Newsletter

Menanti Angin Sejuk Desember Untuk Bursa Saham Tanah Air

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
09 December 2019 06:07
Menanti Angin Sejuk Desember Untuk Bursa Saham Tanah Air
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepekan kemarin ditransaksikan menguat 0,93% ke 6.186,87. Bulan Desember menjadi bulan yang ditunggu-tunggu karena dikenal dengan bulan kemakmuran bursa saham tanah air.

Kinerja IHSG juga senada dengan beberapa bursa saham Asia yang ditransaksikan di zona hijau. Dalam sepekan, indeks Hang Seng menguat 0,2%, indeks Straits Times tumbuh 0,21% dan Shang Hai terapresiasi 1,26%.


Sementara itu dua indeks utama di bursa kawasan Asia yang mencatatkan pelemahan adalah indeks Kospi yang turun 0,48% dan indeks Nikkei yang terkoreksi 0,13%.

Kenaikan harga juga dialami di pasar surat utang pemerintah Indonesia. Dalam sepekan terakhir harga obligasi negara acuan tenor 10 tahun mengalami kenaikan. Hal tersebut tercermin dari penurunan imbal hasil (yield).

Di sisi lain mata uang Garuda juga berjaya ditutup menguat ke level Rp 14.035/US$ di hari terakhir perdagangan. Sepanjang minggu kemarin rupiah mengalami apresiasi 0,6%. Apresiasi terhadap dolar juga dialami oleh mata uang Asia lainnya : yuan menguat 0,05%, yen naik 0,36%, ringgit terapresiasi 0,48% dan dolar Singapura tumbuh 0,39%.

Pekan kemarin memang menjadi periode yang menggembirakan untuk pasar keuangan tanah air. Setelah investor asing membukukan penjualan bersih (net sell) senilai Rp 85 miliar di pasar reguler pada Kamis (5/12/2019), akhirnya asing mencatatkan aksi beli bersih pada Jumat (6/12/2019).

Bursa Efek Indonesia mencatat investor asing membukukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 516,8 miliar sepanjang pekan lalu. Aksi beli bersih secara besar-besaran dilakukan di hari terakhir perdagangan yang nilainya mencapai Rp 774,55 miliar. Sejak awal tahun investor asing masih membukukan aksi beli bersih sebesar Rp 41,7 triliun.

Walaupun sempat diwarnai kabar gonjang-ganjing terkait dinamika hubungan dagang AS-China, rilis data ekonomi kedua negara yang positif membuat investor masih memiliki nyali untuk membeli aset-aset berisiko seperti saham.

Perkembangan terbaru menunjukkan sektor manufaktur China masih ekspansif dan data pengangguran AS yang rendah. Dua faktor fundamental tersebut turut menjadi penyokong kenaikan harga aset-aset berisiko seperti saham.


Tak hanya itu, bulan Desember identik dengan bulan berkahnya IHSG. Secara historis fenomena ini terbukti dengan return IHSG yang terus-terusan positif dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.

Rata-rata imbal hasil bulanan IHSG periode Desember sejak 2009-2018 adalah 3,08%. Hal ini terkait dengan upaya window dressing yang terjadi di akhir tahun. Jika menggunakan data historis tersebut maka IHSG berpeluang untuk menguat menguji level psikologis 6.300.
Beralih ke Wall Street, tiga indeks utama bursa Paman Sam juga mengalami penguatan. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) mengalami kenaikan 0,84%. Pada periode yang sama indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite Index juga menguat masing-masing 1,03%.

Penguatan indeks bursa Wall Street dipicu oleh merebaknya kabar AS dan China yang semakin dekat dengan kesepakatan dagang tahap awal serta rilis data ekonomi Paman Sam yang positif.

Pada Rabu (4/12/2019), Trump menegaskan bahwa negosiasi dagang dengan China berlangsung sangat baik. “Diskusi berjalan dengan sangat baik dan kita lihat apa yang akan terjadi” terang presiden AS ke-45 tersebut saat pertemuan NATO di London, melansir Reuters.

Pernyataan tersebut juga diungkapkan oleh Penasihat Ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow. Mengutip CNBC International, Larry mengatakan “kesepakatan semakin dekat, bahkan lebih dekat dibanding pertengahan bulan November lalu”.

“Faktanya hampir setiap hari diskusi berlangsung dengan konstruktif. Kita semakin dekat dengan kesepakatan....tidak ada tenggat waktu yang mengikat secara sepihak. Namun tak dapat dipungkiri, 15 Desember akan menjadi tanggal yang penting apakah tarif akan dikenakan atau tidak” tambah Kudlow.

Pernyataan dua orang penting di AS tersebut kembali memupuk risk appetite investor. Walaupun sektor manufaktur AS masih terkontraksi, tetapi sektor tenaga kerja dan neraca dagang AS menunjukkan hal yang berbeda.

Biro Statistik Tenaga Kerja AS mencatat peningkatan penciptaan lapangan kerja di sektor non-pertanian atau Non Farm Payroll bulan November yang meningkat dibanding bulan sebelumnya. Ada sebanyak 266.000 Non Farm Payroll pada November.

Angka tersebut jauh lebih tinggi dibanding konsensus yang berhasil dihimpun oleh Tim Riset CNBC Indonesia yang memprediksi hanya tumbuh 180.000 saja untuk periode November. Angka tersebut juga jauh lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya yang hanya sebanyak 156.000 saja.

Defisit neraca dagang AS bulan Oktober mencapai US$ 47,2 miliar mengecil dibanding bulan sebelumnya. Defisit neraca dagang dengan China pun membaik dari US$ 31,6 miliar pada September menjadi US$ 31,3 pada Oktober.

Angka Oktober menjadi yang terendah sejak Juni. Dua sentimen tersebut setidaknya memberikan tenaga untuk ketiga indeks utama Wall Street bangkit setelah mengalami keterpurukan sejak akhir bulan lalu. Memasuki awal perdagangan pekan ini, pelaku pasar perlu mencermati berbagai sentimen domestik maupun global yang mempengaruhi pergerakan harga aset ekuitas tanah air.

Pertama, investor perlu mencermati kelanjutan drama perang dagang antara Washington dan Beijing. Kisruh yang berlangsung dalam kurun waktu 17 bulan terakhir memiliki dampak nyata terhadap laju perekonomian global.

Konflik dagang menjadi pemicu utama turunnya volume perdagangan dan arus investasi global. Dana Moneter Internasional (IMF) sampai memangkas tiga kali laju pertumbuhan ekonomi global untuk tahun ini. Terakhir IMF meramal pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2019 akan berada di angka 3%.

Walau Presiden AS Donald Trump mengatakan negosiasi yang berlangsung berjalan sangat baik dan konstruktif, China masih bersikukuh untuk menghapus pengenaan tarif yang berlaku efektif 15 Desember sebagai bagian dari kesepakatan dagang fase-I.

Gedung Putih juga menyebut AS tidak terburu-buru untuk segera menandatangani kesepakatan dagang tahun ini. Bahkan presiden AS ke-45 tersebut juga mengatakan kesepakatan dagang dapat terjadi setelah Pemilu AS November tahun depan.

Jika dalam negosiasi AS apa yang diinginkan Trump tidak tercapai, tak menutup kemungkinan taipan properti Paman Sam itu akan meninggalkan meja perundingan dan kesepakatan berpotensi molor. Apalagi data ekonomi AS yang positif dinilai semakin menguatkan bargaining power AS dalam perundingan.

Masih terkait konflik dagang AS-China, terakhir Trump dibuat murka karena Bank Dunia memberikan pinjaman lunak US$ 1,5 miliar dengan bunga rendah pada China. Tak hanya Trump, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin juga berpendapat bahwa dengan kekuatan ekonomi sebesar itu, China tak layak dapat pinjaman lunak.

Dinamika hubungan AS dan China masih diwarnai dengan aksi tarik ulur. Masih ada risiko ketidakpastian di sana apakah keduanya akan memasuki babak baru dalam konteks yang lebih positif atau negatif atau bahkan terus berkutat di situ saja.


Baca : 'Mungkin Gak Ya AS-China Bakalan Damai Akhir Tahun ini?' Sentimen yang kedua yang juga perlu dicermati investor adalah terkait pemakzulan Donald Trump. Belum tuntas urusan dagang dengan China kini Trump tersandung masalah internal.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS Nancy Pelosi kini memberi lampu hijau pada Komite DPR untuk menyusun pasal-pasal pelengseran Trump pada Kamis pekan lalu. Bahkan ia memberi tenggat waktu hingga 12 Desember ini. 

Trump dituduh melakukan penyalahgunaan kekuasaan untuk menjegal lawan politiknya Joe Biden di Pemilu AS yang akan dilangsungkan pada November 2020. Nancy megatakan hasil investigasi selama dua bulan terakhir menunjukkan bahwa Trump jelas melanggar sumpah jabatannya menggunakan bantuan asing untuk membantu memenangkan pemilu 2020.

"Mengizinkan Tuan Trump untuk terus menjabat tanpa obat, akan membahayakan republik kita. Kesalahannya menyerang jantung Konstitusi kita," kata Pelosi dalam pidato resmi yang disampaikan dengan latar belakang bendera Amerika di Capitol.

“Demokrasi kita dipertaruhkan. Presiden tidak meninggalkan pilihan bagi kita selain bertindak karena dia mencoba merusak, sekali lagi, pemilihan untuk keuntungannya sendiri." tambah Nancy melansir The Washington Post. Kabar ini jelas mencerminkan AS lagi-lagi terkena goncangan dan tak hanya terpapar risiko ekonomi tetapi juga politik.

Baca'Perang Dagang Tak Laku, Sekarang Lagi Panas Pemakzulan Trump'

Sentimen ketiga datang dari dalam negeri, aksi bersih-bersih BUMN a la Menteri Erick Thohir juga akan jadi sentimen yang mewarnai pasar pekan ini. Belum genap dua bulan menjabat Erick telah melakukan berbagai macam gebrakan di tubuh BUMN.

Mulai dari membentuk satgas proyek kereta cepat Jakarta Bandung, membereskan anak perusahaan BUMN yang tidak memiliki core bisnis yang sama dengan induk, mengangkat Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai Komut Pertamina dan ex ketua KPK Chandra Hamzah jadi bos BTN, memangkas jabatan deputi di kementerian BUMN hingga memberhentikan jajaran direksi Garuda yang terlibat dalam skandal penyelundupan moge Harley Davidson dan sepeda Brompton.

Tak sampai di situ saja, baru-baru ini pria berusia 49 tahun tersebut juga menetapkan aturan baru yang melarang BUMN untuk membagikan atau memberikan suvenir dalam setiap penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Hal tersebut tertulis dalam Surat Edaran Menteri Badan Usaha Milik Negara SE-8/MBU/12/2019.

Hari ini akan dilangsungkan RUPSLB Bank Mandiri dengan agenda dengan mata acara perubahan susunan pengurus perseroan. Salah satu rencana yang mengemuka adalah penunjukan direktur utama Bank Mandiri setelah Kartika Wirjoatmodjo yang didaulat menjadi Wakil Menteri BUMN. Ternyata ada agenda lainnya yang disiapkan, yakni penggantian komisaris perusahaan.

Langkah demi langkah yang dilakukan untuk meningkatkan citra dan kinerja BUMN dilakukan oleh Erick mampu menjadi sentimen positif untuk saham-saham emiten BUMN.

Baca'Simak! Inilah Sederet Gebrakan Erick Thohir Benahi BUMN' Berikut adalah rilis data ekonomi dari berbagai negara dunia yang rilis hari ini dan perlu investor cermati :
• Pembacaan final angka pertumbuhan ekonomi Jepang Q3-2019 (06.50 WIB)
• Rilis data transaksi berjalan Jepang bulan Oktober (06.50 WIB)
• Rilis data ekspekasi angka inflasi konsumen AS bulan November (11.00 WIB)

Berikut adalah agenda korporasi yang dijadwalkan berlangsung hari ini :
• RUPSLB PT Siloam International Hospitals Tbk (08.30 WIB)
• RUPSLB PT Buana Finance Tbk (10.00 WIB)
• RUPSLB PT Bank Mandiri Tbk (14.00 WIB)
• RUPSLB PT Capitol Nusantara Tbk (14.00 WIB)

Berikut adalah indikator perekonomian nasional :

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (3Q-2019 YoY)

5,02%

Inflasi (November 2019 YoY)

3%

BI 7-Day Reverse Repo Rate (Oktober 2019)

5%

Defisit anggaran (APBN 2019)

-1,84% PDB

Transaksi berjalan (3Q-2019)

-2,7% PDB

Neraca pembayaran (3Q-2019)

-US$ 46 juta

Cadangan devisa (November 2019)

US$ 126,6 miliar



TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular