Trading Forex: Jual Pound Bisa Cuan Rp 35 Juta dalam 2 Hari

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
19 December 2019 10:32
Trading Forex: Jual Pound Bisa Cuan Rp 35 Juta dalam 2 Hari
Foto: Ilustrasi Poundsterling (REUTERS/Leonhard Foeger)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar poundsterling melemah nyaris 2% melawan dolar Amerika Serikat (AS) dalam dua hari terakhir akibat kembali munculnya kecemasan akan terjadinya hard Brexit atau keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun.

Sementara pada hari ini, Kamis (19/12/2019), pada pukul 9:20 WIB, poundsterling menguat tipis 0,08% ke level US$ 1,3087.

Secara persentase poundsterling anjlok nyaris 2% dalam dua hari, sedangkan jika dilihat secara pip, mata uang negeri John Bull ini turun 253 pip.



Pip adalah satuan poin terkecil untuk mewakili perubahan harga dalam trading forex. 1 pip dalam poundsterling senilai US$ 10 jika bertransaksi sebesar 1 lot.

Dalam trading forex, ketika terjadi penurunan harga maka posisi jual atau short akan memperoleh cuan. Poundsterling lawan dolar AS disimbolkan dengan GBP/USD dalam trading forex.

Seorang trader yang mengambil posisi short pada Senin (16/12/2019), dan menahan posisinya hingga Rabu kemarin tentunya akan akan mendapat cuan 253 pip x US$ 10 = US$ 2.530 atau jika di-rupiah-kan lebih dari Rp 35 juta (kurs US$ 1 = Rp 13970). Jumlah profit belum termasuk potongan komisi dan bunga menginap yang berbeda-beda di setiap broker.



Untuk membuka 1 lot kontrak standar dibutuhkan modal yang berbeda-beda tergantung berapa leverage (rasio antara dana si trader sendiri dan dana pinjaman) yang digunakan oleh trader.

Tanpa leverage untuk membuka posisi 1 lot dibutuhkan modal sebesar US$ 100.000. Modal itu tentunya sangat besar, sehingga broker-broker memberikan leverage agar trading menjadi lebih terjangkau.

Di Indonesia sendiri broker pada umumnya menyediakan leverage 1:100, maka jumlah modal yang dibutuhkan atau dikenal dengan margin untuk membuka 1 lot standar adalah 100.000/100 = US$ 1.000.

Dengan asumsi investasi menggunakan modal US$ 10.000, maka cuan yang dihasilkan sebesar 25% saat mengambil posisi short GBP/USD dengan transaksi 1 lot dalam dua hari.

Performa mata uang negeri John Bull dalam dua hari terakhir tentunya berkebalikan dengan Jumat (13/12/2019) pekan lalu yang meroket hingga mencapai level tertinggi 19 bulan.

Meroket dan anjloknya poundsterling disebabkan oleh hal yang sama, Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson. Pada Jumat lalu, Partai Konservatif yang dipimpin PM Johnson sukses memenangi Pemilihan Umum (Pemilu) Inggris dan menguasai kursi mayoritas di parlemen dengan signifikan.

Partai yang juga disebut Tory ini meraih kursi sebanyak 365 dari 650 kursi parlemen. Jumlah tersebut bertambah 47 kursi dibandingkan Pemilu 2017 lalu.

Dengan kemenangan ini, Boris Johnson otomatis mempertahankan posisinya sebagai orang nomor satu di pemerintah Inggris. Selain itu, dengan dikuasainya kursi mayoritas parlemen, proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) bisa berjalan mulus.



Namun dengan kemenangan Tory, PM Johnson seolah jemawa dan bertindak sesuai keinginannya. Ia merevisi undang-undang keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Withdrawal Agreement Bill).

CNBC International mengutip media local mewartakan PM Johnson akan merivisi undang-undang tersebut yang menghalangi diperpanjangnya masa transisi keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit).

Setelah Partai Konservatif yang dipimpin Boris Johnson memenangi Pemilihan Umum (Pemilu) pada pekan lalu, bahkan menguasai kursi mayoritas parlemen, Brexit kemungkinan besar akan terjadi pada 31 Januari 2020. Masa transisi akan berlangsung hingga akhir tahun depan.

Ketika ditanya mengenai apakah pemerintah akan melegislasi pembatasan masa transisi tidak lebih dari tahun 2020, salah satu menteri senior Inggris, Michael Gove mengatakan "tepat sekali", sebagaimana diwartakan CNBC International.



Di tempat terpisah, dari Brussel pejabat Uni Eropa mengatakan jadwal perundingan dagang dengan Inggris "kaku" dan cenderung membatasi ruang lingkup untuk mencapai kesepakatan dagang.

Dengan singkatnya masa transisi, tentunya pembahasan perjanjian dagang harus dipercepat. PM Jonhson dikatakan akan melakukan pendekatan yang lebih keras di masa transisi tersebut, hal ini memicu kecemasan akan keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun atau hard Brexit kembali muncul, dampaknya poundsterling langsung jeblok.

TIM RISET CNBC INDONESIA 
(pap/pap) Next Article Lockdown di Inggris Masih Dipertahankan, Poundsterling KO

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular