
Analisis
Kalau AS-China Kompak, Jangan Berharap Emas Akan Menguat
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 November 2019 13:58

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia kembali melemah pada perdagangan Senin ini (18/11/19) melanjutkan pelemahan perdagangan pada Jumat pekan lalu.
Pada pukul 13:39 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.464,51/troy ons, melemah 0,18% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Tekanan turun bagi harga emas kini cukup kuat setelah Amerika Serikat (AS) dan China terlihat kompak dalam memberikan update terbaru perundingan dagang kedua negara.
Penasihat ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow, pada Kamis waktu AS, menyatakan bahwa negosiasi dengan Beijing berjalan konstruktif, dan mengatakan dua raksasa ekonomi dunia ini akan mencapai kesepakatan dalam waktu dekat setelah melakukan perundingan intensif melalui telepon.
Minggu kemarin giliran media China, Xinhua, yang mengatakan jika pembicaraan level tinggi kedua negara melalui telepon berlangsung konstruktif.
Meski demikian, Xinhua tidak memberikan detail sejauh mana isu-isu penting yang sudah diselesaikan, serta kapan kesepakatan dagang akan diteken. Hal inilah yang menyebabkan pelaku pasar enggan berekpektasi berlebihan. Tetapi jika sampai terjadi penandatangan kesepakatan dagang dalam tekanan, maka emas berpotensi mengalami aksi jual hebat.
Ketika dua raksasa ekonomi ini menghentikan perang dagang, kondisi ekonomi global diprediksi bisa bangkit, hal tersebut tentunya membuat investor memburu aset-aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi. Emas merupakan aset aman (safe haven) yang tidak memberikan imbal hasil, sehingga menjadi tidak menarik lagi.
Tren kenaikannya harga emas dunia diprediksi sudah berakhir oleh Chief Commodities Economist di Capital Economics, Caroline Bain. Capital Economics merupakan lembaga riset makroekonomi ternama yang berbasis di London.
Melansir kitco.com, Bain memproyeksikan harga emas dunia berada di kisaran US$ 1.350/troy ons di akhir 2020. "Tren kenaikan harga emas sudah berakhir," ujarnya.
Untuk tahun 2021, harga emas diprediksi masih akan turun lagi ke kisaran US$ 1.250/troy ons.
Capital Economics memprediksi di tahun depan pertumbuhan ekonomi global akan membaik, yang membuat selera terhadap risiko (risk appetite) pelaku pasar meningkat, dampaknya emas tidak akan menarik lagi. Bain mengatakan "investasi terbaik" untuk tahun depan bukan logam mulia.
Ketika tren kenaikan harga emas berakhir, maka aksi jual yang akan segera tiba. Hal tersebut diprediksi oleh ahli strategi komoditas dari TD Securities, Ryan McKay.
Menurut McKay, trader mengamati US$ 1.480/oz, di mana emas bertahan di atas level tersebut dalam beberapa pekan terakhir. Kini level tersebut sudah dilewati, hal tersebut dikatakan menyiratkan kenaikan harga emas belakangan ini sudah mendekati akhir.
"Kita melihat rally di aset berisiko, dolar menguat dan saham-saham mencapai rekor tertinggi. Masih banyak posisi beli (long) emas dalam beberapa bulan terakhir, dan kita mulai melihat posisi itu dilikuidasi (dijual)" kata McKay sebagaimana dilansir CNBC International.
Pada pukul 13:39 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.464,51/troy ons, melemah 0,18% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Tekanan turun bagi harga emas kini cukup kuat setelah Amerika Serikat (AS) dan China terlihat kompak dalam memberikan update terbaru perundingan dagang kedua negara.
Minggu kemarin giliran media China, Xinhua, yang mengatakan jika pembicaraan level tinggi kedua negara melalui telepon berlangsung konstruktif.
Meski demikian, Xinhua tidak memberikan detail sejauh mana isu-isu penting yang sudah diselesaikan, serta kapan kesepakatan dagang akan diteken. Hal inilah yang menyebabkan pelaku pasar enggan berekpektasi berlebihan. Tetapi jika sampai terjadi penandatangan kesepakatan dagang dalam tekanan, maka emas berpotensi mengalami aksi jual hebat.
Ketika dua raksasa ekonomi ini menghentikan perang dagang, kondisi ekonomi global diprediksi bisa bangkit, hal tersebut tentunya membuat investor memburu aset-aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi. Emas merupakan aset aman (safe haven) yang tidak memberikan imbal hasil, sehingga menjadi tidak menarik lagi.
Tren kenaikannya harga emas dunia diprediksi sudah berakhir oleh Chief Commodities Economist di Capital Economics, Caroline Bain. Capital Economics merupakan lembaga riset makroekonomi ternama yang berbasis di London.
Melansir kitco.com, Bain memproyeksikan harga emas dunia berada di kisaran US$ 1.350/troy ons di akhir 2020. "Tren kenaikan harga emas sudah berakhir," ujarnya.
Untuk tahun 2021, harga emas diprediksi masih akan turun lagi ke kisaran US$ 1.250/troy ons.
Capital Economics memprediksi di tahun depan pertumbuhan ekonomi global akan membaik, yang membuat selera terhadap risiko (risk appetite) pelaku pasar meningkat, dampaknya emas tidak akan menarik lagi. Bain mengatakan "investasi terbaik" untuk tahun depan bukan logam mulia.
Ketika tren kenaikan harga emas berakhir, maka aksi jual yang akan segera tiba. Hal tersebut diprediksi oleh ahli strategi komoditas dari TD Securities, Ryan McKay.
Menurut McKay, trader mengamati US$ 1.480/oz, di mana emas bertahan di atas level tersebut dalam beberapa pekan terakhir. Kini level tersebut sudah dilewati, hal tersebut dikatakan menyiratkan kenaikan harga emas belakangan ini sudah mendekati akhir.
"Kita melihat rally di aset berisiko, dolar menguat dan saham-saham mencapai rekor tertinggi. Masih banyak posisi beli (long) emas dalam beberapa bulan terakhir, dan kita mulai melihat posisi itu dilikuidasi (dijual)" kata McKay sebagaimana dilansir CNBC International.
Next Page
Analisis Teknikal Harga Emas Dunia
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular