
Punya Saham Batu Bara? Cek Dulu Head to Head PTBA-INDY dkk

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat baru ada enam emiten batu bara 'raksasa' yang telah mengeluarkan laporan keuangan sepanjang tahun lalu dibandingkan dengan tahun 2019. Dari keenam emiten tersebut hanya dua yang membukukan kinerja ciamik, sementara empat sisanya mendapatkan rapor merah.
Tertekannya kinerja keuangan emiten-emiten batu bara terjadi di tengah pagebluk Covid-19 yang melanda dunia sejak awal tahun lalu. Pandemi global mempengaruhi permintaan batu bara dan membuat harga batu bara menyusut.
Sejurus dengan itu, kinerja mayoritas saham emiten-emiten ini juga kurang menggembirakan sejak awal tahun.
Pasalnya, dari enam saham batu bara hanya satu saham yang berhasil melaju kencang secara tahun berjalan alias year to date (YTD). Sisanya, malah ambles dalam, bahkan ada yang anjlok sampai 19%.
Lantas, bagaimana sih kinerja keuangan dan saham keenam emiten batu bara tersebut?
Emiten mana yang mencatatkan kinerja ciamik dan kinerja terburuk?
Tim Riset CNBC Indonesia menyajikan dua tabel secara berturut-turut, yang terdiri atas tabel mengenai kinerja keuangan emiten batu bara pada 2020 dan kinerja saham secara YTD hingga perdagangan Selasa (6/4/2021).
Berdasarkan kedua tabel di atas, emiten batu bara milik pengusaha Kiki Barki, Harum Energy (HRUM), menjadi emiten dengan kinerja keuangan dan saham paling moncer di antara yang lainnya.
Emiten yang melakukan kegiatan penambangan di Kalimantan Timur mencetak laba bersih sebesar US$ 59 juta atau setara dengan Rp 826 miliar (kurs 14.000/US$) sepanjang tahun lalu.
Angka tersebut melesat hingga 218,92% jika dibandingkan dengan laba bersih 2019 yang sebesar US$ 18,5 juta atau setara Rp 259 miliar
Kenaikan laba bersih terjadi di tengah turunnya pendapatan perusahaan 2020, yang terkoreksi dari US$ 262,59 juta atau setara Rp 3,67 triliun pada 2019 menjadi US$ 157,82 juta atau setara Rp 2,2 triliun pada 2020 lalu. Perolehan tersebut menyusut 39,9% secara tahunan (Year-on-year/YoY).
Lebih rinci, penurunan pendapatan terbesar terjadi pada segmen penjualan batu bara ekspor, yang menyusut 41% menjadi US$ 146,58 juta sepanjang tahun lalu, dari tahun sebelumnya sebesar US$ 248,61 juta. Asal tahu saja, pada 2020, porsi penjualan batu bara ekspor mencakup 92,88% dari total penjualan HRUM.
Sepanjang tahun 2020, beban pokok penjualan perusahaan juga mengalami penurunan. Beban pokok penjualan turun menjadi US$ 114,58 juta atau setara Rp 1,6 triliun dari sebelumnya US$ 195,06 juta atau setara Rp 2,73 triliun.
Kinerja keuangan yang 'oke punya' dibarengi dengan kinerja saham yang 'jos' pula. Harga saham emiten uang masuk bisnis nikel ini terus menghijau, baik secara harian, sepekan sampai YTD. Di antara lima saham lainnya, HRUM menjadi satu-satunya saham yang melaju di zona hijau sejak awal tahun.
Selasa (6/4), saham HRUM ditutup melesat 8,08% ke posisi Rp 5.350/saham. Adapun dalam sepekan saham ini tumbuh 1,90%, sementara sebulan naik 1,42%. Bahkan, secara YTD saham yang melantai di bursa pada 2010 silam ini sudah melonjak 79,53%.
NEXT: Dua Emiten Paling Jeblok
