
Dear BI, Tahun Depan Suka yang Longgar atau yang Ketat Nih?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 November 2019 12:11

Bagaimana dengan faktor di dalam negeri? Apakah memungkinkan bagi BI untuk mengubah arah kebijakan?
Dari sisi pertumbuhan ekonomi, sepertinya ada harapan perbaikan. Pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 mengasumsikan pertumbuhan ekonomi di angka 5,3%. Sementara proyeksi Bank Dunia dan IMF masing-masing ada di 5,1%. Lebih baik ketimbang perkiraan pencapaian 2019.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga sepertinya masih stabil di kisaran 5% karena inflasi yang terjaga rendah. APBN 2020 mengasumsikan inflasi sebesar 3,1%, sama seperti perkiraan realisasi 2019 versi BI.
Investasi juga sepertinya menunjukkan tanda-tanda pemulihan setelah sempat terkontraksi (tumbuh negatif) empat kuartal beruntun. Usainya proses Pemilu membuat investor bisa lebih tenang menanamkan modal di Indonesia tanpa khawatir dengan risiko politik. Tidak ada lagi wait and see.
Tantangannya memang masih di ekspor. Ini akan sangat ditentukan oleh perkembangan perang dagang AS-China. Jika Washington dan Beijing masih saling hambat, saling berbalas menerapkan bea masuk, maka rantai pasok global belum akan pulih sehingga sulit mengandalkan ekspor untuk memberikan kontribusi terhadap pembentukan PDB.
Sekarang memang ada harapan AS-China bisa mencapai kesepakatan damai dagang Fase I. Namun karena dinamika di Hong Kong, ada kemungkinan kedua negara kembali berseteru.
Meski begitu, secara umum ada peluang ekonomi Indonesia membaik tahun depan. Oleh karena itu, kebutuhan untuk stimulus moneter berkurang sehingga menurunkan peluang penurunan BI 7 Day Reverse Repo Rate lebih lanjut.
Kemudian dari sisi transaksi berjalan, juga sepertinya ada perbaikan. Bank Dunia memperkirakan defisit transaksi berjalan sepanjang 2019 adalah 2,8% PDB dan tahun depan turun jadi 25% PDB.
"Dengan perdagangan dunia yang masih melambat, sepertinya aktivitas ekspor maupun impor masih lemah dalam waktu dekat. Ini membuka ruang bagi perbaikan transaksi berjalan. Ditambah lagi ada beberapa kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk mengendalikan impor seperti B20, kenaikan Pajak Penghasilan (PPh) impor), serta penggunaan produksi minyak untuk dalam negeri," demikian dikutip dari laporan Bank Dunia.
So, dengan inflasi yang landai, pertumbuhan ekonomi yang membaik, plus defisit transaksi berjalan yang menipis, ada alasan kuat bagi BI untuk mulai meninggalkan kebijakan akomodatif pada 2020. Sepertinya akan sulit untuk berharap suku bunga acuan bisa turun lagi.
Tahun depan rasanya BI mulai suka yang ketat-ketat nih...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/dru)
Dari sisi pertumbuhan ekonomi, sepertinya ada harapan perbaikan. Pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 mengasumsikan pertumbuhan ekonomi di angka 5,3%. Sementara proyeksi Bank Dunia dan IMF masing-masing ada di 5,1%. Lebih baik ketimbang perkiraan pencapaian 2019.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga sepertinya masih stabil di kisaran 5% karena inflasi yang terjaga rendah. APBN 2020 mengasumsikan inflasi sebesar 3,1%, sama seperti perkiraan realisasi 2019 versi BI.
Investasi juga sepertinya menunjukkan tanda-tanda pemulihan setelah sempat terkontraksi (tumbuh negatif) empat kuartal beruntun. Usainya proses Pemilu membuat investor bisa lebih tenang menanamkan modal di Indonesia tanpa khawatir dengan risiko politik. Tidak ada lagi wait and see.
Tantangannya memang masih di ekspor. Ini akan sangat ditentukan oleh perkembangan perang dagang AS-China. Jika Washington dan Beijing masih saling hambat, saling berbalas menerapkan bea masuk, maka rantai pasok global belum akan pulih sehingga sulit mengandalkan ekspor untuk memberikan kontribusi terhadap pembentukan PDB.
Sekarang memang ada harapan AS-China bisa mencapai kesepakatan damai dagang Fase I. Namun karena dinamika di Hong Kong, ada kemungkinan kedua negara kembali berseteru.
Meski begitu, secara umum ada peluang ekonomi Indonesia membaik tahun depan. Oleh karena itu, kebutuhan untuk stimulus moneter berkurang sehingga menurunkan peluang penurunan BI 7 Day Reverse Repo Rate lebih lanjut.
Kemudian dari sisi transaksi berjalan, juga sepertinya ada perbaikan. Bank Dunia memperkirakan defisit transaksi berjalan sepanjang 2019 adalah 2,8% PDB dan tahun depan turun jadi 25% PDB.
"Dengan perdagangan dunia yang masih melambat, sepertinya aktivitas ekspor maupun impor masih lemah dalam waktu dekat. Ini membuka ruang bagi perbaikan transaksi berjalan. Ditambah lagi ada beberapa kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk mengendalikan impor seperti B20, kenaikan Pajak Penghasilan (PPh) impor), serta penggunaan produksi minyak untuk dalam negeri," demikian dikutip dari laporan Bank Dunia.
So, dengan inflasi yang landai, pertumbuhan ekonomi yang membaik, plus defisit transaksi berjalan yang menipis, ada alasan kuat bagi BI untuk mulai meninggalkan kebijakan akomodatif pada 2020. Sepertinya akan sulit untuk berharap suku bunga acuan bisa turun lagi.
Tahun depan rasanya BI mulai suka yang ketat-ketat nih...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/dru)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular