
Ulasan 2019
Harga CPO Semester I Kalem, Semester 2 Langsung Beringas!
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
26 December 2019 14:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang tahun 2019, harga komoditas minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sempat mengalami tren menurun pada semester satu. Namun harga CPO kemudian meroket di semester dua tahun ini.
Pada awal tahun 2019, harga CPO kontrak pengiriman 3 bulan di Bursa Malaysia Derivatif Exchange berada di RM 2.166/ton. Kemudian mencapai harga tertinggi di semester I pada 28 Januari di level RM 2.327/ton. Setelah itu harga CPO anjlok hingga menyentuh level terendah di sepanjang tahun pada 10 Juli 2019, di RM 1.937/ton.
Pada semester dua tahun 2019, harga CPO rebound. Tepat sejak 14 Oktober 2019, harga CPO terus bergerak naik dan terus mencatatkan level tertinggi barunya di tahun ini sejak awal November.
Sejak 14 Oktober 2019, hingga hari ini harga CPO telah naik 36,7% secara point-to-point. Namun jika dilihat sejak menyentuh titik terendah tahun ini berarti harga telah naik 52,2% secara point-to-point.
Pergerakan harga CPO dipengaruhi oleh berbagai faktor tahun ini seperti perang dagang, pembatasan aktivitas perdagangan hingga munculnya risiko di sisi suplai.
Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan China kurang lebih 18 bulan terakhir telah membuat ekonomi global melambat dan rantai pasok global menjadi terganggu.
Perang dagang yang terjadi melibatkan serangkaian aksi retaliasi (balas berbalas) pengenaan bea masuk untuk produk impor kedua negara senilai ratusan miliar dolar AS. Perang dagang turut menjadi salah satu faktor yang menggerakkan harga minyak nabati lain yaitu minyak kedelai.
Seperti yang diketahui kedelai merupakan salah satu produk pertanian unggulan AS. Pergerakan harga minyak kedelai akibat perang dagang juga berpengaruh terhadap pergerakan minyak nabati jenis lain. Sejak awal tahun hingga pertengahan Mei, harga minyak kedelai kontrak di Bursa Chicago cenderung melemah.
Tak hanya perang dagang, faktor lain yang mempengaruhi harga CPO adalah keputusan Uni Eropa (UE) terkait penggunaan energi terbarukan. UE telah memutuskan pada 2020 sebanyak 10% bahan bakar transportasi menggunakan energi terbarukan seperti biodiesel.
Namun awal tahun ini UE mengeluarkan kebijakan Delegated Regulation yang merupakan turunan dari Renewable Energy Directive II (RED II) yang memberatkan minyak sawit. Pasalnya dalam aturan tersebut minyak sawit dianggap sebagai komoditas yang berisiko tinggi terhadap deforestasi atau indirect land use change (ILUC).
Lebih lanjut Komisi UE menganggap bahwa impor biodiesel bersubsidi dari Indonesia menjadi ancaman berupa kerugian material pada industri UE. Oleh karena itu UE berencana kenakan bea masuk untuk biodiesel.
Keputusan tersebut tak pelak membuat Indonesia sebagai negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia geram dan bakal melaporkan UE ke organisasi perdagangan dunia (WTO).
Pada awal tahun 2019, harga CPO kontrak pengiriman 3 bulan di Bursa Malaysia Derivatif Exchange berada di RM 2.166/ton. Kemudian mencapai harga tertinggi di semester I pada 28 Januari di level RM 2.327/ton. Setelah itu harga CPO anjlok hingga menyentuh level terendah di sepanjang tahun pada 10 Juli 2019, di RM 1.937/ton.
Pada semester dua tahun 2019, harga CPO rebound. Tepat sejak 14 Oktober 2019, harga CPO terus bergerak naik dan terus mencatatkan level tertinggi barunya di tahun ini sejak awal November.
Pergerakan harga CPO dipengaruhi oleh berbagai faktor tahun ini seperti perang dagang, pembatasan aktivitas perdagangan hingga munculnya risiko di sisi suplai.
Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan China kurang lebih 18 bulan terakhir telah membuat ekonomi global melambat dan rantai pasok global menjadi terganggu.
Perang dagang yang terjadi melibatkan serangkaian aksi retaliasi (balas berbalas) pengenaan bea masuk untuk produk impor kedua negara senilai ratusan miliar dolar AS. Perang dagang turut menjadi salah satu faktor yang menggerakkan harga minyak nabati lain yaitu minyak kedelai.
Seperti yang diketahui kedelai merupakan salah satu produk pertanian unggulan AS. Pergerakan harga minyak kedelai akibat perang dagang juga berpengaruh terhadap pergerakan minyak nabati jenis lain. Sejak awal tahun hingga pertengahan Mei, harga minyak kedelai kontrak di Bursa Chicago cenderung melemah.
Tak hanya perang dagang, faktor lain yang mempengaruhi harga CPO adalah keputusan Uni Eropa (UE) terkait penggunaan energi terbarukan. UE telah memutuskan pada 2020 sebanyak 10% bahan bakar transportasi menggunakan energi terbarukan seperti biodiesel.
Namun awal tahun ini UE mengeluarkan kebijakan Delegated Regulation yang merupakan turunan dari Renewable Energy Directive II (RED II) yang memberatkan minyak sawit. Pasalnya dalam aturan tersebut minyak sawit dianggap sebagai komoditas yang berisiko tinggi terhadap deforestasi atau indirect land use change (ILUC).
Lebih lanjut Komisi UE menganggap bahwa impor biodiesel bersubsidi dari Indonesia menjadi ancaman berupa kerugian material pada industri UE. Oleh karena itu UE berencana kenakan bea masuk untuk biodiesel.
Keputusan tersebut tak pelak membuat Indonesia sebagai negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia geram dan bakal melaporkan UE ke organisasi perdagangan dunia (WTO).
Pages
Most Popular