
Fixed Income Jadi Primadona, Harga Obligasi RI Naik Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah Indonesia pada Kamis ini (23/4/2020) lanjut menguat. Penguatan harga obligasi RI senada dengan yang terjadi di pasar surat utang negara maju dan berkembang, kendati bervariatif.
Data Refinitiv menunjukkan penguatan harga surat utang negara (SUN) tercermin dari dua seri acuan (benchmark). Kedua seri tersebut adalah FR080 bertenor 15 tahun, FR0083 bertenor 20 tahun, sementara untuk FR0081 bertenor 5 tahun dan FR0082 bertenor 10 tahun mengalami pelemahan.
Seri acuan yang paling menguat hari ini adalah FR0080 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 3,5 basis poin (bps) menjadi 8,008%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Catatan, pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Yield Obligasi Negara Acuan 23 Apr'20
Seri | Jatuh tempo | Yield 22 Apr'20 (%) | Yield 23 Apr'20 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar PHEI 23 Apr'20 (%) |
FR0081 | 5 tahun | 7.114 | 7.222 | 10.80 | 7.1694 |
FR0082 | 10 tahun | 7.777 | 7.839 | 6.20 | 7.7945 |
FR0080 | 15 tahun | 8.043 | 8.008 | -3.50 | 7.9279 |
FR0083 | 20 tahun | 8.103 | 8.085 | -1.80 | 7.9791 |
Sumber: Refinitiv
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) juga menguat. Indeks tersebut naik 0,11 poin (0,04%) menjadi 266,63 dari posisi kemarin 266,52.
Penguatan di pasar surat utang hari ini senada dengan penguatan rupiah di pasar valas. Pada hari Kamis ini (23/4/2020), Rupiah menguat 0,32% dari penutupan sebelumnya. Kini US$ 1 dibanderol Rp 15.350/US$ di pasar spot.
Kemarin Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebutkan, pekan lalu nilai dana asing yang masuk ke pasar modal mencapai Rp 4,37 triliun. Dana asing tersebut masuk ke pasar surat berharga negara (SBN).
"Kami pantau, data-data yang transaksi harian, dari non residence atas investasi portofolio SBN, saham dari 13-20 April lalu. Dari pemantauan kami terjadi inflow asing dari non residence terhadap SBN. Data kami menunjukkan, 13-20 April inflow Rp 4,37 triliun," ujar Perry, saat menyampaikan perkembangan ekonomi terkini secara virtual, di Jakarta, Rabu (22/04/2020).
Tenor 10 Tahun Terkoreksi
Penguatan harga SUN senada dengan kenaikan di pasar surat utang pemerintah negara maju dan berkembang lainnya, meskipun bervariasi. Di antara pasar obligasi negara yang dikompilasi Tim Riset CNBC Indonesia, SBN tenor 10 tahun menjadi yang terburuk kedua setelah Afrika Selatan.
Dari pasar surat utang negara maju dan berkembang terpantau bervariasi, yang kesemuanya mencatatkan tingkat yield variatif. Sementara surat utang negara yang paling menguat yaitu India, yang mengalami penurunan tingkat yield 16,4 basis poin (bps).
Hal tersebut mencerminkan investor global masih cukup optimis terhadap aset pendapatan tetap (fixed income) ini di tengah sejumlah stimulus dari pemerintah dan bank sentral dunia dalam menjaga stabilitas ekonomi dari hantaman pandemi virus corona.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Negara | Yield 22 Apr'20 (%) | Yield 23 Apr'20 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil (BB-) | 6.955 | 6.925 | -3.00 |
China (A+) | 2.568 | 2.527 | -4.10 |
Jerman (AAA) | -0.457 | -0.419 | 3.80 |
Prancis (AA) | 0.102 | 0.097 | -0.50 |
Inggris Raya (AA) | 0.317 | 0.312 | -0.50 |
India (BBB-) | 6.224 | 6.06 | -16.40 |
Jepang (A) | -0.003 | -0.003 | 0.00 |
Malaysia (A-) | 2.963 | 2.939 | -2.40 |
Filipina (BBB) | 3.904 | 3.854 | -5.00 |
Rusia (BBB) | 6.31 | 6.17 | -14.00 |
Singapura (AAA) | 1.037 | 1.028 | -0.90 |
Thailand (BBB+) | 1.24 | 1.27 | 3.00 |
Amerika Serikat (AAA) | 0.596 | 0.624 | 2.80 |
Afrika Selatan (BB+) | 10.36 | 10.92 | 56.00 |
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(har/har) Next Article Asing Masuk, Harga Obligasi RI Tenor 10 Tahun Melesat 3%