Rupiah & IHSG Memang Menguat, Tapi Ingat Kondisi Masih Gawat!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 March 2020 16:20
Gejolak Harga Minyak Bikin Tak Tenang
Ilustrasi Pengeboran Minyak (CNBC Indonesia/Arie Pratama)
Risiko kedua adalah fluktuasi harga minyak. Setelah kemarin sempat anjlok sampai 30%, hari ini harga minyak menanjak meski tidak bisa menutup koreksi sebelumnya. Pada pukul 15:54 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik masing-masing 5,89% dan 6,69%.




Volatilitas harga minyak terjadi seiring meletusnya perang harga antara Arab Saudi dan Rusia. Ini bermula dari pertemuan Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) pekan lalu.

Saat ini sudah ada kesepakatan untuk mengurangi produksi minyak sebanyak 2,1 juta barel/hari. OPEC, dengan Arab Saudi sebagai pemimpin de facto, ingin ada tambahan pemotongan 1,5 juta barel/hari sehingga totalnya menjadi 3,6 juta barel/hari.

Rusia menolak rencana tambahan tersebut. Langkah ini sepertinya membuat OPEC (baca: Arab Saudi) ngambek, sehingga ogah memperpanjang pemangkasan produksi 2,1 juta barel/hari yang akan berakhir bulan ini.

Tidak hanya itu, Arab Saudi juga menaikkan produksi minyak plus memberi harga diskon. Sepertinya Riyadh sedang menantang para rivalnya, siapa yang paling kuat bertahan dengan harga minyak rendah. Terjadilah apa yang disebut perang harga minyak.


Kala Arab Saudi menaikkan produksi dan memangkas harga, banderol minyak pun merosot. Penurunan harga minyak akan menghantam negara-negara yang perekonomiannya bergantung kepada komoditas tersebut. Saat semakin banyak negara yang kesusahan, maka risiko resesi akan meningkat.

Walau pagi ini naik, tetapi fundamental harga minyak masih rapuh. Permintaan diprediksi turun karena perlambatan ekonomi akibat serangan virus corona.

International Energy Agency (IEA) memperkirakan permintaan minyak dunia pada 2020 sebesar 99,9 juta barel/hari. Turun hampir 1 juta barel/hari dibandingkan 2019. Ini menjadi penurunan tahunan pertama sejak 2009.

Dalam laporannya IEA memperkirakan permintaan minyak dunia turun 2,5 juta barel/hari. Dari angka tersebut, 1,8 juta barel/hari di antaranya adalah permintaan dari China.

Artinya, harga minyak masih sangat mungkin turun lagi. Fluktuasi harga minyak menyebabkan ketidakpastian meningkat sehingga investor akan memilih untuk bermain aman dan menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang.

Dua risiko tersebut masih akan menghantui pasar dalam beberapa waktu ke depan. Sepanjang virus corona dan perang harga minyak belum terselesaikan, maka sulit untuk berharap IHSG dan rupiah stabil di zona hijau.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular