Kenapa Merger Altria-Philip Morris Senilai Rp 2.600 T Kandas?

tahir saleh, CNBC Indonesia
26 September 2019 11:09
Kenapa Merger Altria-Philip Morris Senilai Rp 2.600 T Kandas?
Foto: Philip Morris/ REUTERS/Adnan Abidi

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana reuni merger perusahaan induk PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), Philip Morris International Inc (PMI) dengan Altria Group Inc, yang akan membentuk kapitalisasi pasar senilai US$ 187 miliar, setara Rp 2.618 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$) ini dikabarkan akhirnya kandas, Rabu kemarin (25/9/2019).

Apa sebenarnya yang terjadi sehingga dua raksasa rokok yang sebelumnya bersatu, lalu berpisah pada Maret 2008, kemudian berencana merger lagi ini batal?

Salah satu isu besar yang dihadapi terkait dengan batalnya mega merger ini adalah terganjal aturan ketat rokok elektrik (vape) yang dikeluarkan oleh otoritas Food & Drugs Administration (FDA) AS yang melarang rokok elektrik dengan kandungan rasa (flavored e-cigarettes).


Merger yang diperkirakan bernilai US$ 187 miliar atau versi Forbes sekitar US$ 200 miliar itu sempat terkatung-katung seiring dengan pengumuman FDA baru baru ini yang kian mengetatkan regulasi rokok elektrik di AS.

Bahkan Presiden AS Donald Trump memang sebelumnya berencana untuk menarik sebagian besar produk vape dari pasar karena meningkatnya kekhawatiran akan bahaya kesehatan dari menggunakan vape dan peningkatan penggunaan vape oleh remaja sebagai pengganti rokok.

FDA berencana melarang vape aroma buah yang populer beserta dengan rasa mentol dan mint. Hanya aroma tembakau yang akan diperbolehkan. Jika keputusan ini dijalankan, maka bisnis vape di AS akan terancam.

Tahun ini nilai penjualan vape di AS diperkirakan mencapai US$ 9 miliar. Bisnis ini didominasi oleh startup Juul Labs Inc, yang mengandalkan rasa mangga, mint dan rasa buah lainnya. Nah 35% saham Juul ini dipegang oleh Altria.


"Kami punya masalah di negara ini. Itu masalah baru. Namanya vaping, terutama karena vaping berkaitan dengan anak-anak yang tidak bersalah," ujar Donald Trump seperti dikutip dari Wall Street Journal, Kamis (12/9/2019).

Sebagai informasi, Altria, dalam situsnya, mengklaim sebagai perusahaan rokok terbesar di dunia. Situs resmi Altria juga mengungkapkan perusahaan ini adalah induk dari Philip Morris USA, U.S. Smokeless Tobacco Company, John Middleton, Nat Sherman, Ste. Michelle Wine Estates, dan Philip Morris Capital Corporation.

Bila merger digabung antara keduanya mengalahkan nilai kapitalisasi pasar British American Tobacco Plc.


LANJUT HALAMAN 2: Kedua raksasa rokok ini masuk ke rokok elektronik

Menurut Forbes, baik Altria maupun PMI sama-sama masuk dan berinvestasi di rokok elektronik guna mengimbangi penurunan penjualan rokok tradisional.

Altria membayar US$ 12,8 miliar atau Rp 179 triliun untuk 35% saham Juul tahun lalu, sementara PMI menginvestasikan lebih dari US$ 6 miliar atau Rp 84 triliun pada perangkat tembakau yang dipanaskan yang disebut Iqos.

Iqos ini adalah rokok yang memakai tenaga elektrik sebagai pemanas, tembakau pun dapat diuapkan, bukan dibakar sehingga tidak menimbulkan asap yang berlebihan.

Analis memproyeksikan bahwa larangan rokok elektronik dengan aroma sebetulnya bisa mendorong semakin pentingnya merger bagi Altria yang butuh akses global PMI untuk "mendistribusikan Juul ke pasar negara maju, yang semuanya memiliki berbagai peraturan dan regulasi," kata Analis riset CFRA, Garret Nelson, kepada New York Times, dikutip Forbes.

CEO PMI André Calantzopoulos mengatakan, "setelah banyak pertimbangan, kami sepakat untuk fokus meluncurkan Iqos di AS sebagai bagian dari kepentingan bersama untuk mencapai masa depan yang bebas rokok," katanya dilansir Forbes.


Diliputi penyakit di AS
Di lain pihak, di tengah batalnya rencana merger ini, Reuters melaporkan bahwa Kepala Eksekutif Juul Labs justru mengundurkan diri. Juul Labs, yang 35% sahamnya dipegang Altria, menghadapi pengawasan ketat di pasar dalam negeri ketika banyak remaja menggunakan rokok elektronik.

Menghadapi larangan AS, Juul kemudian berencana menangguhkan semua iklan di negara itu.

Baik Altria maupun PMI akhirnya mengumumkan akhir pembicaraan merger mereka dan akan fokus pada peluncuran bersama untuk produk pemanas tembakau Iqos di AS.

Sumber Reuters mengungkapkan batalnya merger karena risiko pengaturan soal Juul meningkat. Selain itu, Philip Morris juga prihatin dengan kinerja sahamnya, karena investor khawatir tentang ikatan merger dengan Altria akan memberi ketidakpuasan bagi investor.

Perangkat vape Juul, yang menguapkan cairan yang mengandung nikotin, dihantam dengan sejumlah larangan, sementara Iqos yang memanaskan tapi tidak membakar tembakau, merupakan teknologi saingan non-merokok, justru disahkan oleh FDA AS.

Namun, beberapa investor skeptis terhadap sinergi kedua perusahaan karena tingginya jumlah kematian dan penyakit terkait vaping yang dilaporkan di AS yang mungkin juga telah mengubah pemikiran dari para petinggi dua raksasa rokok dunia ini.

Sebelumnya dalam keterangan resmi, manajemen PMI memang sudah menegaskan bahwa tidak ada jaminan rencana merger ini terlaksana, dan memang benar: batal.

"Tidak ada jaminan bahwa perjanjian atau transaksi apa pun akan dihasilkan dari pembicaraan [dengan Altria] ini. Selain itu, tidak ada jaminan bahwa jika kesepakatan tercapai, bahwa transaksi akan [segera] selesai," tulis manajemen Philip Morris dalam keterangan yang diterima CNBC Indonesia, Rabu (28/8/2019).


(tas/hps) Next Article Jualan Rokok Turun, Laba HMSP Semester I-2020 Terjun 28%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular