
Waspada Permintaan Dolar Meningkat, Rupiah Menguat Tipis

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (1/3/2023). Meski demikian, penguatanya tipis saja, sebab inflasi kembali naik, apalagi pada kuartal II-2023 nanti diperkirakan akan ada permintaan dolar AS yang sangat besar.
Melansir data Refinitiv, rupiah menguat 0,1% ke Rp 15.230/US$ di pasar spot, setelah sebelumnya sempat melemah ke Rp 15.260/US$.
Rupiah langsung menguat saat pembukaan perdagangan setelah S&P Global pagi tadi melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Februari sebesar 51,2. Meski masih berekspansi (angkat di atas 50) tetapi menurun tipis dari bulan sebelumnya 51,3.
Namun, ada beberapa catatan positif dari rilis tersebut. Permintaan dari dalam negeri dilaporkan semakin membaik yang membuat sektor manufaktur terus berkespansi secara moderat. Kemudian masalah rantai pasokan mulai teratasi serta tekanan inflasi mereda.
"Beberapa aspek positif dari rilis PMI terbaru yakni masalah rantai pasokan yang mulai teratasi. Suplier mengirimkan barang dalam waktu yang lebih singkat, ini menjadi yang pertama dalam satu tahun terakhir. Kenaikan biaya produksi juga mulai melandai, keduanya merefleksikan tekanan harga dari sisi supply yang menurun," kata Jingyi Pan, Economics Associate Director di S&P Global Market Intelligence dalam rilisnya.
Sebelum mengakhiri perdagangan dengan penguatan, rupiah sebenarnya sempat berbalik melemah setelah Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pada Februari tumbuh 5,47% year-on-year (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya 5,28%.
Sementara itu inflasi inti kembali menurun menjadi 3,09% (yoy), berdasarkan laporan BPS. Angka itu menjadi yang terendah sejak September tahun lalu.
"Tekanan inti masih dianggap moderat," kata Pudji Ismartini, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Rabu (1/3/2023).
BPS mengungkapkan penurunan inflasi inti ini sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia yang mempertahankan tingkat suku bunga acuan. Adapun, komoditas yang dominan memberikan andil terhadap inflasi komponen inti adalah sewa rumah dan upah asisten rumah tangga.
Namun, dia meningkatkan terkait dengan kewaspadaan jelang kenaikan harga di bulan Ramadan.
Selain itu, analis dari Bahana Sekuritas memprediksi permintaan dolar AS di dalam negeri akan besar pada kuartal II-2022, sebab ada pembayaran deviden emiten ke investor luar negeri. Hal ini bisa mendorong penguatan dolar AS, dan membuat rupiah tertekan.
Analis Bahana menyebut pembayaran deviden dari 12 perusahaan besar pada tahun lalu mencapai Rp 122 triliun, melesat 52% dari 2021 dan 14% di atas level sebelum pandemi Covid-19.
Dengan inflasi yang berpotensi naik lagi, dan permintaan dolar yang tinggi, rupiah tentunya berisiko mengalami tekanan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi Amerika Kuat, Rupiah Yang Lemah
