
CPO Turun Lagi Nih, Permintaan Turun karena Harga Tinggi
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
19 December 2019 11:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) bergerak turun pada perdagangan hari ini. Harga yang tinggi menyebabkan adanya tekanan dari sisi permintaan.
Kamis (19/12/2019), harga CPO kontrak pengiriman Maret 2020 turun 19 ringgit atau terkoreksi 0,66% ke level RM 2.839/ton. Jika dibanding dengan posisi awal tahun ini atau pertengahan Oktober lalu harga CPO masih berada di rentang posisi tertingginya tahun ini.
Penguatan harga CPO terjadi akibat adanya kekhawatiran dari sisi pasokan. Menurut kajian Refinitiv, produksi minyak sawit Malaysia periode Oktober 2019-September 2020 diprediksi turun 2%. Pasokan CPO diperkirakan menipis tahun depan akibat beberapa faktor.
Faktor yang menurunkan produksi minyak sawit di antaranya adalah cuaca kering yang berkepanjangan, kebakaran dan kabut, iklim terutama diakibatkan oleh Indian Ocean Dipole (IOD) penggunaan pupuk serta, masalah lahan.
Produksi minyak sawit di Indonesia dan Malaysia juga dipengaruhi oleh faktor musiman (seasonality). Dalam tiga tahun terakhir tercatat di kuartal IV terhitung mulai bulan Oktober hingga awal tahun sampai dengan Februari produksi menurun.
Bencana kebakaran hutan dan kabut yang melanda di berbagai wilayah Indonesia seperti di Sumatera dan Kalimantan serta Malaysia dan Thailand bagian selatan menyebabkan penurunan aktivitas penyerbukan. Penurunan aktivitas penyerbukan berdampak pada penurunan yield.
Saat ini El Nino bukan jadi ancaman utama, melainkan Positive IOD yang menyebabkan kekeringan di Indonesia dan hujan lebat di India dan Bangladesh. Penggunaan pupuk yang rendah di sepanjang tahun 2019 juga dapat mengakibatkan penurunan yield hingga 42% atau setara dengan 14,5 ton/ha/tahun.
Namun pada perdagangan pagi ini, harga CPO terkoreksi. Harga yang masih berada di rentang level tertingginya sejak awal Desember membuat CPO jadi 'mahal'. Selain itu pelemahan ekspor yang terjadi pada awal hingga tengah Desember ini juga menjadi sentimen lain yang memberatkan.
Kabar teranyar, ekspor minyak sawit Malaysia pada periode 1-15 Desember 2019 anjlok 18,6% dibanding bulan sebelumnya. Survei yang dilakukan oleh Intertek Testing Services menunjukkan bahwa ekspor untuk CPO, RBD Palm Olein, RBD Palm Stearin mengalami penurunan.
Ekspor Malaysia ke Eropa mengalami kenaikan sementara itu ekspor ke China dan India justru mengalami penurunan. Dengan tercapainya kesepakatan dagang fase-I antara AS dan China juga jadi faktor yang perlu dipertimbangkan.
Pasalnya China dikabarkan berkomitmen untuk membeli produk pertanian AS tambahan hingga US$ 32 miliar. Itu artinya ada potensi pembelian produk kedelai dari AS juga akan melonjak.
Beralih komoditas lain, harga minyak nabati substitusi juga berada dalam tekanan. Mengutip Reuters, harga minyak kedelai Dalian turun 1% , minyak sawit terpangkas 0,5% dan minyak kedelai di bursa Chicago juga terkoreksi 0,4%. Jadi wajar saja harga CPO terkoreksi.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(twg/twg) Next Article Harga CPO Anjlok, tapi Masih Bisa Naik Kok!
Kamis (19/12/2019), harga CPO kontrak pengiriman Maret 2020 turun 19 ringgit atau terkoreksi 0,66% ke level RM 2.839/ton. Jika dibanding dengan posisi awal tahun ini atau pertengahan Oktober lalu harga CPO masih berada di rentang posisi tertingginya tahun ini.
Penguatan harga CPO terjadi akibat adanya kekhawatiran dari sisi pasokan. Menurut kajian Refinitiv, produksi minyak sawit Malaysia periode Oktober 2019-September 2020 diprediksi turun 2%. Pasokan CPO diperkirakan menipis tahun depan akibat beberapa faktor.
Faktor yang menurunkan produksi minyak sawit di antaranya adalah cuaca kering yang berkepanjangan, kebakaran dan kabut, iklim terutama diakibatkan oleh Indian Ocean Dipole (IOD) penggunaan pupuk serta, masalah lahan.
Bencana kebakaran hutan dan kabut yang melanda di berbagai wilayah Indonesia seperti di Sumatera dan Kalimantan serta Malaysia dan Thailand bagian selatan menyebabkan penurunan aktivitas penyerbukan. Penurunan aktivitas penyerbukan berdampak pada penurunan yield.
Saat ini El Nino bukan jadi ancaman utama, melainkan Positive IOD yang menyebabkan kekeringan di Indonesia dan hujan lebat di India dan Bangladesh. Penggunaan pupuk yang rendah di sepanjang tahun 2019 juga dapat mengakibatkan penurunan yield hingga 42% atau setara dengan 14,5 ton/ha/tahun.
Namun pada perdagangan pagi ini, harga CPO terkoreksi. Harga yang masih berada di rentang level tertingginya sejak awal Desember membuat CPO jadi 'mahal'. Selain itu pelemahan ekspor yang terjadi pada awal hingga tengah Desember ini juga menjadi sentimen lain yang memberatkan.
Kabar teranyar, ekspor minyak sawit Malaysia pada periode 1-15 Desember 2019 anjlok 18,6% dibanding bulan sebelumnya. Survei yang dilakukan oleh Intertek Testing Services menunjukkan bahwa ekspor untuk CPO, RBD Palm Olein, RBD Palm Stearin mengalami penurunan.
Ekspor Malaysia ke Eropa mengalami kenaikan sementara itu ekspor ke China dan India justru mengalami penurunan. Dengan tercapainya kesepakatan dagang fase-I antara AS dan China juga jadi faktor yang perlu dipertimbangkan.
Pasalnya China dikabarkan berkomitmen untuk membeli produk pertanian AS tambahan hingga US$ 32 miliar. Itu artinya ada potensi pembelian produk kedelai dari AS juga akan melonjak.
Beralih komoditas lain, harga minyak nabati substitusi juga berada dalam tekanan. Mengutip Reuters, harga minyak kedelai Dalian turun 1% , minyak sawit terpangkas 0,5% dan minyak kedelai di bursa Chicago juga terkoreksi 0,4%. Jadi wajar saja harga CPO terkoreksi.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(twg/twg) Next Article Harga CPO Anjlok, tapi Masih Bisa Naik Kok!
Most Popular