Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Di pasar spot, rupiah bernasib serupa.
Pada Rabu (25/9/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.134. Rupiah melemah 0,34% dibandingkan posisi hari sebelumnya dan menyentuh titik terlemah sejak 6 September.
, rupiah juga tidak bergigi di hadapan dolar AS. Pada
di mana rupiah melemah 0,14%.
Kala pembukaan pasar, rupiah masih melemah tetapi tipis saja di 0,04%. Selepas itu rupiah semakin lemah dan dolar AS leluasa merambah kisaran Rp 14.100.
Namun depresiasi bukan monopoli rupiah, karena mayoritas mata uang utama Asia juga demikian. Hanya yuan China yang masih bisa menguat, itu pun sangat tipis sehingga bisa terpeleset ke zona merah kapan saja.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 10:08 WIB:
Sebenarnya data-data ekonomi di Negeri Paman Sam tidak berpihak kepada mata uangnya sendiri. Pertama, Indeks Keyakinan Konsumen AS versi Conference Board pada September diperkirakan sebesar 125,1. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 134,2.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik awal. Angka di atas 100 berarti konsumen optimistis dan siap berekspansi.
Terlihat bahwa sebenarnya konsumen AS masih pede. Namun tingkat keyakinannya menurun.
Kedua, indeks manufaktur edisi September terbitan Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) cabang Richmond tercatat -9. Jauh memburuk dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 1.
Artinya, para industriawan AS (utamanya di wilayah District od Columbia, Maryland, North Carolina, South Carolina, Virginia, dan West Virginia) tengah dirundung duka. Sub-indeks pengiriman turun dari 5 menjadi -14, sementara pemesanan baru (
new orders) turun dari 2 menjadi -14.
Ketiga, indeks harga rumah versi S&P CoreLogic Case-Shiller pada Juli naik 2%
year-on-year (YoY). Meski tumbuh, tetapi menjadi laju terlemah sejak Agustus 2012.
Data-data ini membuat pasar cukup yakin bahwa The Fed akan kembali menurunkan suku bunga acuan pada rapat 30 Oktober untuk menyuntikkan gairah ke perekonomian. Mengutip CME Fedwatch, kans penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75% adalah 59,9%.
Potensi penurunan suku bunga tentu bukan kabar baik bagi dolar AS. Sebab berinvestasi di dolar AS menjadi kurang menarik terutama di aset berpendapatan tetap seperti obligasi.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Akan tetapi, ternyata kemungkinan penurunan suku bunga acuan tidak membuat dolar AS gentar. Pada pukul 10:22 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi
greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) malah menguat 0,16%.
Ternyata pelaku pasar khawatir terhadap isu yang lebih besar lagi yaitu kemungkinan penggulingan (i
mpeachment) terhadap Presiden AS Donald Trump. US House of Representatives, yang dikuasai oleh kubu oposisi Partai Demokrat, berencana mengajukan permintaan resmi untuk mengusir Trump dari Gedung Putih.
Penyebabnya adalah panggilan telepon Trump ke Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy pada 25 Juli. Dalam pembicaraan tersebut, Trump meminta pemerintahan Zelenskiy untuk melakukan penyelidikan terhadap bisnis minyak keluarga Joe Biden di Ukraina. Sebagai imbalan, Trump menjanjikan bantuan sebesar hampir US$ 400 juta kepada negara pecahan Uni Soviet tersebut.
Biden, eks wakil presiden saat pemerintahan Barack Obama, adalah kandidat kuat dari Partai Demokrat untuk bertarung dengan Trump di Pemilihan Presiden 2020. Ditengarai langkah Trump adalah untuk menjegal Biden.
Namun mengadakan kontak dengan negara lain, apalagi sampai menjanjikan sesuatu, tentu membahayakan keamanan nasional. Jika tuduhan-tuduhan itu terbukti, maka Trump memang bisa dilengserkan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
"Presiden harus bertanggung jawab, tidak ada yang lebih tinggi dari hukum. Apa yang dilakukan oleh presiden adalah pelanggaran terhadap sumpah jabatan, pengkhianatan terhadap keamanan nasional, dan pengkhianatan terhadap integritas Pemilu," tegas Nancy Peslosi, Ketua House of Representatives, seperti diberitakan Reuters.
Namun, jalan menuju pemakzulan masih panjang. Apalagi hal itu harus mendapat persetujuan dari Senat. Sulit, karena Senat didominasi oleh Partai Republik yang mendukung pemerintah.
"Keputusan itu (permintaan pemakzulan) terlalu gegabah. Seharusnya menunggu bukti-bukti yang kuat terlebih dulu. Ini memberi konfirmasi bahwa prioritas Demokrat memang tidak membuat kehidupan rakyat AS menjadi lebih baik," kata Mitch McConnell, Ketua Senat AS, seperti diwartakan Reuters.
Trump sendiri berjanji untuk membuka transkrip percakapannya dengan Zelenskiy. Dia mengaku menyinggung tentang Biden dalam percakapan itu, tetapi tidak ada soal bantuan US$ 400 juta.
"Nanti kalau Anda mengetahui soal percakapan itu, Anda akan mengerti," ujar Trump di hadapan wartawan di sela-sela Sidang Umum PBB, seperti diberitakan Reuters.
Meski pemakzulan terhadap Trump sepertinya masih jauh dari pandangan, tetapi angin sudah semakin kencang bertiup ke arah sana. Perkembangan ini membuat investor agak grogi. Pasti, karena kalau sampai Trump dimakzulkan maka politik AS akan memanas dan itu menciptakan ketidakpastian baru.
Oleh karena itu, wajar jika investor enggan mengambil risiko. Lebih baik menunggu sampai ada kejelasan dari Washington sebelum mengambil langkah berikutnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA