
Harga Reli 9 Hari, Tapi Gerak Saham Batu Bara RI Bervariasi
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
22 November 2019 12:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham emiten penambang batu bara bergerak bervariatif pada penutupan perdagangan sesi I hari ini, Jumat (22/11/2019).
Harga saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mencatatkan kenaikan 2,52% menjadi Rp 2.440/saham, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) menguat 0,76% ke Rp 1.320/saham, dan PT Harum Energy Tbk (HRUM) naik 0,38% ke Rp 1.335/saham.
Sedangkan sebaliknya, harga saham PT Mitrabara Adiperdana Tbk (MBAP) turun 0,75% menjadi Rp 1.975/saham, PT Indika Energy Tbk (INDY) melemah 0,4% ke Rp 1.260/saham, dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) turun 0,21% ke Rp 11.825/saham.
Sementara harga saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID), dan PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) tidak mencatatkan perubahan harga, alias stagnan.
Harga saham emiten batu bara bergerak bervariatif di saat harga batu bara dunia melanjutkan tren kenaikan setidaknya selama 9 hari beruntun.
Harga batu bara kontrak ICE Newcastle ditutup di US$ 71,3/ton pada perdagangan kemarin atau naik 0.35% dibanding periode perdagangan sebelumnya. Dalam kurun waktu 10 hari terakhir harga batu bara telah naik 7,2%.
Penguatan harga batu bara di dunia didorong oleh meningkatnya permintaan impor baru bara di kawasan Eropa, terutama sepanjang 12-19 November 2019.
Di kawasan Amsterdam-Roterdam-Antwerp (ARA) impor batu bara pekan lalu naik 72.000 ton dibanding pekan sebelumnya. Impor batu bara Turki juga naik 105.000 ton pada periode yang sama.
Meskipun demikian, investor berperilaku waspada seiring adanya potensi tren kenaikan harga akan berhenti.
Dari eksternal, China yang mengumumkan kepada semua otoritas pabean untuk menghentikan impor batu bara karena melebihi jumlah yang ditargetkan. Impor batu bara China pada periode Januari-Oktober mencapai 276,24 juta ton naik 9,6% dibanding tahun lalu.
Sedangkan dari dalam negeri, kebijakan terkait transisi Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) juga turut menekan aksi beli pelaku pasar.
Pasalnya, transisi perizinan tersebut menyebabkan pemangkasan wilayah lahan tambang yang dikelola oleh produsen batu bara Indonesia. Belum lagi, perusahaan juga harus memenuhi komitmen hilirisasi sesuai anjuran pemerintah.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article DPR Minta DMO 60%, Saham Emiten Batu Bara Tersakiti
Harga saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mencatatkan kenaikan 2,52% menjadi Rp 2.440/saham, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) menguat 0,76% ke Rp 1.320/saham, dan PT Harum Energy Tbk (HRUM) naik 0,38% ke Rp 1.335/saham.
Sedangkan sebaliknya, harga saham PT Mitrabara Adiperdana Tbk (MBAP) turun 0,75% menjadi Rp 1.975/saham, PT Indika Energy Tbk (INDY) melemah 0,4% ke Rp 1.260/saham, dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) turun 0,21% ke Rp 11.825/saham.
Harga saham emiten batu bara bergerak bervariatif di saat harga batu bara dunia melanjutkan tren kenaikan setidaknya selama 9 hari beruntun.
Harga batu bara kontrak ICE Newcastle ditutup di US$ 71,3/ton pada perdagangan kemarin atau naik 0.35% dibanding periode perdagangan sebelumnya. Dalam kurun waktu 10 hari terakhir harga batu bara telah naik 7,2%.
Penguatan harga batu bara di dunia didorong oleh meningkatnya permintaan impor baru bara di kawasan Eropa, terutama sepanjang 12-19 November 2019.
Di kawasan Amsterdam-Roterdam-Antwerp (ARA) impor batu bara pekan lalu naik 72.000 ton dibanding pekan sebelumnya. Impor batu bara Turki juga naik 105.000 ton pada periode yang sama.
Meskipun demikian, investor berperilaku waspada seiring adanya potensi tren kenaikan harga akan berhenti.
Dari eksternal, China yang mengumumkan kepada semua otoritas pabean untuk menghentikan impor batu bara karena melebihi jumlah yang ditargetkan. Impor batu bara China pada periode Januari-Oktober mencapai 276,24 juta ton naik 9,6% dibanding tahun lalu.
Sedangkan dari dalam negeri, kebijakan terkait transisi Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) juga turut menekan aksi beli pelaku pasar.
Pasalnya, transisi perizinan tersebut menyebabkan pemangkasan wilayah lahan tambang yang dikelola oleh produsen batu bara Indonesia. Belum lagi, perusahaan juga harus memenuhi komitmen hilirisasi sesuai anjuran pemerintah.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article DPR Minta DMO 60%, Saham Emiten Batu Bara Tersakiti
Most Popular