
Mau IPO, Begini Siasat Produsen Lokal Hadapi Baja China
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
03 September 2019 15:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Gempuran impor baja dari China membuat industri baja nasional kian tertekan. Apalagi saat ini, pangsa pasar baja impor menguasai 52% penjualan baja nasional, sisanya baru disuplai produsen domestik.
Produsen baja lokal PT Gunung Raja Paksi telah mengantisipasi serbuan baja impor, khususnya dari China dengan melakukan sinergi dengan industri baja lainnya untuk menyuplai kebutuhan baja domestik.
"Perusahaaan aktif di asosiasi, bersinergi dengan teman-teman industri baja lainnya untuk menyuplai kebutuhan dalam negeri, sehingga kita bisa menahan laju impor," kata Alouisius Maseimilian, Direktur Utama PT Gunung Raja Paksi Selasa (3/9/2019) di Jakarta.
Impor baja dari China memang deras, mengingat Negeri Tirai Bambu itu menjadi produsen baja terbesar di dunia. China, menurut Alouisius, memproduksi hingga 1 miliar ton per tahun, sementara produksi Indonesia sekitar 7 juta.
Selain itu, dengan pasokan dalam negeri yang berlebih (over supply). China memang menerapkan beberapa strategi agar harga baja murah di pasar, antara lain pemerintah China memberikan insentif berupa potongan pajak (tax rebate) bagi pengusaha yang melakukan ekspor yang besarannya sekitar 10-13%.
Perseroan mencatat, pada pada triwulan pertama 2019, Gunung Raja Paksi mencatatkan penurunan penjualan 15,18% menjadi US$ 212.13 juta dari sebelumnya US$ 250,10 juta. Sejalan dengan turunnya pendapatan, laba usaha juga terkoreksi cukup tajam 83,7% secara tahunan menjadi 3,96 juta US$ dari periode sebelumnya US$ 23,3 juta US$.
Penurunan pendapatan ini, kata Alouisius disebabkan karena kondisi pasar yang lesu, terimbas dari adanya perhelatan politik dan momen Lebaran, sehingga investor cenderung menahan diri (wait and see).
"Memang kondisi market melemah, ini menyebabkan harga jual menjadi turun," jelasnya.
Namun, dia meyakini, kondisi di semester kedua akan lebih baik dan harga baja akan kembali merangkak naik. Perseroan menargetkan penjualan akan kembali tumbuh di kisaran 7% dan laba bersih di akhir tahun ini sebesar US$ 26 juta.
Adapun, target volume penjualan sepanjang tahun ini 1,25 juta ton. Dengan komposisi, 96% untuk pasar domestik dan 4% diekspor ke berbagai negara seperti Australia dan Amerika Serikat.
"Juli sudah mencapai 50% dari target," ungkapnya.
(hps/hps) Next Article Siap IPO, Gunung Raja Paksi Tawar Harga Rp 825 - 900/saham
Produsen baja lokal PT Gunung Raja Paksi telah mengantisipasi serbuan baja impor, khususnya dari China dengan melakukan sinergi dengan industri baja lainnya untuk menyuplai kebutuhan baja domestik.
"Perusahaaan aktif di asosiasi, bersinergi dengan teman-teman industri baja lainnya untuk menyuplai kebutuhan dalam negeri, sehingga kita bisa menahan laju impor," kata Alouisius Maseimilian, Direktur Utama PT Gunung Raja Paksi Selasa (3/9/2019) di Jakarta.
Impor baja dari China memang deras, mengingat Negeri Tirai Bambu itu menjadi produsen baja terbesar di dunia. China, menurut Alouisius, memproduksi hingga 1 miliar ton per tahun, sementara produksi Indonesia sekitar 7 juta.
Perseroan mencatat, pada pada triwulan pertama 2019, Gunung Raja Paksi mencatatkan penurunan penjualan 15,18% menjadi US$ 212.13 juta dari sebelumnya US$ 250,10 juta. Sejalan dengan turunnya pendapatan, laba usaha juga terkoreksi cukup tajam 83,7% secara tahunan menjadi 3,96 juta US$ dari periode sebelumnya US$ 23,3 juta US$.
Penurunan pendapatan ini, kata Alouisius disebabkan karena kondisi pasar yang lesu, terimbas dari adanya perhelatan politik dan momen Lebaran, sehingga investor cenderung menahan diri (wait and see).
"Memang kondisi market melemah, ini menyebabkan harga jual menjadi turun," jelasnya.
Namun, dia meyakini, kondisi di semester kedua akan lebih baik dan harga baja akan kembali merangkak naik. Perseroan menargetkan penjualan akan kembali tumbuh di kisaran 7% dan laba bersih di akhir tahun ini sebesar US$ 26 juta.
Adapun, target volume penjualan sepanjang tahun ini 1,25 juta ton. Dengan komposisi, 96% untuk pasar domestik dan 4% diekspor ke berbagai negara seperti Australia dan Amerika Serikat.
"Juli sudah mencapai 50% dari target," ungkapnya.
(hps/hps) Next Article Siap IPO, Gunung Raja Paksi Tawar Harga Rp 825 - 900/saham
Most Popular