
Awas! Cash is The King Jilid II, Emas Bisa ke Bawah US$ 1.800

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia menguat di perdagangan Senin (18/1/2021), tetapi sempat merosot pagi tadi. Dolar Amerika Serikat (AS) yang terus menguat membuat harga emas dunia tertekan, bahkan muncul isu cash is the king jilid II, sebab mayoritas bursa saham utama di berbagai dunia mengalami penurunan.
Pada pukul 15:53 WIB, harga emas diperdagangkan di US$ 1.834/troy ons, menguat 0,46% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Pagi tadi, logam mulia ini sempat merosot 0,91% ke US$ 1.809,9/troy ons, yang merupakan level terendah sejak 2 Desember lalu.
Di awal tahun ini, harga emas sempat melesat naik hingga nyaris menyentuh US$ 1.960/troy ons pada Januari lalu. Namun di hari itu juga emas merosot dan terus berlanjut hingga hari ini. Dari level tersebut hingga level terlemah hari ini, artinya emas jeblok sekitar 7,5%.
Sepanjang pekan lalu, harga emas merosot 1,2%, pada periode yang sama bursa saham AS juga berguguran.
Melansir data Refinitiv, indeks S&P 500 sepanjang pekan lalu merosot 1,48% ke 3.768,25, turun dari rekor tertinggi sepanjang masa 3.826,69, yang dicapai pada 8 Januari lalu. Indeks Dow Jones juga menjauhi rekor yang dicapai 2 minggu lalu, setelahnya melemah 0,91% ke 30.814,26 pada pekan kedua Januari 2021.
Hal yang sama juga terjadi pada indeks saham teknologi, Nasdaq, pada pekan lalu merosot 1,54% ke 12.998,502, menjauh dari rekornya 13.208,09.
Penurunan emas dan bursa saham tersebut terjadi saat indeks dolar AS menguat sehingga muncul isu cash is the king jilid II. Artinya pelaku pasar lebih suka memegang uang tunai ketimbang aset-aset lainnya baik itu aset aman (safe haven) seperti emas maupun aset berisiko seperti saham. Tetapi bulan sembarang uang tunai, hanya dolar AS.
Sepanjang pekan lalu, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS menguat 0,75% ke 90,772, yang merupakan level tertinggi sejak 21 Desember.
Fenomena cash is the king pernah terjadi pada bulan Maret lalu saat penyakit akibat virus corona (Covid-19) dinyatakan sebagai pandemi. Saat itu terjadi kepanikan di pasar, semua aset mulai saham hingga emas mengalami aksi jual masif, dan dolar AS meroket.
Pada 9 Maret, harga emas menyentuh US$ 1.702.56/troy ons, yang merupakan level tertinggi lebih dari 8 tahun, tepatnya sejak 18 Desember 2012. Level tertinggi tersebut menjadi awal kejatuhan harga emas, aksi jual menggila dalam 5 hari perdagangan berselang. Pada 16 Maret, emas menyentuh level US$ 1.450,98/troy ons, atau ambrol nyaris 15% dari level tertinggi 8 tahun tersebut.
Saat ini, pengetatan pembatasan sosial serta karantina wilayah (lockdown) yang kembali marak terjadi di berbagai negara memicu kecemasan terhambatnya pemulihan ekonomi global. Alhasil dolar AS kembali menjadi incaran pelaku pasar, emas pun rontok.
Para analis juga melihat harga emas masih akan turun di pekan ini. Hal tersebut tercermin dari hasil survei mingguan yang dilakukan oleh Kitco.
Sebanyak 37,5% analis di Wall Street yang disurvei memberikan outlook bearish (tren turun), sementara 25% memberikan outlook bullish (tren naik), sisanya netral.
Namun, survei yang dilakukan terhadap pelaku pasar atau yang disebut Main Street menunjukkan hasil yang berbeda. Dari 1.701 partisipan, sebanyak 54,4% memberikan outlook bullish, 23,7% bearish, dan sisanya netral.
Stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun yang akan digelontorkan oleh Presiden AS terpilih, Joseph 'Joe' Biden menjadi salah satu alasan pasar masih melihat emas akan kembali naik.
Pada tahun lalu, stimulus fiskal senilai US$ 2 triliun yang digelontorkan pada bulan Maret menjadi salah satu pemicu melesatnya harga emas dunia hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah US$ 2.072,49/troy ons di bulan Agustus.
Jika stimulus US$ 1,9 triliun cair, maka emas akan memiliki bahan bakar lagi untuk mengguat.
"Perspektif ekonomi jangka pendek masih terlihat bermasalah, itulah sebabnya orang-orang takut dan kembali ke uang tunai. Pasar menjadi rentan. Namun saya melihat US$ 1.825 sebagai level support. Begitu Biden naik dan uang mulai mengalir, Saya sangat konstruktif terhadap [prospek] emas," kata Peter Hug, Direktur global trading Kitco Metals.
Hug melihat, jika emas melewati US$ 1.825/troy ons, maka harganya akan menurun ke US$ 1.800, selanjutnya ke US$ 1.875/troy ons. Prediksi Hug nyaris tepat, pagi tadi emas sudah ambrol mendekati US$ 1.800/troy ons.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Emas Berisiko Jeblok ke Bawah US$ 1.800
