
Ini 3 Alasan IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
21 January 2020 14:38

Selain friksi di bidang perdagangan, potensi memanasnya tensi geopolitik antara AS dan Iran juga menjadi dasar IMF untuk memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global.
Pada awal tahun ini, AS diketahui menembak mati petinggi pasukan militer Iran. Jenderal Qassim Soleimani yang merupakan pemimpin dari Quds Force selaku satuan pasukan khusus yang dimiliki Revolutionary Guards (salah satu bagian dari pasukan bersenjata Iran), tewas dalam serangan udara yang diluncurkan oleh AS di Baghdad.
Selain itu, Abu Mahdi al-Muhandis yang merupakan wakil komandan dari Popular Mobilization Forces selaku kelompok milisi Irak yang dibekingi oleh Iran, juga meninggal dunia.
Sebagai balasan, Iran menembakkan misil ke dua markas militer AS di Irak. Diketahui, lebih dari selusin misil balistik diluncurkan oleh Iran ke dua markas militer AS tersebut.
"Jelas bahwa rudal ini diluncurkan dari Iran dan menargetkan setidaknya dua pangkalan militer Irak yang menampung personel militer dan koalisi AS di Al-Assad dan Irbil," kata juru bicara Pentagon pasca serangan.
Melansir CNBC International, setelah serangan Iran terjadi, Presiden AS Donald Trump mengadakan pertemuan dengan para penasihat utamanya di Gedung Putih. Pertemuan tersebut dihadiri Wakil Presiden Mike Pence, Menteri Pertahanan Mark Esper, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, dan Jenderal Angkatan Darat Mark Milley.
Memang, kini tensi antara AS dan Iran sudah relatif mereda. Dalam konferensi pers terkait serangan yang diluncurkan oleh Iran, Trump membantah klaim pemerintah Iran yang mengatakan bahwa ada sebanyak 80 tentara AS yang tewas dalam serangan tersebut. Dirinya pun menyakini bahwa serangan tersebut merupakan serangan terakhir dari Iran.
"Tidak ada warga AS yang terluka dalam serangan rudal Iran," ujar Trump di Gedung Putih, sebagaimana dilansir dari AFP.
"Iran tampaknya akan mundur, yang mana ini baik untuk semua pihak terkait," katanya.
Trump menegaskan tidak akan menyerang balik Iran. Menurutnya, meski memiliki kekuatan militer terbaik di dunia, AS tak selamanya harus menggunakan itu.
"Fakta bahwa kita memiliki militer dan peralatan terbaik tidak berarti membuat kita harus menggunakannya."
Trump lantas memilih untuk menjatuhkan sanksi ekonomi baru terhadap Iran. Sanksi yang tidak dijelaskan secara detail ini, disebut Trump, nantinya akan berlaku sampai Iran mengubah perilakunya, terutama soal pengembangan nuklir.
"Iran harus meninggalkan ambisi nuklirnya dan mengakhiri dukungannya untuk terorisme," sebut Trump.
Perkembangan tersebut jelas memberikan kelegaan bagi pelaku pasar. Pasalnya, sebelumnya terdapat kekhawatiran bahwa AS akan balik menggempur Iran.
Untuk diketahui, sebelumnya Trump telah memperingatkan Iran untuk tidak melakukan balasan atas pembunuhan Soleimani yang diotorisasi sendiri oleh dirinya. Kalau sampai peringatan tersebut tak diindahkan, Trump menyatakan akan menyerang sebanyak 52 wilayah sebagai balasan.
Hal tersebut diumumkan oleh Trump melalui serangkaian cuitan di akun Twitter pribadinya, @realDonaldTrump. Menurut Trump, beberapa dari 52 wilayah tersebut merupakan lokasi yang sangat penting bagi Iran. Dipilihnya 52 wilayah tersebut melambangkan jumlah tawanan asal AS yang disandera oleh Iran di masa lalu.
Namun, seperti yang disebutkan IMF, potensi kembali memanasnya hubungan antara AS dan Iran jelas masih ada. Menurut Tim Riset CNBC Indonesia, ada dua skenario yang bisa memantik kembali memanasnya hubungan antara AS dan Iran.
Pertama, jika Iran meluncurkan serangan militer ke pihak AS. Kedua, jika Iran mengganggu pengiriman barang di Selat Hormuz.
Seperti yang diketahui, harga minyak mentah dunia sempat melejit pada pertengahan Juni 2019 pasca dua buah kapal tanker yang tengah mengangkut naphta dan metanol diserang di perairan Fujairah, Selat Hormuz. Meskipun tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut, dua kapal tersebut terbakar dan rusak parah.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menuding Iran sebagai dalang dibalik penyerangan tersebut. Dirinya mengatakan bahwa kesimpulan tersebut diambil berdasarkan data intelijen, jenis senjata yang digunakan, dan tingkat kesulitan penyerangan.
Ketika kondisi di Timur Tengah memanas, terlebih di Selat Hormuz, perusahaan-perusahaan kargo akan semakin takut untuk melakukan operasi pengiriman melalui wilayah tersebut. Diketahui bahwa seperlima konsumsi minyak global didistribusikan melalui Selat Hormuz. (ank/ank)
Pada awal tahun ini, AS diketahui menembak mati petinggi pasukan militer Iran. Jenderal Qassim Soleimani yang merupakan pemimpin dari Quds Force selaku satuan pasukan khusus yang dimiliki Revolutionary Guards (salah satu bagian dari pasukan bersenjata Iran), tewas dalam serangan udara yang diluncurkan oleh AS di Baghdad.
Selain itu, Abu Mahdi al-Muhandis yang merupakan wakil komandan dari Popular Mobilization Forces selaku kelompok milisi Irak yang dibekingi oleh Iran, juga meninggal dunia.
"Jelas bahwa rudal ini diluncurkan dari Iran dan menargetkan setidaknya dua pangkalan militer Irak yang menampung personel militer dan koalisi AS di Al-Assad dan Irbil," kata juru bicara Pentagon pasca serangan.
Melansir CNBC International, setelah serangan Iran terjadi, Presiden AS Donald Trump mengadakan pertemuan dengan para penasihat utamanya di Gedung Putih. Pertemuan tersebut dihadiri Wakil Presiden Mike Pence, Menteri Pertahanan Mark Esper, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, dan Jenderal Angkatan Darat Mark Milley.
Memang, kini tensi antara AS dan Iran sudah relatif mereda. Dalam konferensi pers terkait serangan yang diluncurkan oleh Iran, Trump membantah klaim pemerintah Iran yang mengatakan bahwa ada sebanyak 80 tentara AS yang tewas dalam serangan tersebut. Dirinya pun menyakini bahwa serangan tersebut merupakan serangan terakhir dari Iran.
"Tidak ada warga AS yang terluka dalam serangan rudal Iran," ujar Trump di Gedung Putih, sebagaimana dilansir dari AFP.
"Iran tampaknya akan mundur, yang mana ini baik untuk semua pihak terkait," katanya.
Trump menegaskan tidak akan menyerang balik Iran. Menurutnya, meski memiliki kekuatan militer terbaik di dunia, AS tak selamanya harus menggunakan itu.
"Fakta bahwa kita memiliki militer dan peralatan terbaik tidak berarti membuat kita harus menggunakannya."
Trump lantas memilih untuk menjatuhkan sanksi ekonomi baru terhadap Iran. Sanksi yang tidak dijelaskan secara detail ini, disebut Trump, nantinya akan berlaku sampai Iran mengubah perilakunya, terutama soal pengembangan nuklir.
"Iran harus meninggalkan ambisi nuklirnya dan mengakhiri dukungannya untuk terorisme," sebut Trump.
Perkembangan tersebut jelas memberikan kelegaan bagi pelaku pasar. Pasalnya, sebelumnya terdapat kekhawatiran bahwa AS akan balik menggempur Iran.
Untuk diketahui, sebelumnya Trump telah memperingatkan Iran untuk tidak melakukan balasan atas pembunuhan Soleimani yang diotorisasi sendiri oleh dirinya. Kalau sampai peringatan tersebut tak diindahkan, Trump menyatakan akan menyerang sebanyak 52 wilayah sebagai balasan.
Hal tersebut diumumkan oleh Trump melalui serangkaian cuitan di akun Twitter pribadinya, @realDonaldTrump. Menurut Trump, beberapa dari 52 wilayah tersebut merupakan lokasi yang sangat penting bagi Iran. Dipilihnya 52 wilayah tersebut melambangkan jumlah tawanan asal AS yang disandera oleh Iran di masa lalu.
Namun, seperti yang disebutkan IMF, potensi kembali memanasnya hubungan antara AS dan Iran jelas masih ada. Menurut Tim Riset CNBC Indonesia, ada dua skenario yang bisa memantik kembali memanasnya hubungan antara AS dan Iran.
Pertama, jika Iran meluncurkan serangan militer ke pihak AS. Kedua, jika Iran mengganggu pengiriman barang di Selat Hormuz.
Seperti yang diketahui, harga minyak mentah dunia sempat melejit pada pertengahan Juni 2019 pasca dua buah kapal tanker yang tengah mengangkut naphta dan metanol diserang di perairan Fujairah, Selat Hormuz. Meskipun tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut, dua kapal tersebut terbakar dan rusak parah.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menuding Iran sebagai dalang dibalik penyerangan tersebut. Dirinya mengatakan bahwa kesimpulan tersebut diambil berdasarkan data intelijen, jenis senjata yang digunakan, dan tingkat kesulitan penyerangan.
Ketika kondisi di Timur Tengah memanas, terlebih di Selat Hormuz, perusahaan-perusahaan kargo akan semakin takut untuk melakukan operasi pengiriman melalui wilayah tersebut. Diketahui bahwa seperlima konsumsi minyak global didistribusikan melalui Selat Hormuz. (ank/ank)
Next Page
Gelombang Demonstrasi
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular