Ekonomi China Menggeliat, Harga Batu Bara Malah Melorot

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
02 April 2020 10:55
Harga batu bara kemarin terkoreksi 1% lebih dan belum terlihat outlook cerah perekonomian global sehingga harga tak bisa naik banyak
Foto: Ilustrasi batu bara/Detikcom/Dikhy Sasra
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara termal kontrak berjangka (futures) ICE Newcastle kembali terpelanting setelah menyentuh titik tertinggi di bulan Maret. Tampaknya susah untuk berharap harga batu bara akan melesat signifikan di tengah wabah corona yang menjalar ke berbagai negara di penjuru dunia.

Pada penutupan pasar kemarin, Rabu (1/4/2020) harga batu bara kontrak futures ICE Newcastle (6.000 Kcal/Kg) terkoreksi 1,34% ke level US$ 66,2/ton. Harga batu bara langsung anjlok usai menyentuh titik tertinggi bulan Maret di US$ 71,65/ton pada 27 Maret 2020.

Wabah corona yang diyakini berasal dari Wuhan bisa dibilang sudah dapat ditangani oleh China. Kini ekonomi Negeri Panda mulai bersemi kembali. Pada Maret angka Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur China berada di 52.

Artinya sektor manufaktur Tiongkok mengalami ekspansi di bulan Maret setelah sebelumnya terkontraksi ke level terendah dalam 10 tahun yakni di 35,7 akibat pandemi corona.



Walau ekonomi China mulai bergeliat karena virus sudah dijinakkan, prospek ekonomi global masih buram akibat menjalarnya wabah corona. Saat ini hampir semua negara di dunia sudah terjangkit virus berbahaya ini.

Kini total jumlah kumulatif orang yang positif terinfeksi patogen yang diyakini berasal dari Wuhan itu sudah mencapai level 932.000 lebih. Sebanyak kurang lebih 42.000 orang terenggut nyawanya karena tak mampu melawan infeksi virus corona.

Wabah corona yang makin merebak tentu menciptakan disrupsi pada rantai pasok global dan menekan permintaan seiring dengan kebijakan lockdown yang diberlakukan di banyak negara.


Hal ini memicu harga-harga komoditas berguguran. Tak terkecuali harga batu bara. Walau relatif lebih stabil dibanding harga komoditas lain seperti minyak mentah dan CPO, harga batu bara termal tetap saja terkoreksi single digit di tahun ini sebesar 5,34%.

Australia merupakan produsen batu bara termal yang terbesar dan memasok batu baranya ke pasar Asia Pasifik. Batu bara termal Australia banyak di ekspor ke negara-negara seperti Korea Selatan dan Jepang. Namun impor kedua negara ini pada bulan Maret mengalami penurunan.

Mengacu pada data Refinitiv, impor batu bara Korea Selatan dan Jepang hingga akhir Maret masing-masing sebesar 7,8 juta ton dan 13,1 juta ton. Volume impor tersebut jauh lebih rendah dari pada periode yang sama tahun lalu untuk Korea Selatan sebesar 9,7 juta ton dan Jepang 14,9 juta ton.

Pada masa transisi musim bulan April ke Mei, permintaan pemanas akan menurun. Ditambah dengan adanya kekhawatiran pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung, hal ini masih jadi risiko jangka pendek untuk permintaan batu bara di kawasan Cekungan Pasifik.

Jadi walau ekonomi China sudah mulai pulih, ekonomi negara-negara kawasan Asia Pasifik lainnya masih terancam oleh virus. Hal ini membuat permintaan batu bara menjadi menurun. Apalagi Korea Selatan sebagai konsumen batu bara terbesar ke-4 yang berencana untuk beralih ke energi alternatif dan menutup sebagian besar pembangkit listriknya, hal ini tentu menjadi ancaman bagi permintaan batu bara.



TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]





(twg/twg) Next Article Melemah Lagi Batu Bara Dibayangi Pandemi Corona & Minyak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular