Perppu Covid-19
Lewat Perppu, Ini Kewenangan Baru BI, LPS & OJK dari Jokowi
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
02 April 2020 09:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu di tengah 'perang' melawan virus corona (COVID-19) yang berimbas pada perekonomian domestik dan global.
Perppu tersebut yakni Perppu Nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Desease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Perppu yang terdiri dari 29 pasal ini ditetapkan oleh Jokowi dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada 31 Maret 2020.
"Penyebaran COVID-19 yang dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai pandemi pada sebagian besar negara-negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu dan telah menimbulkan korban jiwa, dan kerugian material yang semakin besar, sehingga berimplikasi pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat," tulis Perppu tersebut, dikutip CNBC Indonesia, Rabu (1/4/2020).
Dalam Perppu tersebut, disebutkan kewenangan tambahan dari tiga lembaga yakni Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Untuk BI, dalam Pasal 16 Ayat 1 disebutkan bahwa untuk mendukung pelaksanaan kewenangan KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) dalam rangka penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (1), BI diberikan kewenangan untuk:
a. Memberikan pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah kepada Bank Sistemik atau bank selain Bank Sistemik.
b. Memberikan Pinjaman Likuiditas Khusus kepada Bank Sistemik yang mengalami kesulitan likuiditas dan tidak memenuhi persyaratan pemberian pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah yang dijamin oleh Pemerintah dan diberikan berdasarkan Keputusan KSSK.
c. Membeli Surat Utang Negara dan/atau Surat Berharga Syariah Negara berjangka panjang di pasar perdana untuk penanganan permasalahan sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional, termasuk Surat Utang Negara dan atau Surat Berharga Syariah Negara yang diterbitkan dengan tujuan tertentu khususnya dalam rangka pandemi covid-19.
d. Membeli/repo surat berharga negara yang dimiliki Lembaga Penjamin Simpanan untuk biaya penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik dan bank selain Bank Sistemik.
e. Mengatur kewajiban penerimaan dan penggunaan devisa bagi penduduk termasuk ketentuan mengenai penyerahan, repatriasi, dan konversi devisa dalam rangka menjaga kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan.
f. Memberikan akses pendanaan kepada korporasi/swasta dengan cara repo Surat Utang Negara atau Surat Berharga Syariah Negara yang dimiliki korporasi/ swasta melalui perbankan.
Adapun di Pasal 2 disebutkan "ketentuan mengenai kewajiban penerimaan dan penggunaan devisa sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf e, diatur dengan Peraturan Bank Indonesia."
Perppu tersebut yakni Perppu Nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Desease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Perppu yang terdiri dari 29 pasal ini ditetapkan oleh Jokowi dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada 31 Maret 2020.
Dalam Perppu tersebut, disebutkan kewenangan tambahan dari tiga lembaga yakni Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Untuk BI, dalam Pasal 16 Ayat 1 disebutkan bahwa untuk mendukung pelaksanaan kewenangan KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) dalam rangka penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (1), BI diberikan kewenangan untuk:
a. Memberikan pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah kepada Bank Sistemik atau bank selain Bank Sistemik.
b. Memberikan Pinjaman Likuiditas Khusus kepada Bank Sistemik yang mengalami kesulitan likuiditas dan tidak memenuhi persyaratan pemberian pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah yang dijamin oleh Pemerintah dan diberikan berdasarkan Keputusan KSSK.
c. Membeli Surat Utang Negara dan/atau Surat Berharga Syariah Negara berjangka panjang di pasar perdana untuk penanganan permasalahan sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional, termasuk Surat Utang Negara dan atau Surat Berharga Syariah Negara yang diterbitkan dengan tujuan tertentu khususnya dalam rangka pandemi covid-19.
d. Membeli/repo surat berharga negara yang dimiliki Lembaga Penjamin Simpanan untuk biaya penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik dan bank selain Bank Sistemik.
e. Mengatur kewajiban penerimaan dan penggunaan devisa bagi penduduk termasuk ketentuan mengenai penyerahan, repatriasi, dan konversi devisa dalam rangka menjaga kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan.
f. Memberikan akses pendanaan kepada korporasi/swasta dengan cara repo Surat Utang Negara atau Surat Berharga Syariah Negara yang dimiliki korporasi/ swasta melalui perbankan.
Adapun di Pasal 2 disebutkan "ketentuan mengenai kewajiban penerimaan dan penggunaan devisa sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf e, diatur dengan Peraturan Bank Indonesia."
Next Page
Simak Kewenangan LPS
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular