
RI Diserbu Baja Impor, Oalah...Ternyata Gara-gara Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Manajemen emiten baja, PT Gunung Raja Paksi Tbk. (GGRP) menilai ramainya baja impor yang masuk ke Indonesia disebabkan pasokan baja dalam negeri yang rendah, tak sebanding dengan tingkat permintaan yang terus menanjak.
Pertumbuhan industri baja dalam negeri juga dinilai lambat sehingga tak bisa mengimbangi pembangunan infrastruktur yang begitu masif.
Direktur Utama Gunung Raja Paksi Alouisius Maseimilian mengatakan tahun lalu kebutuhan baja dalam negeri mencapai 15,08 juta ton, namun suplai dari dalam negeri hanya bisa menutupi 49% dari total kebutuhan tersebut. Tak ayal, pasar baja dalam negeri dibanjiri oleh baja impor.
"Karena kalau kita lihat supply and demand, demand begitu tinggi tapi supply-nya masih rendah. Artinya harus dilakukan fokus investasi di industri baja ini," kata Alouisius di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (19/9/2019), usai pencatatan saham perdana Gunung Raja Paksi.
Dia menyebutkan, perkembangan pembangunan infrastruktur di Indonesia sangat cepat sehingga kebutuhan baja makin tinggi.
Di sisi lain, China yang terdampak perang dagang dengan AS terus membanjiri pasar Asia untuk menyerap produksi baja dalam negerinya yang berlebih atau oversupply.
"Infrastruktur kita cepat kan, tentu kebutuhan baja naik cepat. Nah kalau di China waktu mereka ada olympic [Olimpiade] kebutuhan baja kan besar, industri bajanya berkembang cepat, BUMN-nya berkembang," katanya.
"Sekarang mereka overcapacity mereka keluar. Nah, kita di Indonesia pertumbuhannya agak pelan tidak seimbang dengan pertumbuhan investment di infrastruktur itu," jelasnya lagi.
Dalam kesempatan tersebut, perseroan juga mencatatkan saham perdana di BEI dengan kode saham GGRP. Saham perusahaan pada Kamis pagi ini naik 10,12% ke Rp 925/saham dari harga pembukaan Rp 840/saham.
Perusahaan menawarkan sebanyak 1,230 miliar saham. Jumlah tersebut berada di bawah alokasi jumlah saham untuk publik semula yang sebanyak 1,238 miliar saham. Dengan demikian produsen baja ini memperoleh dana segar dari investor senilai Rp 1,03 triliun.
Menurut rencana sebelumnya, hasil penggunaan dana dari IPO sebesar 99,52% akan digunakan untuk melunasi utang dalam rangka pembelian aset tetap dan biaya operasi. Sisanya, 0,48% untuk modal kerja.
(tas) Next Article Mau IPO, Begini Siasat Produsen Lokal Hadapi Baja China
