Usai Lewati Pekan Liar, Kurs Dolar Australia Kini Kalem

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
16 December 2019 12:22
Di hari Rabu (11/12/2019) dolar Australia mencatat penguatan 1,13%, dan sehari setelahnya penguatan masih berlanjut sebesar 0,46%.
Foto: Foto Ilustrasi mata uang Dolar Australia. REUTERS / Daniel Munoz / File Photo
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia menguat melawan rupiah pada Senin (16/12/2019) setelah melewati pekan yang liar. Pada pukul 11:05 WIB, AU$ 1 setara Rp 9.622,96, dolar Australia menguat 0,12% di pasar spot melansir data Refinitiv.



Penguatan di pasar spot berdampak pada kurs dolar Australia di dalam negeri, berikut kurs jual beli yang diambil dari beberapa situs resmi bank pada pukul 11:10 WIB.

BankKurs BeliKurs Jual
Bank BNI9.677,009.606,00
Bank BRI9.585,479.751,95
Bank Mandiri9.553,009.759,00
Bank BTN9.553,009.759,00
Bank BCA9.627,969.657,96
CIMB Niaga9.618,009.631,00


Sebelumnya dalam tiga hari perdagangan pekan lalu, Mata Uang Kanguru bergerak liar melawan Mata Uang Garuda. Pada hari Rabu (11/12/2019) mencatat penguatan 1,13%, sehari setelahnya penguatan masih berlanjut sebesar 0,46%. Di perdagangan terakhir pekan lalu, dolar Australia merosot 0,76%.

Perkembangan perundingan kesepakatan dagang fase satu antara Amerika Serikat (AS) dengan China menjadi salah satu penyebab pergerakan liar tersebut. Pada akhirnya kedua negara mencapai kesepakatan fase satu.



Pada Jumat malam waktu setempat, Presiden AS, Donald Trump mengumumkan kesepakatan tersebut melalui akun Twitternya. Presiden AS ke-45 ini juga mengatakan bea masuk importasi produk dari China yang seharusnya berlaku pada 15 Desember resmi dibatalkan.

Perang dagang kedua negara yang sudah berlangsung dalam 18 bulan membuat perekonomian AS dan China melambat, bahkan turut menyeret perekonomian global. Australia menjadi salah satu negara yang terkena dampak besar.

China merupakan mitra dagang utama Australia, ketika ekonomi Negeri Tiongkok melambat, maka ekonomi Kanguru juga terpukul. Dengan tercapainya kesepakatan dagang fase satu, diharapkan ekonomi China akan bangkit, permintaan produk impor dari Australia, khususnya komoditas, bisa naik lagi dan perekonomian Australia akan terangkat.



Kabar bagus juga dagang dari China pagi ini yang membuat dolar Australia bertenaga. Data yang dirilis pagi ini menunjukkan produksi industri China (November) tumbuh 6,2% year-on-year (YoY), dari bulan sebelumnya 4,7% YoY.

Pada periode yang sama penjualan ritel tumbuh 8% YoY, dibandingkan bulan sebelumnya 7,2% YoY. Data tersebut menunjukkan perekonomian di Negeri Tiongkok sudah mulai bergeliat lagi.

Dari dalam negeri, defisit neraca dagang RI cukup membebani rupiah dengan ekspor November US$ 14,01 miliar, turun 5,67% YoY. Impor mencapai US$ 15,34 miliar atau turun 9,24% YoY sehingga berdasarkan perhitungan CNBC Indonesia, data neraca perdagangan November 2019 mencatatkan defisit US$ 1,33 miliar.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia sebelumnya memperkirakan ekspor terkontraksi atau tumbuh negatif 2,05% YoY. Impor juga mengalami kontraksi 13,41% YoY, dan neraca perdagangan defisit US$ 132 juta.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap) Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular