
Lockdown di Inggris Masih Dipertahankan, Poundsterling KO
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 April 2020 20:11

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar poundsterling melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada Senin (20/4/2020) akibat jumlah korban meninggal akibat virus corona (COVID-19) yang terus meningkat sehingga karantina wilayah (lockdown) di Inggris masih masih akan berlangsung lama.
Pada pukul 18:34 WIB, poundsterling melemah 0,49% di US$ 1,2438 di pasar spot, melansir data Refinitiv. Pemerintah Inggris melaporkan jumlah korban meninggal akibat COVID-19 bertambah sebanyak 596 orang, sehingga total korban meninggal menjadi 16.060 orang, dari total kasus lebih dari 121.000
Akibatnya jumlah korban meninggal yang dikatakan "sangat mengkhawatirkan", Menteri Sekretariat Kabinet Inggris, Michael Gove belum mempertimbangkan melonggarkan lockdown yang sudah berlangsung selama 4 pekan.
Hal ini membuat Inggris tertinggal dari beberapa negara besar di Eropa yang mulai melonggarkan lockdown. Dengan kata lain, Inggris belum mampu meredam penyebaran COVID-19.
CNBC International melaporkan Italia dan Spanyol, mulai mencabut beberapa larangan pembatasan aktivitas warganya setelah jumlah kasus baru serta korban meninggal akibat COVID-19 terus menurun.
Tidak hanya itu, negara dengan nilai perekonomian terbesar di Benua Biru, Jerman, juga mempertimbangkan langkah-langkah secara bertahap menuju aktivitas normal.
AS, yang menjadi episentrum penyebaran COVID-19, juga mengalami pelambatan penyebaran. Oleh karena itu, Presiden AS Donald Trump mulai berpikir untuk melonggarkan aturan pembatasan sosial (social distancing) dan lockdown yang diberlakukan di banyak negara bagian. Pelonggaran itu akan dilakukan secara bertahap.
Meski demikian, beberapa negara bagian menolak rencana Presiden Trump tersebut. Misalnya di New York, episentrum corona di AS. Pertumbuhan jumlah pasien dan korban jiwa akibat virus corona memang turun, tetapi Gubernur Andrew Cuomo masih belum yakin untuk melakukan pelonggaran social distancing.
Semakin lama lockdown berlangsung, maka pertumbuhan ekonomi akan semakin merosot dalam, yang membuat poundsterling tertekan.
Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) juga memprediksi perekonomian Inggris akan berkontraksi 6,5% di tahun ini, lebih dalam dari kontraksi ekonomi AS sebesar 5,9%.
Dalam laporan terbaru yang dirilis pekan lalu dengan judul The Great Lockdown, IMF juga memperkirakan ekonomi global akan mengalami kontraksi atau pertumbuhan negatif (-3%) pada tahun ini. Anjlok 6,3 poin persentase dibandingkan proyeksi yang dibuat pada Januari.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Pertumbuhan Ekonomi Mandek, Poundsterling Malah Menguat
Pada pukul 18:34 WIB, poundsterling melemah 0,49% di US$ 1,2438 di pasar spot, melansir data Refinitiv. Pemerintah Inggris melaporkan jumlah korban meninggal akibat COVID-19 bertambah sebanyak 596 orang, sehingga total korban meninggal menjadi 16.060 orang, dari total kasus lebih dari 121.000
Akibatnya jumlah korban meninggal yang dikatakan "sangat mengkhawatirkan", Menteri Sekretariat Kabinet Inggris, Michael Gove belum mempertimbangkan melonggarkan lockdown yang sudah berlangsung selama 4 pekan.
CNBC International melaporkan Italia dan Spanyol, mulai mencabut beberapa larangan pembatasan aktivitas warganya setelah jumlah kasus baru serta korban meninggal akibat COVID-19 terus menurun.
Tidak hanya itu, negara dengan nilai perekonomian terbesar di Benua Biru, Jerman, juga mempertimbangkan langkah-langkah secara bertahap menuju aktivitas normal.
AS, yang menjadi episentrum penyebaran COVID-19, juga mengalami pelambatan penyebaran. Oleh karena itu, Presiden AS Donald Trump mulai berpikir untuk melonggarkan aturan pembatasan sosial (social distancing) dan lockdown yang diberlakukan di banyak negara bagian. Pelonggaran itu akan dilakukan secara bertahap.
Meski demikian, beberapa negara bagian menolak rencana Presiden Trump tersebut. Misalnya di New York, episentrum corona di AS. Pertumbuhan jumlah pasien dan korban jiwa akibat virus corona memang turun, tetapi Gubernur Andrew Cuomo masih belum yakin untuk melakukan pelonggaran social distancing.
Semakin lama lockdown berlangsung, maka pertumbuhan ekonomi akan semakin merosot dalam, yang membuat poundsterling tertekan.
Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) juga memprediksi perekonomian Inggris akan berkontraksi 6,5% di tahun ini, lebih dalam dari kontraksi ekonomi AS sebesar 5,9%.
Dalam laporan terbaru yang dirilis pekan lalu dengan judul The Great Lockdown, IMF juga memperkirakan ekonomi global akan mengalami kontraksi atau pertumbuhan negatif (-3%) pada tahun ini. Anjlok 6,3 poin persentase dibandingkan proyeksi yang dibuat pada Januari.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Pertumbuhan Ekonomi Mandek, Poundsterling Malah Menguat
Most Popular