
Analisis Fundamental
Emiten Batu Bara Babak Belur di 2019, Adakah Harapan di 2020?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
02 April 2020 15:41

Memang ada risiko pelemahan permintaan. Namun kabar yang cukup positif sehingga bisa mengimbangi risiko penurunan harga batu bata adalah anjloknya harga minyak dan depresiasi rupiah yang dalam terhadap dolar AS.
Minyak merupakan bahan bakar yang digunakan untuk produksi batu bara. Biaya bahan bakar untuk produksi batu bara sendiri bisa mencapai 25-30% dari total biaya. Sementara komponen bahan bakar masuk beban biaya produksi (COGS) yang besarnya 75-80% dari pendapatan.
Anjloknya harga minyak ke level terlemah dalam 18 tahun ini juga menjadi berkah bagi emiten pertambangan batu bara karena bisa menghemat ongkos produksi.
Depresiasi rupiah yang dalam terhadap dolar juga menjadi faktor lain yang mampu mengimbangi penurunan harga si batu hitam. Pasalnya batu bara merupakan komoditas ekspor unggulan Indonesia dengan total ekspor mencapai lebih dari US$10 miliar dalam setahun.
Bagaimanapun juga wabah corona yang merebak dalam tiga bulan terakhir ini telah membuat sentimen global dipenuhi dengan ketakutan. Pandemi corona telah membangkitkan hantu resesi yang sempat tertidur.
Kini dunia di ambang jurang resesi. Investor panik dan lari kocar-kacir, sampai harus jaga jarak dari pasar saham. Tekanan jual yang masif tak terelakkan. Sejak awal tahun IHSG belum mencicipi penguatan yang berarti tetapi harus terkapar di zona pesakitan.
Harga-harga saham emiten batu bara tanah air yang berfundamental bagus pun turut diobral murah di pasar. Alhasil koreksi yang signifikan pun menjadi tak terelakkan. Harga saham-saham emiten batu bara RI sudah terkoreksi lebih dari 10% di sepanjang kuartal pertama tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/tas)
Minyak merupakan bahan bakar yang digunakan untuk produksi batu bara. Biaya bahan bakar untuk produksi batu bara sendiri bisa mencapai 25-30% dari total biaya. Sementara komponen bahan bakar masuk beban biaya produksi (COGS) yang besarnya 75-80% dari pendapatan.
Anjloknya harga minyak ke level terlemah dalam 18 tahun ini juga menjadi berkah bagi emiten pertambangan batu bara karena bisa menghemat ongkos produksi.
Depresiasi rupiah yang dalam terhadap dolar juga menjadi faktor lain yang mampu mengimbangi penurunan harga si batu hitam. Pasalnya batu bara merupakan komoditas ekspor unggulan Indonesia dengan total ekspor mencapai lebih dari US$10 miliar dalam setahun.
Bagaimanapun juga wabah corona yang merebak dalam tiga bulan terakhir ini telah membuat sentimen global dipenuhi dengan ketakutan. Pandemi corona telah membangkitkan hantu resesi yang sempat tertidur.
Kini dunia di ambang jurang resesi. Investor panik dan lari kocar-kacir, sampai harus jaga jarak dari pasar saham. Tekanan jual yang masif tak terelakkan. Sejak awal tahun IHSG belum mencicipi penguatan yang berarti tetapi harus terkapar di zona pesakitan.
Harga-harga saham emiten batu bara tanah air yang berfundamental bagus pun turut diobral murah di pasar. Alhasil koreksi yang signifikan pun menjadi tak terelakkan. Harga saham-saham emiten batu bara RI sudah terkoreksi lebih dari 10% di sepanjang kuartal pertama tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular