Penguatan Belum Terbendung, Rupiah Terbaik di Asia Lagi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 April 2020 17:03
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (20/4/2020), padahal di awal perdagangan rupiah sempat melemah cukup tajam. Kabar bagus dari China membuat rupiah bangkit dan kembali menguat.

Rupiah membuka perdagangan hari ini dengan melemah 0,13%, dan semakin besar hingga 0,52% di Rp 15.480/US$. Tetapi pada tengah hari, Mata Uang Garuda berhasil berbalik menguat. Meski sempat masuk ke zona merah lagi, tetapi di akhir perdagangan rupiah berada di level Rp 15.375/US$, menguat 0,16% di pasar spot melansir data Refinitiv.

Penguatan hari ini melanjutkan kinerja impresif rupiah yang telah membukukan penguatan dua pekan beruntun, dengan total 6,1%. 

Selain itu, penguatan rupiah hari ini kembali menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di Asia. Pada pekan lalu, rupiah berhasil menjadi yang terbaik di Asia dalam 3 dari 5 hari perdagangan. 

Mata uang utama Asia bergerak bervariasi melawan dolar AS pada hari ini, hingga pukul 15:56 WIB, ada 6 mata uang yang menguat, dan rupiah yang terbesar.

Meski demikian posisi rupiah tersebut bisa saja berubah mengingat perdagangan di negara lainnya belum berakhir.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:56 WIB.



Bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) hari ini memangkas suku bunga (loan prime rate/LPR) tenor 1 tahun menjadi 3,85% dari sebelumnya 4,05%, dan LPR tenor 5 tahun juga dipangkas menjadi 4,65% dari sebelumnya 4,75%.

Ini merupakan kali kedua PBoC memangkas LPR di tahun ini, tujuannya tentu saja untuk menambah likuiditas dan memacu perekonomian yang merosot akibat penyebaran penyakit virus corona (Covid-19).

Pemangkasan suku bunga PBoC terbukti mengangkat sentimen pelaku pasar hari ini. Roda perekonomian China diharapkan semakin berputar cepat, sehingga ekonominya bisa segera bangkit dari keterpurukan di kuartal I-2020 (berkontraksi 6,8%) lalu akibat penyebaran penyakit virus corona (Covid-19).

Ketika ekonomi China bangkit, maka akan menjadi awal yang bagus bagi perekonomian global saat pandemi COVID-19 berhasil dihentikan.

Rupiah yang sebelumnya melemah pun berbalik menguat akibat pemangkasan suku bunga PBoC.

Pergerakan tersebut sekali lagi membuktikan rupiah akan "mengerikan" bagi dolar AS jika sentimen pelaku pasar sedang membaik.



Dalam dua pekan terakhir, rupiah menunjukkan penguatan tajam, di pasar spot sebesar 6,1%, berkat membaiknya sentimen pelaku pasar setelah penyebaran penyakit virus corona (Covid-19) yang mulai melambat.

CNBC International melaporkan Italia dan Spanyol, mulai mencabut beberapa larangan pembatasan aktivitas warganya setelah jumlah kasus baru serta korban meninggal akibat Covid-19 terus menurun.

Tidak hanya itu, negara dengan nilai perekonomian terbesar di Benua Biru, Jerman, juga mempertimbangkan langkah-langkah secara bertahap menuju aktivitas normal.

AS, yang menjadi episentrum penyebaran Covid-19, juga mengalami pelambatan penyebaran.

Oleh karena itu, Presiden AS Donald Trump mulai berpikir untuk melonggarkan aturan pembatasan sosial (social distancing) dan karantina wilayah (lockdown) yang diberlakukan di banyak negara bagian. Pelonggaran itu akan dilakukan secara bertahap.

Tidak hanya itu, pasar juga dibuat ceria pada pekan lalu setelah raksasa farmasi AS, Gilead Science Inc., dilaporkan memiliki obat yang efektif melawan Covid-19.

CNBC International mengutip media STAT pada Jumat (17/4/2020) dini hari waktu Indonesia melaporkan rumah sakit di Chicago merawat pasien Covid-19 yang parah dengan obat antivirus remdesivir yang dalam uji coba klinis dan diawasi ketat. Hasilnya, pasien tersebut menunjukkan pemulihan yang cepat dari demam dan gangguan pernapasan.

Meski demikian masih perlu uji klinis lanjutan dari obat ini dengan sample yang lebih banyak dan metode yang lebih saintifik untuk benar-benar menguji efektivitas obat yang berpotensi jadi antivirus corona ini.


[Gambas:Video CNBC]




Seiring dengan membaiknya sentimen pelaku pasar, hasil survei menunjukkan rupiah perlahan mulai kembali "dicintai".

Survei dua mingguan yang dilakukan Reuters menunjukkan para pelaku pasar mulai mengurangi posisi short (jual) rupiah sejak awal April. Survei tersebut konsisten dengan pergerakan rupiah yang mulai menguat sejak awal April.

Hasil survei terbaru yang dirilis Kamis (16/4/2020) kemarin menunjukkan angka 0,86, turun jauh dari rilis sebelumnya 2 April sebesar 1,55, dan yang tertinggi pada survei yang dirilis 19 Maret sebesar 1,57.

Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) terhadap dolar AS dan jual (short) terhadap rupiah, begitu juga sebaliknya.



Semakin rendahnya angkat positif di hasil survei tersebut menunjukkan pelaku pasar semakin menurunkan posisi long dolar AS, yang berarti perlahan-lahan rupiah kembali diburu pelaku pasar.

Tidak hanya rupiah, posisi short mata uang Asia lainnya juga menurun.

Analis yang disurvei Reuters mengatakan turunnya posisi long dolar AS terhadap mata uang Asia sejalan dengan langkah bank sentral yang menyuntikkan likuiditas ke perekonomian sehingga menstabilkan pasar keuangan, kemudian adanya peluang pandemi Covid-19 sudah mencapai puncaknya.

Reuters juga melaporkan rupiah merupakan mata uang favorit pelaku pasar untuk melakukan carry trade, sehingga saat sentimen pelaku pasar membaik, rupiah akan menerima aliran modal asing yang membuatnya perkasa.

Carry trade merupakan strategi investasi dengan meminjam modal di negara yang suku bunganya rendah, kemudian diinvestasikan di negara dengan suku bunga yang tinggi.

Sebelum bulan Maret, hasil survei Reuters tersebut selalu menunjukkan angka minus (-) yang berarti pelaku pasar mengambil posisi short dolar AS dan long rupiah. Ketika itu rupiah masih membukukan penguatan secara year-to-date (YTD) melawan dolar AS.

Di bulan Januari, rupiah bahkan menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di dunia alias mata uang dengan penguatan terbesar. Saat itu bahkan tidak banyak mata uang yang mampu menguat melawan dolar AS. Hal tersebut juga sesuai dengan survei Reuters pada 23 Januari dengan hasil -0,86, yang artinya pelaku pasar mengambil posisi beli rupiah.

Rupiah bahkan disebut menjadi kesayangan pelaku pasar oleh analis dari Bank of Amerika Merryl Lycnh (BAML) saat itu.

"Salah satu mata uang yang saya sukai adalah rupiah, yang pastinya menjadi 'kesayangan' pasar, dan ada banyak alasan untuk itu" kata Rohit Garg, analis BAML dalam sebuah wawancara dengan CNBC International Selasa (21/1/2020).


TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular