
Ancaman Trump Nggak Ngaruh, Damai Dagang AS-China Lanjut

Jakarta, CNBC Indonesia - Perwakilan perdagangan China dan Amerika serikat (AS) sepakat untuk "menciptakan kondisi yang menguntungkan" untuk perjanjian perdagangan fase pertama yang ditandatangani kedua negara pada Januari lalu. Hal itu akan tetap dilakukan meski saat ini ada ketegangan antar kedua negara akibat pandemi virus corona (COVID-19).
Hal ini ditegaskan Kementerian Perdagangan China. Wakil Perdana Menteri Liu He, yang memimpin negosiasi China, telah mengadakan pembicaraan dengan Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, Jumat (8/5/2020) pagi.
"Kedua belah pihak mengatakan mereka harus memperkuat kerja sama ekonomi makro dan kesehatan masyarakat, berusaha untuk menciptakan suasana dan kondisi yang menguntungkan untuk pelaksanaan perjanjian ekonomi dan perdagangan fase satu AS-China, yang mempromosikan hasil positif," kata Kementerian dalam keterangan persnya sebagaimana dikutip dari AFP.
Kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu juga telah sepakat untuk menjaga komunikasi dan koordinasi.
Pembicaraan antar perwakilan dagang AS-China terjadi di tengah ketegangan yang meningkat antar kedua negara akibat wabah COVID-19. Hubungan keduanya memburuk setelah Presiden AS Donald Trump berencana menuntut China karena dianggapnya lalai dalam menangani wabah COVID-19.
Pekan lalu, Trump bahkan mengancam akan menerapkan tarif baru terhadap China setelah mengklaim ada bukti yang mengaitkan COVID-19 dengan laboratorium virologi yang ada di kota Wuhan, China. Laboratorium itu dicurigai sebagai tempat virus pertama kali muncul akhir tahun lalu. Namun, China membantah klaim itu.
Sebelumnya dalam hal hubungan dagang, AS-China telah menyepakati kesepakatan dagang Fase I dan melakukan gencatan senjata dalam perang dagang mereka yang sudah berlangsung sejak awal 2018.
Pada kesempatan itu, China setuju untuk mengimpor tambahan sebesar US$ 200 miliar dalam produk-produk AS selama dua tahun. Angka itu jauh lebih tinggi dari jumlah produk yang dibeli pada tahun 2017.
Namun demikian, ada keraguan bahwa China bisa memenuhi janjinya tersebut. Apalagi setelah negara itu mengalami gangguan ekonomi akibat COVID-19.
Akibat wabah COVID-19, impor China anjlok 14,2% dalam satu tahun di bulan April, setelah turun 0,9% pada bulan sebelumnya.
"Pengiriman dari AS tetap jauh di bawah level yang dibutuhkan untuk mencapai janji pembelian berdasarkan perjanjian perdagangan." kata Nick Marro, analis dari The Economist Intelligence Unit.
Dia menambahkan bahwa pandemi telah mengganggu pasokan dan permintaan di kedua sisi Pasifik, yang mana menimbulkan risiko bagi kesepakatan yang sebelumnya banyak diyakini mampu menyelesaikan perang dagang mereka.
Di sisi lain, para ekonom juga ragu apakah ekspor China akan tetap bisa tinggi ke depannya. Sebelumnya pada bulan April, ekspor China naik 3,5% dan mengungguli ekspektasi pasar. Namun analis percaya itu didorong oleh pengiriman pasokan medis di tengah pandemi global, yang belum pasti terus terjadi ke depannya.
Sebelumnya pada minggu ini, Menkeu Mnuchin telah mengatakan dirinya mengharapkan China untuk dapat memenuhi janjinya sesuai kesepakatan atau negara itu akan menghadapi konsekuensi yang sangat signifikan. Apalagi AS terus mengalami defisit perdagangan dengan China.
(sef/sef) Next Article Kado Natal Trump: AS-China Teken Damai Dagang Januari 2020?
