
Wow! Tiga Institusi Ternama Ini Prediksi Emas Akan Melesat
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
16 December 2019 21:16

Meski AS-China sudah mencapai kesepakatan dagang, yang seharusnya menekan harga emas, tetapi nyatanya logam mulia ini masih cukup kuat. Harga emas ke depannya diprediksi akan mencapai level US$ 1.600/troy ons.
Analis Goldman Sachs, Mikhail Sprogis, menjadi salah satu yang memprediksi harga emas masih akan mencapai level US$ 1.600/troy ons. Alasannya ketika perekonomian global bangkit, maka mata uang utama lain juga akan menguat melawan dolar AS. Mata uang emerging market di Asia juga diprediksi menguat melawan greenback.
Harga emas dibanderol dengan dolar AS, ketika mata uang Paman Sam ini melemah maka harga emas akan menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lain sehingga permintaan bisa meningkat.
UBS Group AG juga memprediksi emas mencapai level yang belum pernah disentuh sejak Mei 2013 itu. UBS melihat Pemilihan Umum (Pemilu) AS pada tahun 2020 bisa memicu volatilitas emas. Selain itu sikap Presiden Trump yang sering berubah-ubah juga dapat memicu kenaikan harga emas.
"Siapa yang tahu apa yang akan dilakukan Presiden Trump selanjutnya, ia telah mengejutkan kita berulang kali. Kita juga akan melaksanakan Pemilu Presiden, jadi volatilitas di pasar akan tinggi, dan banyak noise" kata analis komoditas UBS, Giovanni Staunovo, sebagaimana dilansir Bloomberg.
Faktor lain yang membuat emas diprediksi akan kembali melesat adalah sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang tidak akan menaikkan suku bunga di tahun depan.
Mengutip Bloomberg, Direktur Citigroup Akash Doshi mengatakan peluang The Fed menaikkan suku bunga di tahun depan kecil, pertumbuhan ekonomi global masih akan menurun, inflasi masih lemah dan perang dagang sepertinya masih akan berlangsung.
Oleh karena itu The Fed kemungkinan memangkas suku bunga di tahun depan. Pemangkasan suku bunga tentunya akan berdampak positif bagi emas. Doshi memprediksi harga rata-rata emas dunia berada di level US$ 1.575/troy ons, dan berpotensi ke atas US$ 1.600/troy ons di akhir 2020.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
Analis Goldman Sachs, Mikhail Sprogis, menjadi salah satu yang memprediksi harga emas masih akan mencapai level US$ 1.600/troy ons. Alasannya ketika perekonomian global bangkit, maka mata uang utama lain juga akan menguat melawan dolar AS. Mata uang emerging market di Asia juga diprediksi menguat melawan greenback.
Harga emas dibanderol dengan dolar AS, ketika mata uang Paman Sam ini melemah maka harga emas akan menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lain sehingga permintaan bisa meningkat.
UBS Group AG juga memprediksi emas mencapai level yang belum pernah disentuh sejak Mei 2013 itu. UBS melihat Pemilihan Umum (Pemilu) AS pada tahun 2020 bisa memicu volatilitas emas. Selain itu sikap Presiden Trump yang sering berubah-ubah juga dapat memicu kenaikan harga emas.
"Siapa yang tahu apa yang akan dilakukan Presiden Trump selanjutnya, ia telah mengejutkan kita berulang kali. Kita juga akan melaksanakan Pemilu Presiden, jadi volatilitas di pasar akan tinggi, dan banyak noise" kata analis komoditas UBS, Giovanni Staunovo, sebagaimana dilansir Bloomberg.
Faktor lain yang membuat emas diprediksi akan kembali melesat adalah sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang tidak akan menaikkan suku bunga di tahun depan.
Mengutip Bloomberg, Direktur Citigroup Akash Doshi mengatakan peluang The Fed menaikkan suku bunga di tahun depan kecil, pertumbuhan ekonomi global masih akan menurun, inflasi masih lemah dan perang dagang sepertinya masih akan berlangsung.
Oleh karena itu The Fed kemungkinan memangkas suku bunga di tahun depan. Pemangkasan suku bunga tentunya akan berdampak positif bagi emas. Doshi memprediksi harga rata-rata emas dunia berada di level US$ 1.575/troy ons, dan berpotensi ke atas US$ 1.600/troy ons di akhir 2020.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular