
Siap-siap Ambil Posisi, Rupiah Masih Akan Kinclong di 2020!
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 January 2020 16:29

Pada kuartal III-2019, ekonomi Indonesia tumbuh 5,02%, menjadi yang terlemah sejak kuartal II-2017. Meski demikian di kuartal IV-2019 PDB diprediksi membaik, begitu juga di tahun 2020.
Bank Indonesia dalam paparan tertulis pada Desember lalu memprediksi ekonomi Indonesia pada 2019 tumbuh di kisaran 5,1% dan membaik ke kisaran 5,1-2,5% pada 2020. Konsumsi rumah tangga, investasi, sampai belanja pemerintah diperkirakan akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Tanda-tanda ekonomi Indonesia membaik di penghujung 2019 terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang meningkat. BI di awal Desember lalu merilis IKK periode November 2019 berada di level 124,2, jauh meningkat dibandingkan IKK periode Oktober 2019 yang sebesar 118,4.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik awal, di atasnya berarti konsumen optimistis terhadap kondisi ekonomi RI. Kenaikan IKK secara signifikan bisa jadi tanda masyarakat Indonesia akan secara signifikan meningkatkan konsumsinya, yang tentunya dapat meningkatkan PDB.
Selain itu, sama dengan China PMI manufaktur Indonesia juga membaik meski masih berkontraksi. IHS Markit melaporkan PMI manufaktur Indonesia di bulan Agustus sebesar 49,5. Meski masih di bawah 50 alias berkontraksi, tetapi angka indeks bulan Desember tersebut merupakan yang tertinggi dalam lima bulan terakhir.
"Dengan output, permintaan baru, dan inventaris input kembali tumbuh menunjukkan bahwa masa pemulihan sudah dekat. Tentu saja headline PMI sementara masih di bawah level netral 50, tetapi naik ke posisi tertinggi selama lima bulan. Ditambah lagi, kepercayaan diri berbisnis merupakan yang paling tinggi pada semester II-2019," sebut Bernard Aw, Kepala Ekonom IHS Markit seperti dikutip dari keterangan resmi.
"Dunia usaha memperkirakan akan ada ekspansi, efisiensi keuntungan, perbaikan kualitas, aktivitas pemasaran, dan kenaikan perkiraan penjualan yang mendorong pertumbuhan produksi. Tanda lebih lanjut dari kepercayaan bisnis yang lebih besar, perusahaan menaikkan aktivitas pembelian untuk kali pertama sejak Juni yang kemudian berkontribusi terhadap kenaikan inventaris input," papar keterangan tertulis IHS Markit.
Selain itu, BI di tahun ini sudah menembakkan berbagai 'peluru' guna membantu perekonomian RI agar lebih terakselerasi. BI sudah menurunkan suku bunga acuan (7 Day Reverse Repo Rate) sebanyak empat kali masing-masing sebesar 25 basis poin (bps) hingga ke level 5%. Penurunan suku bunga tersebut bahkan dilakukan dalam empat bulan beruntun pada periode periode Juli sampai Oktober.
Tidak hanya menurunkan suku bunga, BI juga memberikan stimulus moneter lainnya berupa penurunan Giro Wajib Minimum (GWM), ada juga pelonggaran rasio Loan to Value/Loan to Financing (LTV/LTF). Jauh sebelum memangkas suku bunga, BI menaikkan batasan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dari 80-92% menjadi 84-94% untuk mendorong pembiayaan perbankan bagi dunia usaha.
Berbagai kebijakan tersebut tentunya memerlukan masa transmisi agar bisa sampai ke sektor riil, dan dampaknya akan terasa di tahun ini.
Selain BI, pemerintah juga akan membuat gebrakan dengan Omnibus Law yang akan diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di bulan Januari ini, dan digadang-gadang bisa menarik investasi deras di dalam negeri. Pemerintah Joko Widodo (Jokowi), dalam APBN 2020 menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3%.
(pap/pap)
Bank Indonesia dalam paparan tertulis pada Desember lalu memprediksi ekonomi Indonesia pada 2019 tumbuh di kisaran 5,1% dan membaik ke kisaran 5,1-2,5% pada 2020. Konsumsi rumah tangga, investasi, sampai belanja pemerintah diperkirakan akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Tanda-tanda ekonomi Indonesia membaik di penghujung 2019 terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang meningkat. BI di awal Desember lalu merilis IKK periode November 2019 berada di level 124,2, jauh meningkat dibandingkan IKK periode Oktober 2019 yang sebesar 118,4.
Selain itu, sama dengan China PMI manufaktur Indonesia juga membaik meski masih berkontraksi. IHS Markit melaporkan PMI manufaktur Indonesia di bulan Agustus sebesar 49,5. Meski masih di bawah 50 alias berkontraksi, tetapi angka indeks bulan Desember tersebut merupakan yang tertinggi dalam lima bulan terakhir.
"Dengan output, permintaan baru, dan inventaris input kembali tumbuh menunjukkan bahwa masa pemulihan sudah dekat. Tentu saja headline PMI sementara masih di bawah level netral 50, tetapi naik ke posisi tertinggi selama lima bulan. Ditambah lagi, kepercayaan diri berbisnis merupakan yang paling tinggi pada semester II-2019," sebut Bernard Aw, Kepala Ekonom IHS Markit seperti dikutip dari keterangan resmi.
"Dunia usaha memperkirakan akan ada ekspansi, efisiensi keuntungan, perbaikan kualitas, aktivitas pemasaran, dan kenaikan perkiraan penjualan yang mendorong pertumbuhan produksi. Tanda lebih lanjut dari kepercayaan bisnis yang lebih besar, perusahaan menaikkan aktivitas pembelian untuk kali pertama sejak Juni yang kemudian berkontribusi terhadap kenaikan inventaris input," papar keterangan tertulis IHS Markit.
Selain itu, BI di tahun ini sudah menembakkan berbagai 'peluru' guna membantu perekonomian RI agar lebih terakselerasi. BI sudah menurunkan suku bunga acuan (7 Day Reverse Repo Rate) sebanyak empat kali masing-masing sebesar 25 basis poin (bps) hingga ke level 5%. Penurunan suku bunga tersebut bahkan dilakukan dalam empat bulan beruntun pada periode periode Juli sampai Oktober.
Tidak hanya menurunkan suku bunga, BI juga memberikan stimulus moneter lainnya berupa penurunan Giro Wajib Minimum (GWM), ada juga pelonggaran rasio Loan to Value/Loan to Financing (LTV/LTF). Jauh sebelum memangkas suku bunga, BI menaikkan batasan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dari 80-92% menjadi 84-94% untuk mendorong pembiayaan perbankan bagi dunia usaha.
Berbagai kebijakan tersebut tentunya memerlukan masa transmisi agar bisa sampai ke sektor riil, dan dampaknya akan terasa di tahun ini.
Selain BI, pemerintah juga akan membuat gebrakan dengan Omnibus Law yang akan diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di bulan Januari ini, dan digadang-gadang bisa menarik investasi deras di dalam negeri. Pemerintah Joko Widodo (Jokowi), dalam APBN 2020 menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3%.
(pap/pap)
Pages
Most Popular