
Cerita di Balik Redupnya Emiten Batu Bara, Ada Apa Gerangan?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
05 March 2020 15:56

Untuk tahun 2020, pelemahan harga batu bara dengan nilai kalori yang tinggi masih mungkin akan terjadi. Apalagi di tengah isu merebaknya virus corona seperti sekarang, di mana Jepang & Korea Selatan merupakan negara dengan total infeksi terbanyak di Asia setelah China.
Selain wabah virus corona, Negeri Sakura dan Negeri Ginseng juga diperkirakan akan mengurangi impor batu baranya dan beralih ke sumber energi lain yang lebih ramah lingkungan.
Walau permintaan di kawasan Asia Timur (Far East) diperkirakan melambat, permintaan batu bara diperkirakan akan bergeser ke Asia Tenggara terutama di Vietnam dan Indonesia yang tengah gencar membangun PLTU.
Hal ini tentu menguntungkan emiten batu bara yang punya eksposur ke pasar di Asia Tenggara dan portofolio produknya memiliki batu bara dengan nilai kalori yang rendah atau dikenal dengan brown coal yakni PTBA.
Walau mengalami penurunan laba bersih, ketiga emiten ini merupakan emiten dengan nilai kapitalisasi pasar yang besar dan termasuk yang rajin dalam membagi dividen sehingga diminati oleh para investor.
Prospek bisnis ke depan ketiga emiten ini ke depan juga masih cerah dengan adanya diversifikasi portofolio bisnis yang dilakukan ketiganya seperti PTBA yang tengah menggarap proyek pembangunan PLTU di Sumatera dan melakukan hilirisasi produk batu bara menjadi gas serta pembangunan pembangkit listrik tenaga surya di bandara Soekarno-Hatta.
Sementara ITMG yang sahamnya mayoritas dikuasai oleh raksasa pertambangan Thailand yakni Banphu juga mulai mendiversifikasi bisnisnya ke arah hilir dengan proyek PLTU dalam beberapa tahun terakhir.
ADRO merupakan salah satu perusahaan pertambangan batu bara yang paling well diversified. ADRO merupakan perusahaan batu bara yang terintegrasi mengusung konsep pit to port ADRO memiliki 8 unit bisnis seperti jasa pertambangan, logistik, permodalan hingga pembangkit listrik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/tas)
Selain wabah virus corona, Negeri Sakura dan Negeri Ginseng juga diperkirakan akan mengurangi impor batu baranya dan beralih ke sumber energi lain yang lebih ramah lingkungan.
Walau permintaan di kawasan Asia Timur (Far East) diperkirakan melambat, permintaan batu bara diperkirakan akan bergeser ke Asia Tenggara terutama di Vietnam dan Indonesia yang tengah gencar membangun PLTU.
Hal ini tentu menguntungkan emiten batu bara yang punya eksposur ke pasar di Asia Tenggara dan portofolio produknya memiliki batu bara dengan nilai kalori yang rendah atau dikenal dengan brown coal yakni PTBA.
Walau mengalami penurunan laba bersih, ketiga emiten ini merupakan emiten dengan nilai kapitalisasi pasar yang besar dan termasuk yang rajin dalam membagi dividen sehingga diminati oleh para investor.
Prospek bisnis ke depan ketiga emiten ini ke depan juga masih cerah dengan adanya diversifikasi portofolio bisnis yang dilakukan ketiganya seperti PTBA yang tengah menggarap proyek pembangunan PLTU di Sumatera dan melakukan hilirisasi produk batu bara menjadi gas serta pembangunan pembangkit listrik tenaga surya di bandara Soekarno-Hatta.
Sementara ITMG yang sahamnya mayoritas dikuasai oleh raksasa pertambangan Thailand yakni Banphu juga mulai mendiversifikasi bisnisnya ke arah hilir dengan proyek PLTU dalam beberapa tahun terakhir.
ADRO merupakan salah satu perusahaan pertambangan batu bara yang paling well diversified. ADRO merupakan perusahaan batu bara yang terintegrasi mengusung konsep pit to port ADRO memiliki 8 unit bisnis seperti jasa pertambangan, logistik, permodalan hingga pembangkit listrik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/tas)
Pages
Most Popular