AS-China Deal Dagang Fase I, Rupiah Malah Terkapar

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
16 December 2019 17:58
AS-China Deal Dagang Fase I, Rupiah Malah Terkapar
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (16/12/2019). Kabar baik dari AS-China belum mampu mendongkrak penguatan rupiah lebih lanjut, setelah pada pekan lalu mencatat penguatan 0,4%.

Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah melemah 0,07% ke Rp 13.990/US$. Pelemahan rupiah semakin membesar pada tengah hari hingga 0,25% ke level Rp 14.015/US$. Rupiah berhasil memangkas pelemahan tersebut dan mengakhiri perdagangan di level Rp 14.000/US$, melemah 0,14% di pasar spot, melansir data Refinitiv.



Mayoritas mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS pada hari ini. Hingga pukul 16:30 WIB, yuan China menjadi mata uang dengan kinerja terburuk setelah melemah 0,29%. Rupee India menduduki posisi runner up dengan melemah 0,23%. Ringgit Malaysia melengkapi tiga besar dengan pelemahan 0,16%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang Benua Kuning pada hari ini.



Pada Jumat lalu setelah perdagangan dalam negeri ditutup, AS dan China mengumumkan mencapai kesepakatan dagang fase I. Presiden AS, Donald Trump juga mengumumkan kesepakatan tersebut melalui akun Twitternya. 

"Kami telah menyetujui kesepakatan fase I yang begitu besar dengan China. Mereka sepakat untuk melakukan berbagai perubahan struktural dan pembelian besar-besaran terhadap produk pertanian, energi, dan manufaktur AS. Bea masuk dengan tarif 25% tetap tidak berubah, tetapi sisanya (turun) menjadi 7,5%.

Presiden AS ke-45 ini juga mengatakan bea masuk importasi produk dari China yang seharusnya berlaku pada 15 Desember resmi dibatalkan. 

"Rencana pengenaan bea masuk baru pada 15 Desember tidak akan terjadi karena pada kenyataannya kami sudah membuat kesepakatan. Kami akan memulai negosiasi untuk fase II sesegera mungkin, tidak menunggu setelah Pemilu 2020. Ini adalah kesepakatan yang luar biasa bagi kita semua. Terima kasih!" cuit Trump dalam utas (thread) di Twitter.



Meski demikian, pelaku pasar masih kurang sreg dengan kesepakatan dagang fase satu. Sebabnya, kesepakatan tersebut belum ditandatangani oleh kedua belah pihak, yang artinya belum akan berlaku. 

Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, mengatakan kedua negara berencana untuk memformalisasi kesepakatan dagang tahap satu tersebut pada pekan pertama Januari 2020.

Dalam kesepakatan dagang fase satu, Lighthizer menyebutkan China berkomitmen untuk membeli barang dan jasa AS senilai US$ 200 miliar dalam kurun waktu dua tahun ke depan. Negeri Tiongkok juga akan membeli produk pertanian AS senilai US$ 32 miliar. Selain itu, China juga akan melakukan pembelian produk pertanian senilai US$ 5 miliar di luar angka-angka tersebut. 

Selain itu, pemangkasan bea masuk yang dilakukan AS juga lebih rendah dari prediksi banyak analis termasuk bank investasi ternama Goldman Sachs. 
Dalam catatan yang dikutip CNBC International, kepala ekonom Goldman Sachs, Jan Hatzius mengatakan pemangkasan bea masuk yang dilakukan AS hanya setengah dari asumsi yang dibuatnya. 

Hatzius menambahkan masih ada beberapa ketidakpastian mengenai status kesepakatan fase satu, rincian teknis dan sisi legal dikatakan masih berubah-ubah. 



Masih ada beberapa pekan sebelum kesepakatan fase satu ditandatangani, pelaku pasar lebih memilih berhati-hati dan tidak mau berekspektasi berlebihan. Dampaknya, rupiah mengalami koreksi.

Pelemahan rupiah semakin dalam setelah Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca dagang RI mengalami defisit di bulan November. Ekspor dilaporkan mengalami penurunan 5,67% year-on-year (YoY) menjadi US$ 14,01 miliar. Sedangkan untuk impor mencapai US$ 15,34 miliar atau turun 9,24% YoY. Dampaknya, neraca dagang November menjadi defisit US$ 1,33 miliar, padahal di bulan Oktober mencatat surplus US$ 170 juta. 

Defisit tersebut lebih besar dari konsensus pasar yang dikumpulkan CNBC Indonesia. Berdasarkan konsensus tersebut, ekspor diprediksi terkontraksi atau tumbuh negatif 2,05% YoY. Kemudian impor juga mengalami kontraksi 13,41% YoY, dan neraca perdagangan defisit US$ 132 juta.


TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular