Newsletter

Demo Makin Marak, Resesi Global Kian Nyata

Yazid Muamar, CNBC Indonesia
24 September 2019 06:15
Demo Makin Marak, Resesi Global Kian Nyata

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia didera pelemahan pada perdagangan hari ke-2 pekan ini, Selasa (24/9/2019). Pasar saham mengalami pelemahan, rupiah melemah, dan pasar obligasi mengalami penurunan imbal hasil (yield).

Investor kemungkinan mencemaskan gaduh politik dan kerawanan keamanan dalam negeri, yang membuat rupiah tertekan. Aksi demo yang direncanakan di Jakarta dan Yogyakarta kini semakin meluas.

Di Jakarta, rencananya aksi massa akan terjadi di gedung DPR RI pada 23-24 September. Sementara di Yogyakarta, aksi massa akan dipusatkan di daerah Gejayan. Selain itu mahasiswa dari sejumlah daerah di Tanah Air juga menggelar aksi yang sama. Mengutip laporan CNN Indonesia dan Detik.com, aksi digelar di Kota Bandung (Jawa Barat), Kabupaten Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta), dan Kota Makassar (Sulawesi Selatan).

Akibatnya pasar keuangan menjadi kian tertekan. IHSG berakhir dengan penurunan 25 poin atau 0,41% pada level 6.206. Sementara bursa utama di kawasan Asia juga cenderung tertekan karena aksi demo di Hong Kong yang ternyata masih membara, akibatnya Hang Seng melemah 0,81%, Shanghai Composite negatif 0,98%, Kospi stagnan, Strait Times koreksi 0,432%, dan Nikkei 225 naik tapi tipis hanya 0,16%.

Sedangkan nilai tukar rupiah juga mengalami pelemahan di pasar spot terhadap Dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah secara persentase melemah 0,21% tutup di harga Rp 14.080/$AS. Mayoritas mata uang utama Asia juga melemah, hingga pukul 16:00 WIB, yuan China memimpin pelemahan sebesar 0,52%, disusul peso Filipina sebesar 0,31%, dan won Korea Selatan melengkapi tiga besar setelah melemah 0,27%.

Di pasar obligasi pemerintah, yield sebagian besar turun tapi tipis. Seperti diketahui ada empat seri yang biasanya menjadi acuan para pelaku pasar, yakni: FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling menguat adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 1 basis poin (bps) dari 7.67% menjadi 7,66%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Yield Obligasi Negara Per 23 Sep'19

Seri

Jatuh tempo

Yield 20 Sep'19 (%)

Yield 23 Sep'19 (%)

Selisih (basis poin)

Yield wajar IBPA 23 Sep'19 (%)

FR0077

5 tahun

6.622

6.615

-0.70

6.6018

FR0078

10 tahun

7.243

7.246

0.30

7.2329

FR0068

15 tahun

7.676

7.666

-1.00

7.6672

FR0079

20 tahun

7.804

7.813

0.90

7.7827


Akhir pekan lalu, pelaku pasar dibuat was-was kala negosiator China yang sedang berada di AS membatalkan kunjungan ke wilayah pertanian di Nebraska dan langsung kembali ke China.

Ternyata, batalnya kunjungan ke pertanian tersebut memang diminta oleh AS. Bukan karena hasil perundingan dagang yang buruk.

Hal tersebut juga dikuatkan oleh Menteri Perdagangan China yang mengatakan pada pekan lalu diskusi AS dan China mengenai ekonomi dan dagang berlangsung "konstruktif", dan kedua negara sepakat untuk tetap mempertahankan hubungan, sebagaimana dilansir CNBC International.

Tetapi kabar bagus dari AS-China tersebut belum mampu mengangkat performa pasar keuangan Indonesia kemarin.

BERLANJUT KE HAL 2 >>>

Dari bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street, tiga indeks bursa utama pada pagi dini hari berakhir dengan mix. Indeks S&P 500 negatif 0,01%, sedangkan Nasdaq Composite koreksi 0,06%, dan Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik tipis 0,06%.

Saham-saham di bursa AS hampir tidak bergerak, kenaikan pada saham Apple diimbangi oleh data ekonomi kurang positif yang menambah kehati-hatian investor di tengah perang dagang AS-China yang berkepanjangan.

Apple Inc dengan kodenya AAPL.O naik 0,5% setelah regulator perdagangan AS menyetujui atas 10 dari 15 permintaan pembebasan tarif oleh pembuat iPhone tersebut. Micron Technology Inc MU.O, yang memasok komponen ke Apple juga terkena sentimen positif dengan kenaikan harga saham sebesar 0,9%.

Sedangkan data indeks pembelian yang dilakukan para manajer perusahaan (Purchasing Managers Index/PMI) kemarin, untuk sektor jasa makin menurun dan bahkan menjadi yang pertama kalinya turun dalam sembilan setengah tahun, di mana angka PMI bulan September rilis IHS Markit menunjukkan angka 50,9, atau di bawah ekspektasi analis yang memprediksi berada di 51,3.

Sementara itu, pelaku pasar di negeri Paman Sam juga mengkhawatirkan terjadinya perlambatan ekonomi atau resesi secara global. Markit dalam rilis datanya kemarin mengumumkan data Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Perancis stagnan pada angka 50,3, disusul Jerman yang kian turun di angka 41,4.

Uni Eropa juga tak lepas dari kontraksi, dengan angka PMI berada pada level 45,6, menurun dibandingkan bulan sebelumnya yang berada di angka 45,6. Angka di bawah 50 menjelaskan kegiatan manufaktur sedang lesu alias mengalami kontraksi.

"Apa yang menjadi pertanyaan di pasar adalah apakah kita menuju resesi dalam 12 bulan ke depan. semua rilis data menjadi semakin penting," kata Quincy Krosby, kepala strategi pasar di Prudential Financial di Newark, New Jersey.

BERLANJUT KE HAL 3 >>>

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu bursa Wall Street yang melemah bisa mempengaruhi pergerakan bursa-bursa utama Asia termasuk bursa saham dalam negeri.

Sentimen kedua adalah penguatan dolar AS yang berpotensi mengganjal pergerakan rupiah menuju penguatan. Pada pukul 03:57 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,12% pada level 98,62.

Sentimen ketiga yaitu kenaikan harga minyak. Pada pukul 03:59 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet di pasar spot dunia naik masing-masing 0,31% menjadi US 64,6/barrel dan 0,69% menjadi US 58,4/barrel.

Harga minyak mentah dunia masih naik karena dipengaruhi kekhawatiran atas pasokan global yang menurun setelah serangan (14/9) pada fasilitas minyak Arab Saudi. Seperti diberitakan CNBC International, saat ini produksi minyak Saudi baru mencapai 75% dibandingkan sebelum serangan pesawat nir-awak.

Berikut pergerakan minyak mentah berjenis brent yang menjadi salah satu acuan Pemerintah:

Bagi rupiah, kenaikan harga minyak menjadi sebuah bencana. Pasalnya Indonesia adalah negara net importir minyak, yang mau tidak mau harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Saat harga minyak naik, maka biaya importasi menjadi lebih mahal dan subsidi pun kian membengkak. Akibatnya, beban di neraca dagang dan transaksi berjalan (current account) akan lebih berat, sehingga rupiah kurang mempunyai fondasi yang kokoh untuk terapresiasi.

Sentimen keempat yakni aksi demo di Hong Kong, ratusan pengunjuk rasa kemarin kembali terlibat bentrok dengan pihak kepolisian. Para demonstran memblokir jalan dan membakar puing-puing di salah satu pusat kota yang dibalas oleh pihak kepolisian dengan menangkapi dan memukuli sejumlah demonstran yang diduga sebagai provokator unjuk rasa anarkis.

Sentimen kelima dari aksi demo di dalam negeri, dalam demo di depan gedung DPR yang berlangsung hingga larut malam, pagar DPR dilaporkan dijebol mahasiswa yang melakukan demonstrasi.

Seperti diketahui, aksi demo kemarin melibatkan ribuan orang meminta Presiden Joko Widodo dan DPR menunda sejumlah rancangan undang-undang yang dinilai berpolemik. Menanggapi aksi tersebut, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menanggapi datar. "Lihat saja nanti," kata Yasonna saat dijumpai di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (23/9/2019).

Ia menjelaskan sikap pemerintah akan disampaikan di sidang paripurna besok, termasuk untuk RKUHP, RUU Pertanahan, dan lainnya. "Besok disampaikan di paripurna," katanya. Soal RKUHP meskipun sudah disepakati ditunda, mekanismenya tetap membutuhkan sidang paripurna terlebih dulu.


BERLANJUT KE HAL 4

Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:

  •          Bank of Japan (BOJ) – Pidato Gubernur Kuroda  (12:35 WIB).
  •          Ifo iklim bisnis di Jerman periode September (03:00 WIB).
  •          Rilis data Indeks Keyakinan Bisnis AS periode September (21:00 WIB).
  •          Reserve Bank of Australia (RBA) – Pidato Gubernur Lowe (17:05 WIB).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q2-2019 YoY)

5,05%

Inflasi (Agustus 2019 YoY)

3,49%

BI 7-Day Reverse Repo Rate (Agustus 2019)

5,25%

Defisit anggaran (APBN 2019)

-1,84% PDB

Transaksi berjalan (Q2-2019)

-3,04% PDB

Neraca pembayaran (Q2-2019)

-US$ 1,98 miliar

Cadangan devisa (Agustus 2019)

US$ 126,4 miliar

Tim Riset CNBC Indonesia

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular