Duh! Hantu Resesi Makin Menakutkan, Asing Bakal Kabur Lagi?

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
24 September 2019 07:04
Duh! Hantu Resesi Makin Menakutkan, Asing Bakal Kabur Lagi?
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dana asing kembali ditarik keluar pada pada perdagangan. Tampaknya tekanan jual tehadap asing di pasar saham domestik masih akan berlangsung.

Kemarin membukukan aksi jual bersih di pasar reguler dengan nilai bersih (net sell) Rp 289,74 miliar. Tekanan jual asing tersebut membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,41% ke level 6.206,2.

Artinya, sepanjang tahun berjalan, asing tercatat kabur dana dari pasar reguler dengan nilai jual bersih sebesar Rp 14,55 triliun. Pekan lalu investor asing dalam pekan ini membawa kabur dana Rp 2,62 triliun dari pasar reguler Bursa Efek Indonesia (BEI).



Namun jika dimasukkan transaksi nilai transaksi asing pasar negosiasi, tercatat masih membukukan beli bersih senilai Rp 49,15 triliun. Inflow tersebut dari transaksi M&A (merger dan akuisisi) PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) senilai Rp 52 triliun pada April lalu dan PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) senilai Rp 1,5 T pada Maret.

Aksi jual di pasar saham domestik kemarin dipicu kecemasan investor terkait kelanjutan hubungan dagang Amerika Serikat (AS) dan China.

Pada Jumat pekan kemarin (20/9/2019), negosiator dari China yang dipimpin oleh Wakil Menteri Pertanian Han Jun membatalkan kunjungan ke Nebraska, yang merupakan salah satu wilayah pertanian Negeri Paman Sam, dilansir dari CNBC International.

Sebelumnya pada hari Kamis, Menteri Perdagangan AS Sonny Perdue mengatakan bahwa kunjungan delegasi China ke ladang pertanian di AS dimaksudkan agar pihak China bisa membangun hubungan yang baik dengan para petani di AS.

Pihak Negeri Tiongkok sudah mencoba untuk meredam kekhawatiran pelaku pasar dengan menginformasikan bahwa pembatalan kunjungan tersebut tidak ada hubungan dengan dialog dagang antara AS dan China, seperti diberitakan China Business News, dikutip dari CNBC International.

Selain itu, Kementerian Perdagangan China juga menyampaikan pada akhir pekan kemarin bahwa perwakilan dagang kedua negara telah melangsungkan diskusi yang konstruktif di Washington akhir pekan lalu.

Akan tetapi, pelaku pasar tetap saja cemas karena tidak menutup kemungkinan pembatalan ini dapat kembali memicu ketegangan antara kedua negara.

Sebelumnya, Penasehat Gedung Putih Michael Pillsbury menyampaikan bahwa Presiden AS Donald Trump siap menaikkan tarif impor lagi jika kesepakatan dagang dengan China tidak segera tercapai, ia juga mengatakan tarif yang berlaku saat ini merupakan "level rendah", sebagaimana diberitakan South China Morning Post, dilansir dari CNBC International.

"Apakah presiden memiliki opsi untuk menaikkan tarif? Iya, tarif bisa dinaikkan lebih tinggi. Tarif saat ini masih rendah, dan bisa naik 50% atau 100%", ujar Pillsbury dalam sebuah wawancara di Hong Kong.

Hubungan dagang yang penuh dengan bom waktu tersebut, membuat pelaku pasar asing memilih mundur dari pasar keuangan Indonesia dan kembali beralih ke aset-aset aman (safe haven).

AS hari ini tidak lepas dari buruknya data aktivitas bisnis dari Benua Biru, yang semakin memicu kecemasan akan terjadinya resesi.

BERLANJUT KE HAL 2 >>>
Selain itu ketakutan resesi di Eropa mulai terasa. Raksasa ekonomi Jerman dan Perancis hari ini melaporkan data aktivitas bisnis yang terdiri dari sektor manufaktur dan jasa.

Indeks ini merupakan hasil survei dari manajer pembelian sehingga disebut juga purchasing managers' index (PMI). Angka 50 menjadi ambang batas, di atas 50 menunjukkan ekspansi atau peningkatan aktivitas, sementara di bawah 50 menunjukkan kontraksi atau aktivitas yang memburuk.

Jerman sebagai negara dengan nilai ekonomi terbesar di zona euro dan Eropa dilaporkan mengalami kontraksi sektor manufaktur dalam sembilan beruntun. Markit melaporkan manufaktur PMI bulan September sebesar 41,4, turun dari bulan sebelumnya 43,5.

Sementara sektor jasa meski masih berekspansi mengalami pelambatan menjadi 52,5 dari sebelumnya 54,8.

Sementara Perancis, negara dengan ekonomi terbesar kedua di zona euro juga dilaporkan mengalami pelambatan aktivitas bisnis. Sektor manufaktur dilaporkan melambat menjadi 50,3 dari sebelumnya 51,1, sementara sektor jasa melambat menjadi 51,6 dari sebelumnya 53,4.

Pelambatan yang terjadi di dua raksasa tersebut membuat zona euro secara keseluruhan juga terkena dampaknya. Aktivitas manufaktur melambat dalam delapan bulan beruntun. Di bulan September Markit melaporkan angka indeks di level 45,6, turun dari sebelumnya 47,0. Sektor jasa juga melambat menjadi 52,5, dari sebelumnya 54,8.

Rilis data tersebut memicu kecemasan akan terjadinya resesi di Eropa, apalagi pertumbuhan ekonomi Jerman sudah berkontraksi 0,1% quarter-on-quarter di kuartal II lalu. Jika kembali mengalami kontraksi di kuartal III, maka Jerman akan mengalami resesi teknikal.

Berbeda dengan Eropa, aktivitas manufaktur AS malah menunjukkan peningkatan ekspansi. Markit melaporkan indeks aktivitas manufaktur bulan September sebesar 51,0, naik dari bulan sebelumnya 50,3. Namun data tersebut belum sanggup membuat Wall Street berbalik menguat, hanya mampu memangkas pelemahannya.

[Gambas:Video CNBC]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular