
Ekonomi Amerika Kuat, Rupiah Yang Lemah

Jakarta CNBC Indonesia - Rupiah melemah tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan Jumat (24/2/2023). Pergerakan harian rupiah belakangan ini tidak terlalu besar, menjadi indikasi pelaku pasar menanti lebih banyak data untuk melihat kemungkinan The Fed akan lebih agresif menaikkan suku bunga atau tidak.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07%, kemudian bertambah hingga 0,16% ke Rp 15.210/US$ pada pukul 9:09 WIB.
Kamis malam kemarin rilis klaim awal pengangguran AS dilaporkan sebanyak 192.000 klaim, di bawah ekspektasi pasar yakni 200.000. Jumlah tersebut turun dari posisi sebelumnya 195.000.
Dalam kondisi normal, turunnya klaim tunjangan pengangguran akan menjadi kabar baik. Tetapi dalam kondisi perang lawan inflasi, itu menjadi berita buruk. Pasar tenaga kerja yang kuat artinya inflasi sulit turun.
Turunnya angka klaim pengangguran tersebut menjadi sentimen negatif bagi pasar sebab pasar tenaga kerja masih ketat dan berpotensi membuat inflasi tetap tinggi.
Penurunan ini juga akan menjadi alasan bagi The Fed untuk tetap menjaga tren kenaikan suku bunga acuannya.
Seperti diketahui, kuatnya pasar tenaga kerja membuat The Fed diprediksi akan agresif lagi menaikkan suku bunga acuannya.
Pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga tiga kali lagi pada Maret, Mei dan Juni masing-masing 25 basis poin menjadi 5,25% - 5,5%.
Ekspektasi tersebut bisa semakin kuat atau justru meredup pada hari ini Jumat (24/2/2023) saat rilis data inflasi PCE yang dijadikan acuan The Fed.
Jika inflasi PCE hanya turun tipis, ekspektasi tersebut akan semakin meningkat, apalagi jika sampai naik. Sementara jika menurun tajam, maka The Fed kemungkinan tidak akan agresif lagi.
The Fed juga masih belum pede meski inflasi di AS sudah menurun. Hal tersebut tersurat dalam notula rapat kebijakan moneter yang dirilis Kamis dini hari.
"Para anggota mencatat data inflasi dalam tiga bulan terakhir menunjukkan penurunan kenaikan harga secara bulanan, tetapi menekankan masih perlu bukti substansial yang menunjukkan inflasi turun lebih luas sehingga bisa yakin tren penurunan akan berlanjut," tulis notula tersebut sebagaimana dikutip CNBC International.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Waspada Permintaan Dolar Meningkat, Rupiah Menguat Tipis
