
Walau Ada Asa Damai Dagang, Bursa Saham Asia Tetap Berguguran
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 September 2019 17:09

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan terakhir di pekan ini di zona merah: indeks Nikkei jatuh 0,77%, indeks Hang Seng melemah 0,33%, indeks Straits Times terkoreksi 0,01%, dan indeks Kospi anjlok 1,19%.
Bursa saham Benua Kuning melemah kala sejatinya asa damai dagang AS-China kian terasa. Negosiasi dagang tingkat tinggi antara AS dan China di Washington akan digelar pada tanggal 10 dan 11 Oktober mendatang, seperti dilansir dari CNBC International yang mengutip tiga orang sumber yang mengetahui masalah tersebut. Salah seorang sumber menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He akan memimpin delegasi dari China.
Sebelum pemberitaan ini dipublikasikan oleh CNBC International, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa Beijing telah membeli kedelai dan daging babi asal AS dalam jumlah yang cukup besar menjelang negosiasi dagang tingkat tinggi antar kedua negara.
Pengumuman ini merupakan sebuah perubahan sikap yang signifikan dari pihak China, mengingat pada bulan lalu Beijing memutuskan untuk menghentikan seluruh pembelian produk agrikultur asal AS.
Aksi jual dilakukan di bursa saham Asia seiring dengan rilis data ekonomi China yang mengecewakan. Pada hari ini, laba perusahaan-perusahaan industri di China periode Januari-Agustus 2019 diumumkan jatuh sebesar 1,7% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Rilis data tersebut lantas mengonfirmasi tekanan besar yang sedang menerpa perekonomian China. Menurut Beige Book yang dipublikasikan pada hari Rabu (25/9/2019), perekonomian China pada kuartal III-2019 berada di posisi terlemahnya selama tahun 2019. Lemahnya perekonomian China terjadi seiring dengan adanya kontraksi di sektor manufaktur dan jasa.
Menurut laporan tersebut, lemahnya perekonomian China pada saat ini utamanya disebabkan oleh aktivitas di sektor manufaktur yang tak bergairah. Laporan tersebut kemudian memaparkan bahwa penjualan dari perusahaan-perusahaan sektor manufaktur, laba bersih, volume penjualan, dan harga jual jatuh hingga dua digit jika dibandingkan dengan kuartal II-2019.
Sementara itu, sektor jasa tercatat terus-menerus membukukan pelemahan, dengan penjualan dan laba bersih pada kuartal III-2019 jatuh jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Rekrutmen karyawan melambat, mengindikasikan bahwa jika sektor manufaktur harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jumlah besar, sektor jasa tak memiliki kapasitas untuk menyerapnya.
Untuk diketahui, Beige Book disusun berdasarkan wawancara dengan lebih dari 3.300 perusahaan di China. Periode wawancara untuk Beige Book edisi terbaru ini adalah pertengahan Agustus hingga pertengahan September.
Lebih lanjut, kekhawatiran bahwa Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS tak akan memangkas tingkat suku bunga acuan lagi di sisa tahun ini juga menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Asia.
Kekhawatiran ini muncul seiring dengan pembacaan final untuk angka pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal II-2019 yang diumumkan di level 2% (QoQ annualized), sama dengan pembacaan kedua dan dengan konsensus, seperti dilansir dari Forex Factory. Untuk diketahui, pada pembacaan pertama pertumbuhan ekonomi AS diumumkan berada di level 2,1%, sebelum kemudian direvisi menjadi 2% pada pembacaan kedua.
Pertumbuhan ekonomi AS yang ternyata tak kembali direvisi turun pada pembacaan final lantas memantik kekhawatiran bahwa The Fed akan menahan tingkat suku bunga acuan hingga akhir tahun di level saat ini. Apalagi, nada hawkish memang sebelumnya sudah terlontar dari mulut pejabat The Fed.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Top! Awal Tahun Bursa Asia Hijau, Tanda akan Bangkitkah?
Bursa saham Benua Kuning melemah kala sejatinya asa damai dagang AS-China kian terasa. Negosiasi dagang tingkat tinggi antara AS dan China di Washington akan digelar pada tanggal 10 dan 11 Oktober mendatang, seperti dilansir dari CNBC International yang mengutip tiga orang sumber yang mengetahui masalah tersebut. Salah seorang sumber menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He akan memimpin delegasi dari China.
Sebelum pemberitaan ini dipublikasikan oleh CNBC International, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa Beijing telah membeli kedelai dan daging babi asal AS dalam jumlah yang cukup besar menjelang negosiasi dagang tingkat tinggi antar kedua negara.
Aksi jual dilakukan di bursa saham Asia seiring dengan rilis data ekonomi China yang mengecewakan. Pada hari ini, laba perusahaan-perusahaan industri di China periode Januari-Agustus 2019 diumumkan jatuh sebesar 1,7% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Rilis data tersebut lantas mengonfirmasi tekanan besar yang sedang menerpa perekonomian China. Menurut Beige Book yang dipublikasikan pada hari Rabu (25/9/2019), perekonomian China pada kuartal III-2019 berada di posisi terlemahnya selama tahun 2019. Lemahnya perekonomian China terjadi seiring dengan adanya kontraksi di sektor manufaktur dan jasa.
Menurut laporan tersebut, lemahnya perekonomian China pada saat ini utamanya disebabkan oleh aktivitas di sektor manufaktur yang tak bergairah. Laporan tersebut kemudian memaparkan bahwa penjualan dari perusahaan-perusahaan sektor manufaktur, laba bersih, volume penjualan, dan harga jual jatuh hingga dua digit jika dibandingkan dengan kuartal II-2019.
Sementara itu, sektor jasa tercatat terus-menerus membukukan pelemahan, dengan penjualan dan laba bersih pada kuartal III-2019 jatuh jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Rekrutmen karyawan melambat, mengindikasikan bahwa jika sektor manufaktur harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jumlah besar, sektor jasa tak memiliki kapasitas untuk menyerapnya.
Untuk diketahui, Beige Book disusun berdasarkan wawancara dengan lebih dari 3.300 perusahaan di China. Periode wawancara untuk Beige Book edisi terbaru ini adalah pertengahan Agustus hingga pertengahan September.
Lebih lanjut, kekhawatiran bahwa Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS tak akan memangkas tingkat suku bunga acuan lagi di sisa tahun ini juga menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Asia.
Kekhawatiran ini muncul seiring dengan pembacaan final untuk angka pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal II-2019 yang diumumkan di level 2% (QoQ annualized), sama dengan pembacaan kedua dan dengan konsensus, seperti dilansir dari Forex Factory. Untuk diketahui, pada pembacaan pertama pertumbuhan ekonomi AS diumumkan berada di level 2,1%, sebelum kemudian direvisi menjadi 2% pada pembacaan kedua.
Pertumbuhan ekonomi AS yang ternyata tak kembali direvisi turun pada pembacaan final lantas memantik kekhawatiran bahwa The Fed akan menahan tingkat suku bunga acuan hingga akhir tahun di level saat ini. Apalagi, nada hawkish memang sebelumnya sudah terlontar dari mulut pejabat The Fed.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Top! Awal Tahun Bursa Asia Hijau, Tanda akan Bangkitkah?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular