Top! Bursa Asia Melemah, IHSG Malah Hijau 2 Hari Beruntun

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 September 2019 16:46
Top! Bursa Asia Melemah, IHSG Malah Hijau 2 Hari Beruntun
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan Rabu ini (18/9/2019) dengan kenaikan tipis sebesar 0,03% ke level 6.238,71, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus memperlebar penguatan seiring dengan berjalannya waktu.

Per akhir sesi dua, indeks saham acuan di Indonesia tersebut menguat 0,64% ke level 6.276,63.

Penguatan pada hari ini menandai apresiasi selama 2 hari beruntun. Pada perdagangan kemarin (17/9/2019), IHSG mengakhiri hari dengan apresiasi sebesar 0,28%.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendongkrak kinerja IHSG di antaranya: PT Astra International Tbk/ASII (+3,47%), PT Sinar Mas Multiartha Tbk/SMMA (+13,64%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+3,23%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+1,94%), dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+1,9%).

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang justru ditransaksikan melemah: indeks Nikkei melemah 0,18%, indeks Hang Seng turun 0,13%, dan indeks Straits Times jatuh 0,53%. 

Pelaku pasar saham Benua Kuning dibuat grogi seiring dengan kekhawatiran yang mewarnai pertemuan The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS.

Kemarin waktu setempat, The Fed mulai menggelar pertemuan yang akan berlangsung selama dua hari dan hasilnya akan diumumkan pada Kamis (19/9/2019) dini hari waktu Indonesia.

Sekadar mengingatkan, pada akhir bulan Juli The Fed mengeksekusi pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps, menandai pemangkasan tingkat suku bunga acuan pertama sejak tahun 2008 silam.

Sejauh ini, pelaku pasar memang masih menaruh ekspektasi bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipangkas oleh The Fed. Namun, ekspektasinya tak lagi sebesar dulu.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 18 September 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan kali ini tinggal tersisa 56,5%. Padahal seminggu sebelumnya, probabilitasnya masih berada di level 87,7%. 

Situasi yang berubah secara drastis tersebut dipicu oleh lonjakan harga minyak mentah dunia. Pada perdagangan hari Senin (16/9/2019), harga minyak mentah WTI kontrak acuan melejit hingga 14,68%, sementara harga minyak brent kontrak acuan melesat 14,61%.

Harga minyak mentah dunia melesat seiring dengan serangan drone yang menyasar kilang dan ladang minyak di Arab Saudi.

Pada akhir pekan kemarin, serangan menggunakan drone diluncurkan ke Arab Saudi dan menyebabkan kerusakan di kilang minyak terbesar dunia dan ladang minyak terbesar kedua di kerajaan tersebut. Kaum pemberontak Houthi yang berasal dari Yemen sudah mengklaim menjadi pihak yang bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Top! Bursa Asia Melemah, IHSG Malah Hijau 2 Hari BeruntunFoto: Gambar satelit yang menunjukkan kerusakan pada infrastruktur kilang minyak Aramco di Khurais, Arab Saudi (15/9/2019). (U.S. Government/DigitalGlobe/Handout via REUTERS)


Akibat serangan tersebut, Saudi Aramco terpaksa memangkas produksinya hingga sekitar 50%. Output yang hilang dari serangan tersebut mencapai 5,7 juta barel per hari atau setara dengan 5% dari total produksi minyak mentah global secara harian.

Memang, harga minyak mentah dunia terkoreksi pada perdagangan kemarin dan hari ini. Namun, koreksinya tak sebanding dengan lesatan harga pada awal pekan.

Untuk diketahui, The Fed memperhatikan dua indikator utama dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuannya, yakni kondisi pasar tenaga kerja dan inflasi.

Berbicara mengenai kondisi pasar tenaga kerja, saat ini pasar tenaga kerja AS sedang berada dalam posisi yang oke. Per September 2019, tingkat pengangguran di AS berada di level 3,7% yang merupakan kisaran terendah dalam setidaknya 20 tahun terakhir.

 

Berbicara mengenai inflasi, saat ini tingkat inflasi AS berada di level yang rendah. Untuk diketahui, acuan yang digunakan oleh The Fed untuk mengukur tingkat inflasi adalah Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index.

Data teranyar, Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index tercatat tumbuh sebesar 1,6% secara tahunan pada Juli 2019, masih cukup jauh di bawah target The Fed yang sebesar 2%.

Nah, lonjakan harga minyak dunia dipandang bisa mendongkrak inflasi di AS. Kala harga minyak mentah dunia melejit, harga bensin di AS akan naik sehingga biaya logistik akan menjadi lebih mahal. Pada akhirnya, harga barang dan jasa yang ditawarkan ke konsumen akan ikut terkerek naik.

Ekspektasi atas melonjaknya inflasi kini membuat pelaku pasar mulai meragukan pemangkasan tingkat suku bunga acuan oleh The Fed.

Dikhawatirkan, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut oleh The Fed akan membawa perekonomian AS mengalami yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Untuk diketahui, pada tahun 2018 International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015.

Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,6%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,9% saja.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Ada Asa Damai Dagang AS-China

Optimisme yang membuncah bahwa AS dan China akan segera meneken kesepakatan dagang sukses memantik aksi beli di bursa saham tanah air.

Pada hari ini, kedua negara diketahui akan menggelar perbincangan di tingkat wakil menteri guna mempersiapkan negosiasi dagang tatap muka tingkat tinggi pada awal bulan depan.

Diketahui, kunjungan delegasi China ke AS pada hari ini akan dipimpin oleh Liao Min selaku Deputi Direktur dari Office of the Central Commission for Financial and Economic Affairs dan juga Wakil Menteri Keuangan China.

Top! Bursa Asia Melemah, IHSG Malah Hijau 2 Hari BeruntunFoto: Pertemuan G-20 Trump-Xi (REUTERS/Kevin Lamarque)

Melansir Global Times selaku media yang dikontrol oleh Partai Komunis China, ditunjuknya Liao Min untuk memimpin delegasi China dipandang oleh para analis dapat membawa angin segar bagi hubungan dagang AS-China.

Untuk diketahui, delegasi China dalam perbincangan guna mempersiapkan negosiasi tingkat tinggi dengan AS sebelumnya dipimpin oleh Wakil Menteri Perdagangan Wang Shouwen.

Optimisme bahwa AS dan China akan segera bisa meneken kesepakatan dagang bahkan disuarakan sendiri oleh Presiden AS Donald Trump.

Kemarin waktu setempat, Trump mengatakan di hadapan reporter bahwa China telah membeli produk-produk pertanian asal AS dalam jumlah yang besar, sebelum kemudian mengungkapkan bahwa kesepakatan dagang dengan China bisa diteken sebelum gelaran pemilihan presiden (Pilpres) di AS pada tahun 2020 atau sehari setelahnya.


Sebagai informasi, dalam beberapa waktu terakhir tensi perang dagang antar kedua negara memang sudah mengendur. Menjelang akhir pekan kemarin, Kementerian Perdagangan China mengumumkan bahwa produk-produk agrikultur asal AS seperti kedelai dan daging babi akan dimasukkan ke dalam daftar produk yang diberikan pembebasan atas bea masuk tambahan, dilansir dari CNBC International. 

Pengumuman tersebut melengkapi pengumuman pada hari Rabu (11/9/2019) kala Kementerian Keuangan China mengumumkan daftar produk impor asal AS yang akan dibebaskan dari pengenaan bea masuk baru.

Melansir CNBC International, ada sebanyak 16 jenis produk impor yang diberikan pembebasan oleh China, termasuk pakan ternak, obat untuk kanker, dan pelumas. Pembebasan ini akan mulai berlaku pada tanggal 17 September hingga September 2020.

Pembebasan produk agrikultur asal AS dari bea masuk tambahan diumumkan pasca-Trump mengumumkan melalui media sosial Twitter bahwa kenaikan bea masuk bagi produk impor asal China yang sebelumnya dijadwalkan akan mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober, diundur menjadi tanggal 15 Oktober.

Untuk diketahui, bea masuk yang diundur tersebut merupakan bea masuk yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 250 miliar. Pemerintahan Presiden Trump akan menaikkan bea masuk bagi produk senilai US$ 250 miliar tersebut menjadi 30%, dari yang sebelumnya 25%.

Trump mengungkapkan bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan permintaan dari Wakil Perdana Menteri China Liu He, beserta dengan fakta bahwa tanggal 1 Oktober merupakan peringatan ke 70 tahun dari lahirnya Republik Rakyat China.

Lebih lanjut, aksi beli di bursa saham tanah air juga dipicu oleh ekspektasi bahwa Bank Indonesia (BI) akan memangkas tingkat suku bunga acuan.

Pada hari ini, BI resmi memulai RDG yang akan berlangsung selama dua hari. Keputusan terkait dengan suku bunga acuan akan diumumkan besok pasca RDG selesai digelar.

Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memproyeksikan bank sentral akan memangkas BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 5,25% dalam pertemuan kali ini.

Jika benar itu yang terjadi, maka akan menandai pemangkasan tingkat suku bunga acuan selama tiga bulan beruntun. Dalam pertemuan di bulan Juli dan Agustus, BI mengeksekusi pemangkasan tingkat suku bunga acuan masing-masing sebesar 25 bps.

Kala tingkat suku bunga acuan dipangkas lebih lanjut, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi.

Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular