Ini 3 Alasan IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
21 January 2020 14:38
Gelombang Demonstrasi
Foto: Kantor pusat Dana Moneter Internasional (IMF) (REUTERS/Yuri Gripas)
Lebih lanjut, gelombang demonstrasi yang terjadi di berbagai wilayah di dunia ikut menjadi risiko yang menghantui laju perekonomian global, seperti yang terjadi di Hong Kong misalnya.

Seperti yang diketahui, Hong Kong menjadi bahasan panas dalam beberapa waktu terakhir, baik oleh masyarakat umum, maupun juga pelaku pasar keuangan dunia. Dalam beberapa waktu terakhir, aksi demonstrasi besar-besaran terjadi di sana, melibatkan jutaan orang dan begitu banyak tetesan darah.

Aksi demonstrasi di Hong Kong pada awalnya dipicu oleh sebuah rancangan undang-undang (RUU) terkait ekstradisi yang diperkenalkan oleh Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam.

Pada intinya, jika disahkan, RUU ini akan memberi kuasa kepada Hong Kong untuk menahan orang yang sedang berada di sana (baik itu warga negara maupun bukan) untuk kemudian dikirim dan diadili di China.

RUU ini tentu dipandang sebagai masalah besar oleh masyrakat Hong Kong, beserta juga kalangan internasional. Pasalnya, kebebasan berpendapat yang selama ini menjadi salah satu pembeda utama antara China dan Hong Kong bisa musnah karenanya.

Simpelnya, bisa saja orang di Hong Kong (sekali lagi, baik itu warga negara maupun bukan) ditangkap dan kemudian dikirim ke China untuk diadili hanya karena postingan di sosial media yang dianggap merendahkan pemerintah China.

Pada tanggal 9 Juni 2019, tak kurang dari satu juta orang turun ke jalan untuk menolak pengesahaan RUU ini. Namun, Lam tak bergeming dan tetap mendorong dilaksanakannya pemungutan suara.

Pada tanggal 12 Juni 2019, tak kurang dari 10 ribu orang berkumpul di pusat pemerintahan Hong Kong untuk kembali menggelar aksi demonstrasi. Sejatinya, aksi ini berawal dengan damai. Namun pada akhirnya, bentrokan antara demonstran dan aparat kepolisian pun tak terelakkan. Pemukulan dengan pentungan, penembakan gas air mata, hingga pencekikan pun terjadi.

Berdasarkan hasil investigasi dari The New York Times, aparat kepolisian Hong Kong terbukti menggunakan kekerasan untuk memukul mundur demonstran. Bahkan, demonstran yang tak membawa senjata apapun dan tak melakukan tindakan yang membahayakan aparat, harus rela tubuhnya dihantam oleh aparat kepolisian.

“Saya sedang terbaring di lantai setelah mereka membanting saya dengan keras. Saya mulai berteriak kesakitan dan saya mendorong polisi menjauh. Lalu, beberapa polisi mulai menendangi saya,” demikian pengakuan dari Ng Ying-Mo yang menjadi korban kebrutalan kepolisian Hong Kong, dilansir dari The New York Times.

Walau Lam menegaskan bahwa RUU ekstradisi telah “mati”, aksi demonstrasi di Hong Kong ternyata tak juga surut hingga saat ini. Kini, tuntutan para demonstran sudah meluas dari yang awalnya meminta supaya RUU ekstradisi tidak diloloskan di parlemen.

Para demonstran kini meminta investigasi terkait dengan tindak kekerasan yang dilakukan oleh polisi, bahkan mereka menuntun supaya Lam mundur dari posisinya.

Untuk diketahui, aksi demonstrasi yang sudah berlangsung selama berbulan-bulan tersebut telah resmi menempatkan Hong Kong dalam periode resesi.

Beberapa waktu yang lalu, Departemen Sensus dan Statistik Hong Kong merilis pembacaan akhir untuk data pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019. Pada tiga bulan ketiga tahun ini, perekonomian Hong Kong diketahui membukukan kontraksi sebesar 3,2% secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ).

Lantaran pada kuartal II-2019 perekonomian Hong Kong sudah terkontraksi sebesar 0,5% secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi yang kembali negatif secara kuartalan pada kuartal III-2019 resmi membawa Hong Kong mengalami resesi untuk kali pertama sejak tahun 2009, kala krisis keuangan global menerpa.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular