artinya pelonggaran lockdown di negara-negara tujuan ekspor Sritex belum tertebak.
Dia menegaskan perusahaan akan terus berupaya meminimalisir dampak pandemi terhadap pendapatan perusahaan, paling tidak menjaganya dalam keadaan stabil.
"Untuk proyeksi pendapatan hingga akhir tahun, kita terus mengkaji. Kita upayakan bisa stabil. Kalau ada penurunan, ya kita membalas di tahun depannya. Karena saat ini semua negara masih mencari pola kehidupan berbeda, aturan masih berubah terus termasuk lockdown," katanya.
Sebelumnya, diversifikasi ke produksi APD dan masker juga dilakukan emiten industri kimia, serat sintetis, dan tekstil, yakni PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY). Perusahaan sudah mendapatkan pesanan untuk memproduksi APD dan selimut untuk tenaga medis dan paramedis. Izin produksi dan izin edar pun sudah dikantongi, meskipun total nilai pesanan tersebut masih belum bisa menutup biaya operasional.
"Namun sedikit bisa meringankan beban perusahaan," kata Presiden Direktur POLY V. Ravi Shankar, dalam keterbukaan informasi di BEI, Selasa (5/5/2020).
Dampak pandemi ini membuat POLY dengan sangat terpaksa akhirnya menutup operasional pabrik perusahaan di Karawang (Jawa Barat) dan Kaliwungu (Kendal, Jawa Tengah) sejak 5 Mei hingga jangka waktu satu bulan ke depan.
Perseroan punya asumsi dan harapan kondisi ekonomi sudah mulai membaik di Juli atau Agustus mendatang di tengah pandemi virus corona (Covid-19) yang membuat kinerja perusahaan anjlok sangat dalam.
Selama pabrik dalam masa shutdown, seluruh karyawan akan dirumahkan sementara waktu (dengan memberikan kompensasi selama dirumahkan) kecuali karyawan bagian maintenance yang ditunjuk untuk masuk sesuai jadwal yang telah ditetapkan dan dibantu beberapa kontraktor dari luar untuk melakukan perbaikan dan perawatan mesin-mesin produksi agar tetap dalam kondisi baik.
Sebelumnya, diversifikasi ke produksi APD dan masker juga dilakukan emiten industri kimia, serat sintetis, dan tekstil, yakni PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY). Perusahaan sudah mendapatkan pesanan untuk memproduksi APD dan selimut untuk tenaga medis dan paramedis. Izin produksi dan izin edar pun sudah dikantongi, meskipun total nilai pesanan tersebut masih belum bisa menutup biaya operasional.
"Namun sedikit bisa meringankan beban perusahaan," kata Presiden Direktur POLY V. Ravi Shankar, dalam keterbukaan informasi di BEI, Selasa (5/5/2020).
Dampak pandemi ini membuat POLY dengan sangat terpaksa akhirnya menutup operasional pabrik perusahaan di Karawang (Jawa Barat) dan Kaliwungu (Kendal, Jawa Tengah) sejak 5 Mei hingga jangka waktu satu bulan ke depan.
Perseroan punya asumsi dan harapan kondisi ekonomi sudah mulai membaik di Juli atau Agustus mendatang di tengah pandemi virus corona (Covid-19) yang membuat kinerja perusahaan anjlok sangat dalam.
Selama pabrik dalam masa shutdown, seluruh karyawan akan dirumahkan sementara waktu (dengan memberikan kompensasi selama dirumahkan) kecuali karyawan bagian maintenance yang ditunjuk untuk masuk sesuai jadwal yang telah ditetapkan dan dibantu beberapa kontraktor dari luar untuk melakukan perbaikan dan perawatan mesin-mesin produksi agar tetap dalam kondisi baik.
"Perseroan juga masih memperkerjakan beberapa karyawan di bagian lain sesuai dengan kebutuhan minimal agar operasional perusahaan tetap berjalan," katanya.
(tas/tas) Next Article Laba Sritex Naik Tipis di Q1, Ekspor Tertekan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular