
Tembus Rp 16.000, Ini Obat Manjur Biar Rupiah Bisa Menguat

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah bergejolak pada perdagangan menjelang akhir pekan ini, Jumat (20/3/2020). Data di pasar spot Bloomberg menunjukkan, kurs rupiah sempat ditransaksikan Rp 16.225/US$ pada pukul 15.22 WIB, terdepresiasi dari posisi pembukaan perdagangan pagi di level Rp 15.950 per US$.
Pada penutupan perdagangan, kurs rupiah kembali menguat pada posisi Rp 15.690/US$. Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk (BNLI), Josua Pardede menjelaskan, volatilitas rupiah akhir-akhir ini cukup tinggi karena disebabkan pasar keuangan global yang tertekan sentimen negatif pandemi corona yang meluas ke 160 negara dan menginfeksi 244.000 jiwa.
Demikian halnya di Indonesia, data terbaru yang disampaikan pemerintah hingga petang ini, ada 369 kasus positif, 32 orang meninggal dan 17 orang sembuh.
"Investor global mengurangi modalnya dari pasar keuangan negara berkembang dan masuk ke safe haven asset [aset aman] termasuk dolar," kata Josua Pardede kepada CNBC Indonesia, Jumat (20/3/2020).
Selain itu, adanya potensi perlambatan ekonomi global yang cukup signifikan yang diikuti probabilitas pelaku pasar global bahwa resesi global mendorong investor global untuk memegang cash dolar AS. Inilah yang membuat mata uang Garuda tak berdaya.
Menurutnya, salah satu katalis positif yang cukup positif direspons pasar adalah kebijakan Bank Indonesia yang memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps (basis poin) menjadi 4,5%.
Hal ini mempertimbangkan dampak COVID-19 terhadap prospek pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, secara khusus pertumbuhan China yang selanjutnya berdampak pada asumsi pertumbuhan ekonomi domestik.
"Dengan bauran kebijakan BI, upaya untuk mempertahankan momentum pertumbuhan sedemikian sehingga dapat memitigasi dampak perlambatan yang dipengaruhi oleh COVID dan di saat yang bersamaan dapat menjaga confidence pelaku pasar dengan 7 bauran kebijakan lainnya untuk mendorong stabilitas pasar, terjaganya kondisi likuiditas rupiah dan valas," terang Josua.
Selain itu, kata Josua, Bank Indonesia tetap berada di pasar dan secara intensif melakukan langkah-langkah stabilisasi di pasar spot rupiah, pasar Domestik NDF (Non Deliverable Forward) dan pasar SBN (surat berharga negara).
Investor masuk saham
"Kita perlu mendorong supaya investor domestik juga masuk ke pasar keuangan baik saham dan obligasi untuk membatasi koreksi lebih lanjut yang berikutnya dapat membatasi pelemahan rupiah lebih lanjut," ungkapnya.
Josua juga mengimbau agar masyarakat, tidak perlu panik dan tidak bertindak spekulatif apalagi sebagian masyarakat memiliki pendapatan dan pengeluaran dalam rupiah sehingga tidak terpengaruh langsung terhadap masyarakat.
"Masyarakat dan investor domestik tetap tenang melihat perkembangan pasar keuangan saat ini mengingat pemerintah, BI dan OJK sudah mengeluarkan berbagai stimulus kebijakan dalam rangka mengantisipasi dan memitigasi dampak dari Covid 19 pada perekonomian domestik," kata Josua.
Berpendapat senada, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menjelaskan, pelemahan rupiah akan terus terjadi selama pandemi corona belum dapat tertangangi secara global.
"Di tengah kepanikan pasar saat ini rupiah akan terus dalam tekanan dan BI sulit untuk menahannya. Saya tidak bisa memperkirakan berapa batasnya, batasnya ditentukan oleh kapan wabah corona dapat diatasi," ujarnya, kepada CNBC Indonesia.
Bank Indonesia (BI) menekankan akan terus berada di pasar keuangan terutama untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Terutama di tengah penyebaran wabah virus corona atau COVID-19 yang sangat cepat.
Gubernur BI Perry Warjiyo pada Kamis kemarin usai Rapat Dewan Gubernur menekankan, bank sentral akan memperkuat intensitas intervensi di pasar, baik di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian obligasi pemerintah alias SBN dari pasar sekunder.
Sejak awal tahun, Perry mengungkapkan MH Thamrin sudah melakukan pembelian SBN sebesar Rp 192 triliun dari pasar sekunder yang dilepas oleh investor.
"Selama 2020 kami sudah membeli hampir Rp 192 triliun SBN yang sudah dilepas oleh asing dan itu upaya menjaga stabilitas rupiah termasuk spot dan DNDF," ujar Perry.
(tas/tas) Next Article Duh Dolar AS Lagi Garang, Rupiah pun Ditekuk & Tumbang