
Analisis
Corona & Drama India-Malaysia Picu Harga CPO Drop di Q1 2020
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
05 April 2020 11:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga komoditas minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) anjlok signifikan di sepanjang kuartal pertama tahun 2020. Ketegangan hubungan antara India dengan Malaysia, merebaknya wabah virus corona hingga gejolak politik Negeri Jiran menjadi pemicunya.
Pada awal tahun, harga CPO kontrak pengiriman 3 bulan di Bursa Malaysia Derivatif (BMD) masih berada di level tertingginya sejak Januari 2017 di kisaran RM 3.100/ton. Kenaikan tajam harga CPO terjadi sejak pertengahan Oktober 2019.
Kala itu, lonjakan signifikan harga CPO dipicu oleh kekeringan panjang di Malaysia, Indonesia dan Thailand yang menjadi produsen terbesar kelapa sawit di dunia. Tak hanya itu kabut juga menjadi faktor yang menurunkan produktivitas di berbagai perkebunan di Indonesia dan Malaysia.
Akibat fenomena itu, pasokan minyak sawit terancam mengalami penipisan. Apalagi Indonesia dan Malaysia berencana untuk mengimplementasikan program biodiesel tahun 2020. Indonesia dengan B30 dan Malaysia dengan B20. Implementasi program campuran biodiesel ini membuat kebutuhan di pasar domestik meningkat.
Peningkatan permintaan domestik di tengah ancaman penipisan pasokan membuat harga CPO melejit. Namun pada awal tahun ini, harga CPO cenderung turun. Pada Januari China dan Amerika Serikat (AS) menandatangani kesepakatan dagang pertama mereka.
Implikasi dari kesepakatan dagang ini adalah China harus membeli kedelai lebih banyak dari AS. Artinya pangsa pasar untuk minyak sawit akan menjadi lebih sedikit. China merupakan pembeli minyak nabati terbesar kedua di dunia setelah India.
Saat perang dagang China banyak mengalihkan pembelian minyak nabatinya ke Malaysia dan Indonesia. Tak hanya kesepakatan dagang interim Washington-Beijing yang jadi ancaman menurunnya permintaan terhadap minyak sawit.
Pada akhir Januari lalu, lonjakan kasus infeksi akibat virus corona di China terjadi secara signifikan. Tepat pada 23 Januari 2020, pemerintah China memutuskan untuk menetapkan lockdown kota Wuhan dan beberapa kota lainnya. Akses transportasi dari dan ke Wuhan langsung ditutup saat itu juga. Wuhan diyakini sebagai lokasi virus ganas yang kini dikenal dengan nama COVID-19 ini berasal.
Kabar ini membuat harga CPO drop. Pada akhir Januari lalu CPO dibanderol RM 2.600/ton. Artinya dalam sebulan harga CPO anjlok 14,8% secara month on month (mom).
Namun pada awal Februari, harga CPO sempat melonjak signifikan karena isu pasokan yang kian tipis, apalagi China usai menghadapi badai African Swine Fever yang menyerang komoditas ternak mereka.
Ini masih jadi sentimen positif untuk harga CPO yang juga tertekan akibat ketegangan hubungan bilateral antara Mahathir Mohamad & Narendra Modi. Sejak Oktober tahun lalu sebenarnya hubungan keduanya mulai tidak harmonis.
Pada awal tahun, harga CPO kontrak pengiriman 3 bulan di Bursa Malaysia Derivatif (BMD) masih berada di level tertingginya sejak Januari 2017 di kisaran RM 3.100/ton. Kenaikan tajam harga CPO terjadi sejak pertengahan Oktober 2019.
Kala itu, lonjakan signifikan harga CPO dipicu oleh kekeringan panjang di Malaysia, Indonesia dan Thailand yang menjadi produsen terbesar kelapa sawit di dunia. Tak hanya itu kabut juga menjadi faktor yang menurunkan produktivitas di berbagai perkebunan di Indonesia dan Malaysia.
Peningkatan permintaan domestik di tengah ancaman penipisan pasokan membuat harga CPO melejit. Namun pada awal tahun ini, harga CPO cenderung turun. Pada Januari China dan Amerika Serikat (AS) menandatangani kesepakatan dagang pertama mereka.
Implikasi dari kesepakatan dagang ini adalah China harus membeli kedelai lebih banyak dari AS. Artinya pangsa pasar untuk minyak sawit akan menjadi lebih sedikit. China merupakan pembeli minyak nabati terbesar kedua di dunia setelah India.
Saat perang dagang China banyak mengalihkan pembelian minyak nabatinya ke Malaysia dan Indonesia. Tak hanya kesepakatan dagang interim Washington-Beijing yang jadi ancaman menurunnya permintaan terhadap minyak sawit.
Pada akhir Januari lalu, lonjakan kasus infeksi akibat virus corona di China terjadi secara signifikan. Tepat pada 23 Januari 2020, pemerintah China memutuskan untuk menetapkan lockdown kota Wuhan dan beberapa kota lainnya. Akses transportasi dari dan ke Wuhan langsung ditutup saat itu juga. Wuhan diyakini sebagai lokasi virus ganas yang kini dikenal dengan nama COVID-19 ini berasal.
Kabar ini membuat harga CPO drop. Pada akhir Januari lalu CPO dibanderol RM 2.600/ton. Artinya dalam sebulan harga CPO anjlok 14,8% secara month on month (mom).
Namun pada awal Februari, harga CPO sempat melonjak signifikan karena isu pasokan yang kian tipis, apalagi China usai menghadapi badai African Swine Fever yang menyerang komoditas ternak mereka.
Ini masih jadi sentimen positif untuk harga CPO yang juga tertekan akibat ketegangan hubungan bilateral antara Mahathir Mohamad & Narendra Modi. Sejak Oktober tahun lalu sebenarnya hubungan keduanya mulai tidak harmonis.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular