
Wow! Tiga Institusi Ternama Ini Prediksi Emas Akan Melesat
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
16 December 2019 21:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia menguat tipis jelang dibukanya perdagangan sesi Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (16/12/2019), padahal Washington dan Beijing sudah mencapai kesepakatan dagang.
Pada pukul 20:39 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1,478,47/troy ons, menguat 0,2% di pasar spor, melansir data Refinitiv.
Seperti diketahui sebelumnya, pada Jumat malam AS dan China mengumumkan telah mencapai kesepakatan dagang fase I. Seperti diketahui sebelumnya, pada Jumat malam AS dan China mengumumkan telah mencapai kesepakatan dagang fase I. Presiden AS, Donald Trump juga mengatakan hal yang sama melalui akun Twitternya.
"Kami telah menyetujui kesepakatan fase I yang begitu besar dengan China. Mereka sepakat untuk melakukan berbagai perubahan struktural dan pembelian besar-besaran terhadap produk pertanian, energi, dan manufaktur AS. Bea masuk dengan tarif 25% tetap tidak berubah, tetapi sisanya (turun) menjadi 7,5%.
Presiden AS ke-45 ini juga mengatakan bea masuk importasi produk dari China yang seharusnya berlaku pada 15 Desember resmi dibatalkan.
"Rencana pengenaan bea masuk baru pada 15 Desember tidak akan terjadi karena pada kenyataannya kami sudah membuat kesepakatan. Kami akan memulai negosiasi untuk fase II sesegera mungkin, tidak menunggu setelah Pemilu 2020. Ini adalah kesepakatan yang luar biasa bagi kita semua. Terima kasih!" cuit Trump dalam utas (thread) di Twitter.
Meski demikian, pelaku pasar masih kurang sreg dengan kesepakatan dagang fase satu. Sebabnya, kesepakatan tersebut belum ada hitam di atas putih alias belum ditandatangani oleh kedua belah pihak, yang artinya belum akan berlaku.
Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, mengatakan kedua negara berencana untuk memformalisasi kesepakatan dagang tahap satu tersebut pada pekan pertama Januari 2020. Dalam kesepakatan fase satu, Lighthizer menyebutkan China berkomitmen membeli barang dan jasa AS senilai US$ 200 miliar dalam dua tahun ke depan.
Negeri Tiongkok juga akan membeli produk pertanian AS senilai US$ 32 miliar. Selain itu, China juga akan melakukan pembelian produk pertanian senilai US$ 5 miliar di luar angka-angka tersebut.
Meski AS-China sudah mencapai kesepakatan dagang, yang seharusnya menekan harga emas, tetapi nyatanya logam mulia ini masih cukup kuat. Harga emas ke depannya diprediksi akan mencapai level US$ 1.600/troy ons.
Analis Goldman Sachs, Mikhail Sprogis, menjadi salah satu yang memprediksi harga emas masih akan mencapai level US$ 1.600/troy ons. Alasannya ketika perekonomian global bangkit, maka mata uang utama lain juga akan menguat melawan dolar AS. Mata uang emerging market di Asia juga diprediksi menguat melawan greenback.
Harga emas dibanderol dengan dolar AS, ketika mata uang Paman Sam ini melemah maka harga emas akan menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lain sehingga permintaan bisa meningkat.
UBS Group AG juga memprediksi emas mencapai level yang belum pernah disentuh sejak Mei 2013 itu. UBS melihat Pemilihan Umum (Pemilu) AS pada tahun 2020 bisa memicu volatilitas emas. Selain itu sikap Presiden Trump yang sering berubah-ubah juga dapat memicu kenaikan harga emas.
"Siapa yang tahu apa yang akan dilakukan Presiden Trump selanjutnya, ia telah mengejutkan kita berulang kali. Kita juga akan melaksanakan Pemilu Presiden, jadi volatilitas di pasar akan tinggi, dan banyak noise" kata analis komoditas UBS, Giovanni Staunovo, sebagaimana dilansir Bloomberg.
Faktor lain yang membuat emas diprediksi akan kembali melesat adalah sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang tidak akan menaikkan suku bunga di tahun depan.
Mengutip Bloomberg, Direktur Citigroup Akash Doshi mengatakan peluang The Fed menaikkan suku bunga di tahun depan kecil, pertumbuhan ekonomi global masih akan menurun, inflasi masih lemah dan perang dagang sepertinya masih akan berlangsung.
Oleh karena itu The Fed kemungkinan memangkas suku bunga di tahun depan. Pemangkasan suku bunga tentunya akan berdampak positif bagi emas. Doshi memprediksi harga rata-rata emas dunia berada di level US$ 1.575/troy ons, dan berpotensi ke atas US$ 1.600/troy ons di akhir 2020.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Jangan Tunda, Yuk Mulai Investasi Emas
Pada pukul 20:39 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1,478,47/troy ons, menguat 0,2% di pasar spor, melansir data Refinitiv.
