
Duh! 3 Tahun Saham ISAT Amblas 55%, RI Sudah Tekor Rp 3,38 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Manajemen PT Indosat Tbk (ISAT) mengumumkan laporan terbaru kepemilikan saham per 30 September. Faktanya, ternyata kepemilikan saham tak banyak berubah setidaknya dalam 3 tahun terakhir. Pemerintah Republik Indonesia ternyata masih setia memiliki saham ISAT sebesar 14,29% atau setara dengan 776.625.000 saham Seri B.
Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa ini (15/10/2019), porsi saham mayoritas Seri B masih dimiliki oleh Ooredoo Asia Pte Ltd sebanyak 3.532.056.600 saham atau 65%, sisanya dipegang investor publik 20,71% atau sebanyak 1.125.251.900 saham.
Adapun saham Seri A yang hanya 1 saham dipegang oleh pemerintah RI. Saham Seri A adalah saham khusus yang dimiliki oleh Pemerintah dan mempunyai hak suara khusus.
Hak dan batasan yang berlaku pada saham Seri B juga berlaku bagi saham Seri A. Pemegang saham Seri A ini punyai hak veto untuk perubahan maksud dan tujuan perusahaan, penambahan modal tanpa hak memesan terlebih dahulu (private placement), merger, konsolidasi, akuisisi, dan pemisahan, pembubaran, kepailitan, dan likuidasi perusahaan.
Pemegang saham Seri A juga memiliki hak untuk menunjuk satu direktur dan satu komisaris perusahaan.
Lantas berapa keuntungan (atau kerugian) pemerintah dalam setidaknya 3 tahun terakhir di saham ISAT yang mayoritas dipegang investor asal Qatar ini?
Mengacu data BEI, harga saham ISAT pada perdagangan Selasa ini, pukul 10.31 WIB, naik 3,62% di level Rp 3.150/saham dan dalam 3 tahun terakhir saham ISAT justru amblas hingga 55%. Harga rata-rata saham ISAT saat ini di level Rp 3.136/saham.
Dengan kepemilikan saham pemerintah sebanyak 776.625.000 dan dengan harga rata-rata Rp 3.136/saham, maka nilai nominal saham pemerintah RI yakni Rp 2,44 triliun.
Data BEI menunjukkan, 3 tahun lalu, atau awal Oktober 2017, saham ISAT masih bergerak di level Rp 7.500/saham. Dengan asumsi harga demikian, tanpa adanya aksi korporasi rights issue (penerbitan saham baru) dan stock split (pemecahan nilai nominal), maka nilai saham pemerintah saat itu yakni Rp 5,82 triliun.
Dalam 3 tahun itu, berarti pemerintah mengalami potential loss (potensi kerugian) dari saham ISAT sebesar Rp 3,38 triliun atau amblas 58%. Data laporan keuangan Juni 2017 mencatat, saham pemerintah di ISAT tak berubah banyak yakni 776.624.999 saham.
ISAT lebih lama menyelenggarakan stock split 1:5 yakni dari nilai nominal Rp 500/saham menjadi Rp 100/saham pada 8 Maret 2004.
Pemerintah pertama kali masuk di ISAT pada 1980 ketika membeli perusahaan yang didirikan pada 10 November 1967 ini dari penjual yakni
American Cable and Radio Corporation, entitas anak dari International Telephone & Telegraph.
Setelah itu, ISAT diubah menjadi menjadi BUMN dan menjadi perusahaan telekomunikasi internasional pertama yang dibeli dan dimiliki 100%.
![]() |
Pada 1994, ISAT menjadi perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan New York Stock Exchange. Pemerintah Indonesia dan publik masing-masing memiliki 65% saham dan 35% saham.
Pada 2001, ISAT mengambilalih saham mayoritas Satelindo, operator selular dan SLI di Indonesia dan mendirikan PT Indosat Multimedia Mobile (IM3) sebagai pelopor jaringan GPRS dan layanan multimedia di Indonesia.
Pada 7 Februari 2003, laporan keuangan ISAT mencatat, perusahaan mendapat persetujuan dari BKPM untuk berubah status dari BUMN manjadi Penanaman Modal Asing.
Pada tahun itu juga, perusahaan bergabung dengan ketiga anak perusahaan yaitu, Satelindo, IM3, dan Bimagraha, untuk menjadi operator selular terkemuka di Indonesia.
Pada 2008, Qtel membeli saham Seri B sebanyak 24,19% dari publik sehingga menjadi pemegang saham mayoritas Indosat dengan kepemilikan sebesar 65%.
Selanjutnya Indosat dimiliki oleh Qatar Telecom (Qtel) atas nama Ooredoo Asia Pte. Ltd. (atau dahulu bernama Qtel Asia Pte. Ltd) sebesar 65%, pemerintah Indonesia 14,29%, dan publik 20,71%.
Pada 2015, Indosat resmi berganti nama menjadi Indosat Ooredoo hingga saat ini.
Sebelumnya, pada momen kampanye Pilpres 17 April silam, wacana buyback saham ISAT oleh pemerintah sempat ramai. Kala itu janji kembali membeli saham ISAT dilontarkan calon wakil presiden atau Cawapres Sandiaga Uno.
Sandiaga beralasan buyback perusahaan telekomunikasi yang dilepas pada era Presiden Megawati ini perlu dilakukan demi menopang program single identification number (SIN) KTP-el. Hingga kini, isu ini pun pudar.
(tas/hps) Next Article Ahmad Abdulaziz Ditunjuk Jadi Dirut Indosat
