
Masih Pagi, Kurs Dolar Singapura Sudah Naik Turun
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
16 December 2019 11:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura bergerak volatil atau naik turun dalam tempo singkat pada perdagangan Senin (16/12/2019) pagi ini.
Mata uang Negeri Merlion sempat melemah 0,1% ke level Rp 10.314,30/SG$, kemudian berbalik menguat Rp 10.339,1/SG$. Pada pukul 10:12 WIB, SG$ 1 setara dengan Rp 10.328,41, itu artinya dolar Singapura memangkas penguatan hingga tersisa 0,04% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Penguatan di pasar spot berdampak pada kurs dolar Singapura di dalam negeri, berikut kurs jual beli yang diambil dari beberapa situs resmi bank pada pukul 10:15 WIB.
Salah satu yang memicu pergerakan tersebut adalah tercapainya kesepakatan dagang fase satu antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Kesepakatan tersebut diumumkan langsung oleh Presiden AS Donald Trump melalui akun Twitternya.
"Kami telah menyetujui kesepakatan fase I yang begitu besar dengan China. Mereka sepakat untuk melakukan berbagai perubahan struktural dan pembelian besar-besaran terhadap produk pertanian, energi, dan manufaktur AS. Bea masuk dengan tarif 25% tetap tidak berubah, tetapi sisanya (turun) menjadi 7,5%.
Presiden AS ke-45 ini juga mengatakan bea masuk importasi produk dari China yang seharusnya berlaku pada 15 Desember resmi dibatalkan.
Baik rupiah maupun dolar Singapura mendapat sentimen positif dari kesepakatan dagang fase satu sehingga pergerakannya menjadi volatil.
Perang dagang AS-China yang sudah berlangsung 18 bulan membuat perekonomian kedua negara melambat, dan turut menyeret turun pertumbuhan ekonomi global.
Salah satu yang terkena dampak besar adalah Singapura, dimana perekonomiannya melambat signifikan, bahkan sempat terancam resesi. Akibatnya, pemerintah Singapura sampai harus memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 0-1% dibandingkan proyeksi sebelumnya 1,5-2,5%.
Selain kesepakatan dagang fase satu, kabar bagus juga dagang dari Negeri Tiongkok. Data yang dirilis pagi ini menunjukkan produksi industri di bulan November tumbuh 6,2% year-on-year (YoY), dari bulan sebelumnya 4,7% YoY. Kemudian pada periode yang sama penjualan ritel tumbuh 8% YoY, dibandingkan bulan sebelumnya 7,2% YoY.
Data tersebut menunjukkan perekonomian di Negeri Tiongkok sudah mulai bergeliat lagi, di saat kesepakatan dagang fase satu sedang dalam proses perundingan. Kini dengan tercapainya kesepakatan dagang fase satu, perekonomian China diharapkan bisa semakin terakselerasi yang berdampak bagus bagi perekonomian global.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah
Mata uang Negeri Merlion sempat melemah 0,1% ke level Rp 10.314,30/SG$, kemudian berbalik menguat Rp 10.339,1/SG$. Pada pukul 10:12 WIB, SG$ 1 setara dengan Rp 10.328,41, itu artinya dolar Singapura memangkas penguatan hingga tersisa 0,04% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Bank | Kurs Beli | Kurs Jual |
Bank BNI | 10.319,00 | 10.379,00 |
Bank BRI | 10.267,30 | 10.406,07 |
Bank Mandiri | 10.310,00 | 10.380,00 |
Bank BTN | 10.157,00 | 10.482,00 |
Bank BCA | 10.338,56 | 10.358,99 |
CIMB Niaga | 10.327,00 | 10.338,00 |
Salah satu yang memicu pergerakan tersebut adalah tercapainya kesepakatan dagang fase satu antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Kesepakatan tersebut diumumkan langsung oleh Presiden AS Donald Trump melalui akun Twitternya.
"Kami telah menyetujui kesepakatan fase I yang begitu besar dengan China. Mereka sepakat untuk melakukan berbagai perubahan struktural dan pembelian besar-besaran terhadap produk pertanian, energi, dan manufaktur AS. Bea masuk dengan tarif 25% tetap tidak berubah, tetapi sisanya (turun) menjadi 7,5%.
Presiden AS ke-45 ini juga mengatakan bea masuk importasi produk dari China yang seharusnya berlaku pada 15 Desember resmi dibatalkan.
Baik rupiah maupun dolar Singapura mendapat sentimen positif dari kesepakatan dagang fase satu sehingga pergerakannya menjadi volatil.
Perang dagang AS-China yang sudah berlangsung 18 bulan membuat perekonomian kedua negara melambat, dan turut menyeret turun pertumbuhan ekonomi global.
Salah satu yang terkena dampak besar adalah Singapura, dimana perekonomiannya melambat signifikan, bahkan sempat terancam resesi. Akibatnya, pemerintah Singapura sampai harus memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 0-1% dibandingkan proyeksi sebelumnya 1,5-2,5%.
Selain kesepakatan dagang fase satu, kabar bagus juga dagang dari Negeri Tiongkok. Data yang dirilis pagi ini menunjukkan produksi industri di bulan November tumbuh 6,2% year-on-year (YoY), dari bulan sebelumnya 4,7% YoY. Kemudian pada periode yang sama penjualan ritel tumbuh 8% YoY, dibandingkan bulan sebelumnya 7,2% YoY.
Data tersebut menunjukkan perekonomian di Negeri Tiongkok sudah mulai bergeliat lagi, di saat kesepakatan dagang fase satu sedang dalam proses perundingan. Kini dengan tercapainya kesepakatan dagang fase satu, perekonomian China diharapkan bisa semakin terakselerasi yang berdampak bagus bagi perekonomian global.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular