
DPR Minta DMO 60%, Saham Emiten Batu Bara Tersakiti
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
28 November 2019 11:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham emiten penambang batu bara di Bursa Efek Indonesia (BEI) terperosok di zona merah pada sesi I perdagangan Kamis ini (28/11/2019).
Data perdagangan mencatat, pada pukul 10:43 WIB tercatat harga saham PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) anjlok 3,01% ke Rp 258/saham, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melemah 2,33% ke Rp 2.520/saham, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) melemah 1,83% menjadi Rp 10.750/saham, PT Indika Energy Tbk (INDY) turun 1,62% menjadi Rp 1.215/saham.
Lalu harga saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT Harum Energy Tbk (HRUM) juga terkoreksi masing-masing 0,77% ke Rp 1.285/saham dan 0,38% ke Rp 1.325/saham.
Salah satu katalis negatif yang menekan kinerja saham emiten batu bara adalah sikap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang meminta pemerintah untuk menaikkan volume alokasi kewajiban pasokan batu bara dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) batu bara hingga 60%.
DPR beralasan hal ini sesuai dengan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2015-2019.
"DMO harus bisa di up [porsinya naik] ke 60%," kata anggota DPR dari Komisi VII Ratna Juwita saat rapat dengan pendapat berlangsung antara DPR dengan Kementerian ESDM, Rabu (27/11/2019).
"DMO 60% harus segera direalisasikan. [Itu] amanah UU dan juga problem solving di bidang energi."
Saat ini DMO yang ditetapkan pemerintah hanya 25% dari produksi, di mana merujuk data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga pertengahan November 2019, realisasi DMO batu bara sebesar 85,47 juta ton atau 66,75% dari target keseluruhan 128,04 juta ton.
Jika pemerintah nantinya menyetujui usulan DPR tentu akan berdampak pada prospek pendapatan perusahaan penambang batu bara. Pasalnya, sejauh ini mayoritas permintaan batu bara berasal dari pasar internasional dengan penawaran harga yang lebih kompetitif dibandingkan dengan harga domestik.
Jadi jika peningkatan kuota DMO tidak dibarengi dengan penyesuaian harga acuan batu bara (HBA), maka akan merugikan sektor industri batu bara. Apalagi jika harganya lebih rendah.
Sebagai informasi, HBA saat ini berada di level US$ 66,27 per metrik ton, masih di bawah dari harga batu bara kontrak futures ICE Newcastle yang ada di US$ 68,9/metrik ton.
Pemerintah diketahui sedang mengkaji ulang kebijakan harga DMO batu bara.
"Harga lagi dievaluasi, ya ini [US$ 70] lagi dibahas supaya keputusannya balance dengan siapa pun. Masih di level evaluasi enggak bisa nyebutin," kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Bambang Gatot Ariyono.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Harga Reli 9 Hari, Tapi Gerak Saham Batu Bara RI Bervariasi
Data perdagangan mencatat, pada pukul 10:43 WIB tercatat harga saham PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) anjlok 3,01% ke Rp 258/saham, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melemah 2,33% ke Rp 2.520/saham, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) melemah 1,83% menjadi Rp 10.750/saham, PT Indika Energy Tbk (INDY) turun 1,62% menjadi Rp 1.215/saham.
Lalu harga saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT Harum Energy Tbk (HRUM) juga terkoreksi masing-masing 0,77% ke Rp 1.285/saham dan 0,38% ke Rp 1.325/saham.
Salah satu katalis negatif yang menekan kinerja saham emiten batu bara adalah sikap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang meminta pemerintah untuk menaikkan volume alokasi kewajiban pasokan batu bara dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) batu bara hingga 60%.
DPR beralasan hal ini sesuai dengan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2015-2019.
"DMO harus bisa di up [porsinya naik] ke 60%," kata anggota DPR dari Komisi VII Ratna Juwita saat rapat dengan pendapat berlangsung antara DPR dengan Kementerian ESDM, Rabu (27/11/2019).
"DMO 60% harus segera direalisasikan. [Itu] amanah UU dan juga problem solving di bidang energi."
Saat ini DMO yang ditetapkan pemerintah hanya 25% dari produksi, di mana merujuk data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga pertengahan November 2019, realisasi DMO batu bara sebesar 85,47 juta ton atau 66,75% dari target keseluruhan 128,04 juta ton.
Jika pemerintah nantinya menyetujui usulan DPR tentu akan berdampak pada prospek pendapatan perusahaan penambang batu bara. Pasalnya, sejauh ini mayoritas permintaan batu bara berasal dari pasar internasional dengan penawaran harga yang lebih kompetitif dibandingkan dengan harga domestik.
Jadi jika peningkatan kuota DMO tidak dibarengi dengan penyesuaian harga acuan batu bara (HBA), maka akan merugikan sektor industri batu bara. Apalagi jika harganya lebih rendah.
Sebagai informasi, HBA saat ini berada di level US$ 66,27 per metrik ton, masih di bawah dari harga batu bara kontrak futures ICE Newcastle yang ada di US$ 68,9/metrik ton.
Pemerintah diketahui sedang mengkaji ulang kebijakan harga DMO batu bara.
"Harga lagi dievaluasi, ya ini [US$ 70] lagi dibahas supaya keputusannya balance dengan siapa pun. Masih di level evaluasi enggak bisa nyebutin," kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Bambang Gatot Ariyono.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Harga Reli 9 Hari, Tapi Gerak Saham Batu Bara RI Bervariasi
Most Popular