Seperti diketahui sebelumnya, pada Jumat malam AS dan China mengumumkan telah mencapai kesepakatan dagang fase I. Seperti diketahui sebelumnya, pada Jumat malam AS dan China mengumumkan telah mencapai kesepakatan dagang fase I. Presiden AS, Donald Trump juga mengatakan hal yang sama melalui akun Twitternya.
"Kami telah menyetujui kesepakatan fase I yang begitu besar dengan China. Mereka sepakat untuk melakukan berbagai perubahan struktural dan pembelian besar-besaran terhadap produk pertanian, energi, dan manufaktur AS. Bea masuk dengan tarif 25% tetap tidak berubah, tetapi sisanya (turun) menjadi 7,5%.
Presiden AS ke-45 ini juga mengatakan bea masuk importasi produk dari China yang seharusnya berlaku pada 15 Desember resmi dibatalkan.
"Rencana pengenaan bea masuk baru pada 15 Desember tidak akan terjadi karena pada kenyataannya kami sudah membuat kesepakatan. Kami akan memulai negosiasi untuk fase II sesegera mungkin, tidak menunggu setelah Pemilu 2020. Ini adalah kesepakatan yang luar biasa bagi kita semua. Terima kasih!" cuit Trump dalam utas (thread) di Twitter.
Meski demikian, pelaku pasar masih kurang sreg dengan kesepakatan dagang fase satu. Sebabnya, kesepakatan tersebut belum ada hitam di atas putih alias belum ditandatangani oleh kedua belah pihak, yang artinya belum akan berlaku.
Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, mengatakan kedua negara berencana untuk memformalisasi kesepakatan dagang tahap satu tersebut pada pekan pertama Januari 2020. Dalam kesepakatan fase satu, Lighthizer menyebutkan China berkomitmen membeli barang dan jasa AS senilai US$ 200 miliar dalam dua tahun ke depan.
Negeri Tiongkok juga akan membeli produk pertanian AS senilai US$ 32 miliar. Selain itu, China juga akan melakukan pembelian produk pertanian senilai US$ 5 miliar di luar angka-angka tersebut.
Meski AS-China sudah mencapai kesepakatan dagang, yang seharusnya menekan harga emas, tetapi nyatanya logam mulia ini masih cukup kuat. Harga emas ke depannya diprediksi akan mencapai level US$ 1.600/troy ons.
Analis Goldman Sachs, Mikhail Sprogis, menjadi salah satu yang memprediksi harga emas masih akan mencapai level US$ 1.600/troy ons. Alasannya ketika perekonomian global bangkit, maka mata uang utama lain juga akan menguat melawan dolar AS. Mata uang emerging market di Asia juga diprediksi menguat melawan greenback.
Harga emas dibanderol dengan dolar AS, ketika mata uang Paman Sam ini melemah maka harga emas akan menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lain sehingga permintaan bisa meningkat.
UBS Group AG juga memprediksi emas mencapai level yang belum pernah disentuh sejak Mei 2013 itu. UBS melihat Pemilihan Umum (Pemilu) AS pada tahun 2020 bisa memicu volatilitas emas. Selain itu sikap Presiden Trump yang sering berubah-ubah juga dapat memicu kenaikan harga emas.
"Siapa yang tahu apa yang akan dilakukan Presiden Trump selanjutnya, ia telah mengejutkan kita berulang kali. Kita juga akan melaksanakan Pemilu Presiden, jadi volatilitas di pasar akan tinggi, dan banyak noise" kata analis komoditas UBS, Giovanni Staunovo, sebagaimana dilansir Bloomberg.
Faktor lain yang membuat emas diprediksi akan kembali melesat adalah sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang tidak akan menaikkan suku bunga di tahun depan.
Mengutip Bloomberg, Direktur Citigroup Akash Doshi mengatakan peluang The Fed menaikkan suku bunga di tahun depan kecil, pertumbuhan ekonomi global masih akan menurun, inflasi masih lemah dan perang dagang sepertinya masih akan berlangsung.
Oleh karena itu The Fed kemungkinan memangkas suku bunga di tahun depan. Pemangkasan suku bunga tentunya akan berdampak positif bagi emas. Doshi memprediksi harga rata-rata emas dunia berada di level US$ 1.575/troy ons, dan berpotensi ke atas US$ 1.600/troy ons di akhir 2020.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Jangan Tunda, Yuk Mulai Investasi Emas
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular