
Analisis
Akhirnya di Atas US$ 1.500/oz Lagi, Emas Masih Bisa Naik?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 October 2019 13:43

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia akhirnya menembus ke atas US$ 1.500/troy ons pada perdagangan Kamis kemarin, dan masih bertahan hingga hari ini, Jumat (25/10/19).
Semakin menguatnya peluang pemangkasan suku bunga di Amerika Serikat (AS) menjadi sentimen yang membuat harga emas mampu menembus level psikologis tersebut.
Berdasarkan data dari piranti FedWatch milik CME Group, pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 93,5% bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB).
Probabilitas tersebut terus bertahan di atas 90% setelah rilis data ekonomi AS yang mengecewakan Kamis malam kemarin.
Departemen Perdagangan AS melaporkan pada pesanan barang tahan lama AS turun 1,1% di bulan September secara month-on-month (MoM). Sementara, pesanan barang tahan lama inti (tak memasukkan sektor transportasi) turun 0,3% MoM. Penurunan tersebut lebih buruk dari prediksi Forex Factory masing-masing pada 0,5% dan 0,2%.
Selain itu, hubungan AS-China yang kembali terlihat merenggang juga membuat pelaku pasar kembali ragu akan ditandatanganinya kesepakatan dagang antara kedua belah pihak. Emas sekali lagi mendapat keuntungan dari hal tersebut.
Mengutip Bloomberg yang mendapatkan informasi dari pihak-pihak yang mengetahui masalah tersebut, China berniat untuk meningkatkan pembelian produk agrikultur asal AS senilai US$ 20 miliar dalam waktu satu tahun jika kesepakatan dagang tahap satu dengan AS bisa diteken.
Hal ini jelas berpotensi menimbulkan masalah baru. Pasalnya, AS menyebut bahwa kesepakatan dagang tahap satu dengan China akan memasukkan komitmen dari Beijing untuk menambah pembelian produk agrikultur asal AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar per tahun (bukan US$ 20 miliar seperti yang saat ini diberitakan).
Meski demikian, tren penguatan harga emas diprediksi sudah berakhir oleh Capital Economics. Lembaga riset makroekonomi ternama yang berbasis di London ini bahkan memprediksi harga emas akan merosot dua tahun ke depan.
Melansir kitco.com, chief commodities economist di Capital Economics, Caroline Bain memproyeksikan harga emas dunia berada di kisaran US$ 1.350/troy ons di akhir 2020. "Tren kenaikan harga emas sudah berakhir," ujarnya.
Untuk tahun 2021, harga emas diprediksi masih akan turun lagi ke kisaran US$ 1.250/troy ons. Sementara untuk akhir tahun ini, harga emas diprediksi akan berada di kisatan US$ 1.500/troy ons. "Di tahun ini, harga emas diuntungkan oleh ketidakpastian ekonomi, peningkatan tensi geopolitik, serta pemangkasan suku bunga di AS" kata Bain.
Capital Economics memprediksi di tahun depan pertumbuhan ekonomi global akan membaik, yang membuat selera terhadap risiko (risk appetite) pelaku pasar meningkat, dampaknya emas tidak akan menarik lagi. Bain mengatakan "investasi terbaik" untuk tahun depan bukan logam mulia.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Semakin menguatnya peluang pemangkasan suku bunga di Amerika Serikat (AS) menjadi sentimen yang membuat harga emas mampu menembus level psikologis tersebut.
Berdasarkan data dari piranti FedWatch milik CME Group, pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 93,5% bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB).
Departemen Perdagangan AS melaporkan pada pesanan barang tahan lama AS turun 1,1% di bulan September secara month-on-month (MoM). Sementara, pesanan barang tahan lama inti (tak memasukkan sektor transportasi) turun 0,3% MoM. Penurunan tersebut lebih buruk dari prediksi Forex Factory masing-masing pada 0,5% dan 0,2%.
Selain itu, hubungan AS-China yang kembali terlihat merenggang juga membuat pelaku pasar kembali ragu akan ditandatanganinya kesepakatan dagang antara kedua belah pihak. Emas sekali lagi mendapat keuntungan dari hal tersebut.
Mengutip Bloomberg yang mendapatkan informasi dari pihak-pihak yang mengetahui masalah tersebut, China berniat untuk meningkatkan pembelian produk agrikultur asal AS senilai US$ 20 miliar dalam waktu satu tahun jika kesepakatan dagang tahap satu dengan AS bisa diteken.
Hal ini jelas berpotensi menimbulkan masalah baru. Pasalnya, AS menyebut bahwa kesepakatan dagang tahap satu dengan China akan memasukkan komitmen dari Beijing untuk menambah pembelian produk agrikultur asal AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar per tahun (bukan US$ 20 miliar seperti yang saat ini diberitakan).
Meski demikian, tren penguatan harga emas diprediksi sudah berakhir oleh Capital Economics. Lembaga riset makroekonomi ternama yang berbasis di London ini bahkan memprediksi harga emas akan merosot dua tahun ke depan.
Melansir kitco.com, chief commodities economist di Capital Economics, Caroline Bain memproyeksikan harga emas dunia berada di kisaran US$ 1.350/troy ons di akhir 2020. "Tren kenaikan harga emas sudah berakhir," ujarnya.
Untuk tahun 2021, harga emas diprediksi masih akan turun lagi ke kisaran US$ 1.250/troy ons. Sementara untuk akhir tahun ini, harga emas diprediksi akan berada di kisatan US$ 1.500/troy ons. "Di tahun ini, harga emas diuntungkan oleh ketidakpastian ekonomi, peningkatan tensi geopolitik, serta pemangkasan suku bunga di AS" kata Bain.
Capital Economics memprediksi di tahun depan pertumbuhan ekonomi global akan membaik, yang membuat selera terhadap risiko (risk appetite) pelaku pasar meningkat, dampaknya emas tidak akan menarik lagi. Bain mengatakan "investasi terbaik" untuk tahun depan bukan logam mulia.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular