'Saktinya' Rupiah, dari Terburuk di Asia Kini Jadi Juara 3

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
23 April 2020 15:55
Warga menukarkan sejumlah uang di mobil kas keliling dari sejumlah bank yang terparkir di Lapangan IRTI Monas, Jakarta, Senin (13/5/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Warga menukarkan sejumlah uang di mobil kas keliling dari sejumlah bank yang terparkir di Lapangan IRTI Monas, Jakarta, Senin (13/5/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Rabu kemarin, rupiah berhasil lolos dari zona merah di menit-menit perdagangan saat Gubernur Bank Indonesia (B) Perry Warjiyo memaparkan Perkembangan Ekonomi Terkini melalui video conference.

Perry sekali lagi menebar optimisme di pasar finansial dengan mengatakan puncak kepanikan global akibat pandemi Covid-19 sudah berlalu, puncaknya di pekan kedua Maret.

Perry juga mengatakan dana asing yang masuk ke pasar surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 4,37 triliun.

"Kami pantau, data-data yang transaksi harian, dari non residence atas investasi portofolio SBN, saham dari 13-20 April lalu. Dari pemantauan kami terjadi inflow asing dari non residence terhadap SBN. Data kami menunjukkan, 13-20 April inflow Rp 4,37 triliun," ujar Perry, secara virtual, di Jakarta, Rabu (22/04/2020).

Pergerakan rupiah memang sangat rentan oleh keluar masuknya aliran modal (hot money) sebagai sumber devisa. Sebabnya, pos pendapatan devisa lain yakni transaksi berjalan (current account), belum bisa diandalkan.

Sejak tahun 2011 transaksi berjalan RI sudah mengalami defisit (current account deficit/CAD). Praktis pasokan valas hanya dari hot money, yang mudah masuk-keluar. Ketika terjadi capital outflow yang besar maka tekanan bagi rupiah akan semakin kuat.



Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang bulan Maret terjadi capital outflow sebesar Rp 121,26 triliun di pasar obligasi, total kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) menjadi Rp 926,91 triliun per 31 Maret. Dampaknya rupiah pun bergejolak.

Inflow sempat terjadi di pasar saham, di akhir sesi I investor asing melakukan aksi net buy sekitar Rp 28 miliar. Tetapi sayangnya kembali terjadi outflow di sesi II.

Hal sebaliknya terjadi di pasar obligasi yang tercermin dari pergerakan yield hari ini. Siang tadi sepertinya sedang terjadi outflow melihat yield obligasi tenor 10 tahun yang naik 3,2 basis poin menjadi 7,871. Tetapi di akhir perdagangan hari ini, yield tersebut menurun menjadi 7,842, yang memberikan gambaran kemungkinan terjadinya inflow di pasar obligasi. 

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular