
Abaikan Deal AS-China, Citigroup Ramal Emas Rp 720.000/gram
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
16 December 2019 16:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia menguat tipis pada perdagangan Senin (16/12/2019) meski Amerika Serikat (AS) dengan China telah mencapai kesepakatan dagang fase I.
Pada pukul 15:50 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.477,19/troy ons, menguat 0,11% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Seperti diketahui sebelumnya, pada Jumat malam AS dan China mengumumkan telah mencapai kesepakatan dagang fase I dengan China.
Presiden AS, Donald Trump juga mengatakan hal yang sama melalui akun Twitternya. Presiden AS ke-45 ini juga mengatakan bea masuk importasi produk dari China yang seharusnya berlaku pada 15 Desember resmi dibatalkan.
Meski demikian, pelaku pasar masih kurang sreg dengan kesepakatan dagang fase satu. Sebabnya, kesepakatan tersebut belum ada hitam di atas putih alias belum ditandatangani oleh kedua belah pihak, yang artinya belum akan berlaku.
Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, mengatakan kedua negara berencana untuk memformalisasi kesepakatan dagang tahap satu tersebut pada pekan pertama Januari 2020.
Dalam kesepakatan dagang fase satu, Lighthizer menyebutkan China berkomitmen untuk membeli barang dan jasa AS senilai US$ 200 miliar dalam kurun waktu dua tahun ke depan. Negeri Tiongkok juga akan membeli produk pertanian AS senilai US$ 32 miliar. Selain itu, China juga akan melakukan pembelian produk pertanian senilai US$ 5 miliar di luar angka-angka tersebut.
Selain itu, pemangkasan bea masuk yang dilakukan AS juga lebih rendah dari prediksi banyak analis termasuk bank investasi ternama Goldman Sachs.
Dalam catatan yang dikutip CNBC International, kepala ekonom Goldman Sachs, Jan Hatzius mengatakan pemangkasan bea masuk yang dilakukan AS hanya setengah dari asumsi yang dibuatnya.
Hatzius menambahkan masih ada beberapa ketidakpastian mengenai status kesepakatan fase satu, rincian teknis dan sisi legal dikatakan masih berubah-ubah.
Akibat adanya ketidakpastian tersebut, emas masih mampu mempertahankan kinerja positif. Apalagi emas sedang ditopang oleh sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang tidak akan menaikkan suku bunga di tahun depan.
Citigroup Inc. menjadi salah satu bank investasi yang melihat potensi melesatnya harga emas akibat sikap The Fed.
Mengutip media Bloomberg, Direktur Citigroup yang berbasis di New York, Akash Doshi mengatakan peluang The Fed menaikkan suku bunga di tahun depan kecil, pertumbuhan ekonomi global masih akan menurun, inflasi masih lemah dan perang dagang sepertinya masih akan berlangsung. Oleh karena itu The Fed kemungkinan masih akan memangkas suku bunga di tahun depan.
Pemangkasan suku bunga tentunya akan berdampak positif bagi emas.
Doshi memprediksi harga rata-rata emas dunia berada di level US$ 1.575/troy ons, dan berpotensi ke atas US$ 1.600/troy ons di akhir 2020.
Pada pukul 15:50 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.477,19/troy ons, menguat 0,11% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Seperti diketahui sebelumnya, pada Jumat malam AS dan China mengumumkan telah mencapai kesepakatan dagang fase I dengan China.
Meski demikian, pelaku pasar masih kurang sreg dengan kesepakatan dagang fase satu. Sebabnya, kesepakatan tersebut belum ada hitam di atas putih alias belum ditandatangani oleh kedua belah pihak, yang artinya belum akan berlaku.
Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, mengatakan kedua negara berencana untuk memformalisasi kesepakatan dagang tahap satu tersebut pada pekan pertama Januari 2020.
Dalam kesepakatan dagang fase satu, Lighthizer menyebutkan China berkomitmen untuk membeli barang dan jasa AS senilai US$ 200 miliar dalam kurun waktu dua tahun ke depan. Negeri Tiongkok juga akan membeli produk pertanian AS senilai US$ 32 miliar. Selain itu, China juga akan melakukan pembelian produk pertanian senilai US$ 5 miliar di luar angka-angka tersebut.
Selain itu, pemangkasan bea masuk yang dilakukan AS juga lebih rendah dari prediksi banyak analis termasuk bank investasi ternama Goldman Sachs.
Dalam catatan yang dikutip CNBC International, kepala ekonom Goldman Sachs, Jan Hatzius mengatakan pemangkasan bea masuk yang dilakukan AS hanya setengah dari asumsi yang dibuatnya.
Hatzius menambahkan masih ada beberapa ketidakpastian mengenai status kesepakatan fase satu, rincian teknis dan sisi legal dikatakan masih berubah-ubah.
Akibat adanya ketidakpastian tersebut, emas masih mampu mempertahankan kinerja positif. Apalagi emas sedang ditopang oleh sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang tidak akan menaikkan suku bunga di tahun depan.
Citigroup Inc. menjadi salah satu bank investasi yang melihat potensi melesatnya harga emas akibat sikap The Fed.
Mengutip media Bloomberg, Direktur Citigroup yang berbasis di New York, Akash Doshi mengatakan peluang The Fed menaikkan suku bunga di tahun depan kecil, pertumbuhan ekonomi global masih akan menurun, inflasi masih lemah dan perang dagang sepertinya masih akan berlangsung. Oleh karena itu The Fed kemungkinan masih akan memangkas suku bunga di tahun depan.
Pemangkasan suku bunga tentunya akan berdampak positif bagi emas.
Doshi memprediksi harga rata-rata emas dunia berada di level US$ 1.575/troy ons, dan berpotensi ke atas US$ 1.600/troy ons di akhir 2020.
Untuk diketahui, 1 troy ons sama dengan 31,1 gram. Jadi jika melihat prediksi Citigroup harga emas dunia di US$ 1.600/troy ons di akhir tahun depan, maka harga per gramnya jika dirupiahkan sebesar Rp 720.257/gram (kurs US$ 1 = Rp 14.000).
Harga emas dunia merupakan salah satu acuan harga emas yang dijual oleh PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. Sebagai contoh pada hari Jumat (13/12/2019) lalu harga emas dunia menguat 0,42% ke level US$ 1.475,55/troy ons (Rp 664.234/gram), di hari Sabtu (14/12/2019) harga emas Antam batangan 100 gram dibanderol Rp 701.000/gram, naik 0,57% dibandingkan hari sebelumnya.
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular