
Kinerja KAEF & INAF Kompak Loyo, Holding Farmasi Jadi Solusi?
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
18 September 2019 11:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Dua emiten produsen farmasi milik pemerintah pada Rabu ini (18/9/2019) akan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Kedua BUMN farmasi tersebut adalah PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) dan PT Indofarma (Persero) Tbk (INAF).
Menjelang penyelenggaraan RUPSLB tepatnya pukul 11:10 WIB, data pasar menunjukkan saham KAEF dan INAF masing-masing terkoreksi senilai 1,67% ke Rp 2.940/saham dan 0,85% menjadi Rp 1.755/saham.
Pelaku pasar mencurigai bahwa RUPSLB kali ini salah satunya akan membicarakan mengenai pembentukan Holding BUMN Farmasi yang awalnya ditargetkan selesai dibentuk pada akhir semester I-2019.
Tiga BUMN yang akan bergabung dalam satu naungan adalah PT Bio Farma (Persero), KAEF, dan INAF, di mana besar kemungkinan Bio Farma akan ditunjuk sebagai induk usaha karena saham perusahaan sepenuhnya masih dimiliki oleh pemerintah.
Pemerintah berharap pembentukan Holding BUMN Farmasi dapat membuat kinerja perusahaan lebih kokoh, mempermudah akses terhadap investasi yang berujung pada ekspansi bisnis.
Adapun agenda RUPLSB hari ini ialah perubahan anggaran dasar perseroan dan perubahan pengurus perseroan baik komisaris maupun direksi.
Khusus KAEF ada tambahan agenda yakni persetujuan perseroan untuk menerbitkan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue.
Meskipun demikian, pelaku pasar patut mencermati bahwa sejatinya sepanjang tahun ini kedua emiten BUMN farmasi gagal membukukan performa keuangan yang ciamik. Padahal satu di antaranya baru saja menyelesaikan proses akuisisi.
Pada 27 Maret 2019 KAEF efektif menjadi pemegang saham mayoritas PT Phapros Tbk (PEHA) dengan total kepemilikan sebesar 56,77%. Akuisisi tersebut membuat total aset perusahaan per akhir Juni 2019 melesat 48,57% menjadi RP 16,8 triliun dari akhir tahun 2018 yang ada di Rp 11,33 triliun.
Akan tetapi patut disayangkan bahwa penggabungan usaha tersebut tidak berbuah manis karena pada paruh pertama tahun ini, total keuntungan perusahaan justru anjlok 68,57% secara tahunan ke level Rp 47,75 miliar, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 151,92 miliar.
Padahal total pendapatan perusahaan tumbuh 18,78% year-on-year (YoY), dari Rp 3,81 triliun menjadi Rp 4,52 triliun.
Ternyata setelah ditelusuri lebih rinci, kinerja keuangan KAEF tertekan disebabkan oleh melesat beban keuangan perusahaan hingga lebih dari dua kali lipat.
Pada semester I-2019, total beban keuangan KAEF meroket 153,49% YoY menjadi Rp 224,63 miliar dari sebelumnya Rp 88,62 miliar di semester I-2018.
Beban keuangan perusahaan melejit seiring dengan tingginya utang bank jangka pendek yang per akhir Juni 2019 mencapai Rp 4,9 triliun. Padahal pada akhir tahun lalu nilainya hanya Rp 2,78 triliun.
BERLANJUT KE HALAMAN 2: Kinerja Indofarma lebih miris
Menjelang penyelenggaraan RUPSLB tepatnya pukul 11:10 WIB, data pasar menunjukkan saham KAEF dan INAF masing-masing terkoreksi senilai 1,67% ke Rp 2.940/saham dan 0,85% menjadi Rp 1.755/saham.
Pelaku pasar mencurigai bahwa RUPSLB kali ini salah satunya akan membicarakan mengenai pembentukan Holding BUMN Farmasi yang awalnya ditargetkan selesai dibentuk pada akhir semester I-2019.
Tiga BUMN yang akan bergabung dalam satu naungan adalah PT Bio Farma (Persero), KAEF, dan INAF, di mana besar kemungkinan Bio Farma akan ditunjuk sebagai induk usaha karena saham perusahaan sepenuhnya masih dimiliki oleh pemerintah.
Pemerintah berharap pembentukan Holding BUMN Farmasi dapat membuat kinerja perusahaan lebih kokoh, mempermudah akses terhadap investasi yang berujung pada ekspansi bisnis.
Adapun agenda RUPLSB hari ini ialah perubahan anggaran dasar perseroan dan perubahan pengurus perseroan baik komisaris maupun direksi.
Khusus KAEF ada tambahan agenda yakni persetujuan perseroan untuk menerbitkan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue.
Meskipun demikian, pelaku pasar patut mencermati bahwa sejatinya sepanjang tahun ini kedua emiten BUMN farmasi gagal membukukan performa keuangan yang ciamik. Padahal satu di antaranya baru saja menyelesaikan proses akuisisi.
Pada 27 Maret 2019 KAEF efektif menjadi pemegang saham mayoritas PT Phapros Tbk (PEHA) dengan total kepemilikan sebesar 56,77%. Akuisisi tersebut membuat total aset perusahaan per akhir Juni 2019 melesat 48,57% menjadi RP 16,8 triliun dari akhir tahun 2018 yang ada di Rp 11,33 triliun.
Akan tetapi patut disayangkan bahwa penggabungan usaha tersebut tidak berbuah manis karena pada paruh pertama tahun ini, total keuntungan perusahaan justru anjlok 68,57% secara tahunan ke level Rp 47,75 miliar, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 151,92 miliar.
Padahal total pendapatan perusahaan tumbuh 18,78% year-on-year (YoY), dari Rp 3,81 triliun menjadi Rp 4,52 triliun.
Ternyata setelah ditelusuri lebih rinci, kinerja keuangan KAEF tertekan disebabkan oleh melesat beban keuangan perusahaan hingga lebih dari dua kali lipat.
Pada semester I-2019, total beban keuangan KAEF meroket 153,49% YoY menjadi Rp 224,63 miliar dari sebelumnya Rp 88,62 miliar di semester I-2018.
Beban keuangan perusahaan melejit seiring dengan tingginya utang bank jangka pendek yang per akhir Juni 2019 mencapai Rp 4,9 triliun. Padahal pada akhir tahun lalu nilainya hanya Rp 2,78 triliun.
BERLANJUT KE HALAMAN 2: Kinerja Indofarma lebih miris
Next Page
Indofarma Lebih Miris
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular