
Efek Covid-19
Bank 'Sakit' Bisa Dipaksa Merger oleh OJK, Begini Aturannya
Monica Wareza, CNBC Indonesia
23 April 2020 09:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diberikan kewenangan untuk mempercepat proses restrukturisasi dan merger bank-bank yang bermasalah dalam periode kurang dari 9 bulan di tengah pandemi virus corona (Covid-19).
Kebijakan baru ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Desease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, dalam kondisi normal, setidaknya OJK perlu waktu selama 9 bulan untuk melakukan pengawasan secara intensif bagi bank bermasalah dan pemegang saham memiliki waktu untuk mencari investor baru.
Namun, dalam keadaan darurat saat COVID-19, di mana bank membutuhkan likuiditas dengan cepat, maka OJK diberikan kewenangan tersebut.
Dengan demikian, deteksi bank-bank bermasalah dilakukan sejak dini, sehingga dampaknya tidak meluas terhadap kepercayaan masyarakat dan likuiditas perbankan.
"OJK diberikan kewenangan merestrukturisasi lebih awal dengan melakukan merger [bank-bank] lebih awal tanpa menunggu perhitungan 9 bulan," terang Wimboh, Rabu (1/4/2020) di Jakarta.
Meskipun dipercepat, Wimboh memastikan, proses uji tuntas (due diligence) akan dilakukan secara ketat dan melakukan pengawasan, sehingga tidak terjadi risiko moral atau moral hazard.
"Kami akan betul betul melakukan due diligence secara ketat kepada individual bank agar tidak terjadi moral hazard di lapangan. Kami juga punya catatan, kalau terjadi situasi yang tidak kita inginkan, kepercayaan masyarakat kita jaga," pungkas Wimboh.
Lalu bagaimana dengan aturan turunan dari Perppu ini?
OJK pun akhirnya merilis Peraturan OJK (POJK) pada 21 April lalu, tak hanya perintah merger-akuisisi, melainkan juga empat POJK lainnya terkait upaya mitigasi risiko di jasa keuangan saat pandemi virus corona.
Khusus untuk merger dan akuisisi ini, OJK meriis POJK Nomor 18/POJK.03/2020 Tentang Perintah Tertulis Untuk Penanganan Permasalahan Bank.
"OJK ini mengamanatkan OJK untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan khususnya di sektor perbankan di tengah ancaman pelemahan ekonomi sebagai dampak penyebaran pandemik virus COVID-19," kata Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo dalam siaran persnya, Kamis (23/4/2020).
POJK ini secara umum terdiri dari:
a. Ruang lingkup pengaturan berlaku bagi Bank yaitu Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri;
b. Kewenangan OJK memberikan Perintah Tertulis kepada Bank untuk:
d. Kewajiban kepada Bank yang diberikan Perintah Tertulis untuk menyusun rencana tindak, serta melaksanakan dan menjaga kelancaran proses penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan/atau integrasi sesuai dengan rencana tindak;
e. Dalam melaksanakan Perintah Tertulis oleh Bank untuk melakukan maupun menerima penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan/atau integrasi:
Adapun empat POJK lainnya yakni POJK Nomor 14/POJK.05/2020 Tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 Bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank, dan POJK Nomor 15/POJK.04/2020 Tentang Rencana Dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka.
Dua lainnya adalah POJK Nomor 16/POJK.04/2020 tentang Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka Secara Elektronik dan POJK Nomor 17/POJK.04/2020 Tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha.
(tas/tas) Next Article Lewat Perppu, OJK Bisa Percepat Restrukturisasi Bank 'Sakit'
Kebijakan baru ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Desease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, dalam kondisi normal, setidaknya OJK perlu waktu selama 9 bulan untuk melakukan pengawasan secara intensif bagi bank bermasalah dan pemegang saham memiliki waktu untuk mencari investor baru.
Namun, dalam keadaan darurat saat COVID-19, di mana bank membutuhkan likuiditas dengan cepat, maka OJK diberikan kewenangan tersebut.
Dengan demikian, deteksi bank-bank bermasalah dilakukan sejak dini, sehingga dampaknya tidak meluas terhadap kepercayaan masyarakat dan likuiditas perbankan.
"OJK diberikan kewenangan merestrukturisasi lebih awal dengan melakukan merger [bank-bank] lebih awal tanpa menunggu perhitungan 9 bulan," terang Wimboh, Rabu (1/4/2020) di Jakarta.
Meskipun dipercepat, Wimboh memastikan, proses uji tuntas (due diligence) akan dilakukan secara ketat dan melakukan pengawasan, sehingga tidak terjadi risiko moral atau moral hazard.
"Kami akan betul betul melakukan due diligence secara ketat kepada individual bank agar tidak terjadi moral hazard di lapangan. Kami juga punya catatan, kalau terjadi situasi yang tidak kita inginkan, kepercayaan masyarakat kita jaga," pungkas Wimboh.
Lalu bagaimana dengan aturan turunan dari Perppu ini?
OJK pun akhirnya merilis Peraturan OJK (POJK) pada 21 April lalu, tak hanya perintah merger-akuisisi, melainkan juga empat POJK lainnya terkait upaya mitigasi risiko di jasa keuangan saat pandemi virus corona.
Khusus untuk merger dan akuisisi ini, OJK meriis POJK Nomor 18/POJK.03/2020 Tentang Perintah Tertulis Untuk Penanganan Permasalahan Bank.
"OJK ini mengamanatkan OJK untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan khususnya di sektor perbankan di tengah ancaman pelemahan ekonomi sebagai dampak penyebaran pandemik virus COVID-19," kata Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo dalam siaran persnya, Kamis (23/4/2020).
POJK ini secara umum terdiri dari:
a. Ruang lingkup pengaturan berlaku bagi Bank yaitu Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri;
b. Kewenangan OJK memberikan Perintah Tertulis kepada Bank untuk:
- Melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan/atau integrasi; dan/atau
- Menerima penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan/atau integrasi.
d. Kewajiban kepada Bank yang diberikan Perintah Tertulis untuk menyusun rencana tindak, serta melaksanakan dan menjaga kelancaran proses penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan/atau integrasi sesuai dengan rencana tindak;
e. Dalam melaksanakan Perintah Tertulis oleh Bank untuk melakukan maupun menerima penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan/atau integrasi:
- Terdapat beberapa penyesuaian terhadap proses penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan/atau integrasi;
- Bagi BUK atau BUS, berdasarkan persetujuan OJK dapat dikecualikan dari ketentuan mengenai kepemilikan tunggal pada perbankan Indonesia, kepemilikan saham bank umum, dan/atau batas waktu pemenuhan modal inti minimum;
- Bagi BPR atau BPRS, jaringan kantor tetap dapat dipertahankan sesuai dengan wilayah jaringan kantor BPR atau BPRS yang telah berdiri.
Adapun empat POJK lainnya yakni POJK Nomor 14/POJK.05/2020 Tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 Bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank, dan POJK Nomor 15/POJK.04/2020 Tentang Rencana Dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka.
Dua lainnya adalah POJK Nomor 16/POJK.04/2020 tentang Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka Secara Elektronik dan POJK Nomor 17/POJK.04/2020 Tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha.
(tas/tas) Next Article Lewat Perppu, OJK Bisa Percepat Restrukturisasi Bank 'Sakit'
Most Popular