Ini 3 Alasan IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
21 January 2020 14:38
Perang Dagang AS-China & AS-Uni Eropa
Foto: Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath berbicara di kantornya selama Pertemuan Musim Semi Kelompok Bank Dunia dan IMF di Washington, AS, 11 April 2019. (REUTERS / James Lawler Duggan)
Ada beberapa alasan utama yang melandasi pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh IMF, salah satunya adalah potensi memburuknya hubungan antara AS dan mitra dagangnya.

“Tensi di bidang perdagangan yang baru bisa muncul antara AS dan Uni Eropa, dan tensi antara AS dan China bisa kembali memanas,” jelas Gopinath.

Seperti yang diketahui, AS dan China sudah terlibat dalam perang dagang yang begitu panas selama lebih dari dua tahun. Sejauh ini, AS sudah mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China sekitar US$ 370 miliar, sementara China membalas dengan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.

Pada hari Rabu waktu setempat (15/1/2020) AS dan China menandatangani kesepakatan dagang tahap satu di Gedung Putih, AS. Dari pihak AS, penandatanganan dilakukan langsung oleh Presiden Donald Trump, sementara pihak China mengirim Wakil Perdana Menteri Liu He.

Sesuai dengan yang diumumkan oleh Trump pada bulan Desember, melalui kesepakatan dagang tahap satu AS akan memangkas bea masuk sebesar 15% terhadap produk impor asal China senilai US$ 120 miliar menjadi setengahnya atau 7,5%.

Namun, bea masuk sebesar 25% bagi produk impor asal China senilai US$ 250 miliar tetap akan dipertahankan. Hal ini dilakukan oleh AS guna mempertahankan daya tawarnya terhadap China memasuki negosiasi dagang tahap dua.

Jadi, sejauh ini memang masih ada kemungkinan bahwa perang dagang AS-China bisa kembali memanas, mengingat keduanya belum mencapai kesepakatan dagang secara menyeluruh yang menghapuskan seluruh bea masuk tambahan.

Bukan hanya keharmonisan antara AS dan China yang perlu diwaspadai pelaku pasar, namun juga keharmonisan antara AS dan Uni Eropa yang notebene merupakan blok dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.
Walaupun sejatinya merupakan sekutu, hubungan antara AS dan Uni Eropa di bidang perdagangan memang tak pernah mulus semenjak Trump naik menjadi presiden AS pada awal 2016 silam. Trump menyebut bahwa Eropa “mungkin seburuk China” jika berbicara mengenai perdagangan.

Pada tahun 2018, Trump mengganjar bea masuk tambahan terhadap aluminium dan baja yang datang dari negara-negara Eropa, yang pada akhirnya dibalas Uni Eropa dengan mengenakan bea masuk sebesar 25% terhadap produk impor asal AS senilai US$ 2,8 miliar.

Tak sampai di situ, kedua belah pihak juga terlibat dalam sengkarut terkait dengan pemberian subsidi ilegal oleh Uni Eropa terhadap Airbus, pabrikan pesawat terbang kebanggaan mereka.

Kini, AS sedang mempertimbangkan untuk menjatuhkan bea masuk hingga 100% terhadap produk-produk impor asal Eropa. Kantor Perwakilan Dagang AS sebelumnya telah menerbitkan dokumen terkait daftar barang-barang asal Eropa yang dipertimbangkan untuk dikenai bea masuk hingga 100%. Beberapa barang yang menjadi target di antaranya adalah wiski asal Irlandia, Scotch, serta Cognac.

Selain itu, minyak zaitun asal Spanyol, keju asal Prancis, pisau asal Jerman, hingga fillet ikan asal Portugal juga dipertimbangkan untuk dikenakan bea masuk hingga 100%.

Bea masuk ini merupakan hasil dari perselisihan kedua negara dalam hal pemberian subsidi ilegal oleh pemerintah Eropa untuk perusahaan pembuat pesawat terbang Airbus. AS sendiri telah lama menuduh bahwa subsidi yang diberikan Uni Eropa untuk Airbus merugikan produsen pesawat terbang asal AS, Boeing.

AS juga mengatakan Uni Eropa telah melanggar peraturan World Trade Organization (WTO) dalam hal pemberian subsidi itu, di mana WTO sendiri telah memenangkan AS dalam gugatannya melawan Uni Eropa.

WTO memutuskan AS menang dalam tuntutannya terhadap Uni Eropa dan membiarkan pemerintahan Presiden Trump menjatuhkan bea masuk sebagai balasan atas pemberian subsidi ilegal oleh Uni Eropa kepada Airbus.

Pada Oktober lalu, AS telah mengenakan bea masuk sebesar 10% untuk pesawat sipil besar dan 25% untuk produk agrikultur dari Eropa. Penerapan bea masuk tersebut diumumkan setelah AS mendapatkan izin dari WTO.

"Sebagai akibat dari kegagalan Uni Eropa untuk menangani subsidi ini, pada 18 Oktober, Amerika Serikat mengenakan bea masuk 10% pada pesawat sipil besar dan 25% pada produk agrikultur dan lainnya dari Uni Eropa," tulis Kantor Perwakilan Dagang AS dalam dokumen yang dipublikasikan pada tanggal 2 Desember. (ank/ank)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular