Survei BoA Merrill Lynch: Fund Manager Kian Khawatir Resesi!

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
18 September 2019 11:24
Survei Fund Manager yang dirilis Bank of America Merrill Lynch pada September ini mengungkapkan adanya kekhawatiran para pelaku pasar.
Foto: REUTERS/Tim Chong

Jakarta, CNBC Indonesia - Survei Fund Manager yang dirilis Bank of America Merrill Lynch pada September ini mengungkapkan adanya kekhawatiran para pelaku pasar khususnya pengelola dana (fund manager) atas risiko terjadinya resesi ke tingkat tertinggi sejak Agustus 2009.

Tingginya risiko resesi itu disebabkan karena laju pertumbuhan ekonomi global yang melambat, konflik perang dagang AS-China, dan masalah politik yang berdampak negatif pada sentimen investor untuk masuk berinvestasi.

Sekitar 38% investor yang disurvei dalam Bank of America Merrill Lynch Fund Manager Survey pada September, dilansir CNBC International, memperkirakan akan ada resesi tahun depan. Sebelumnya dalam survei pada Agustus, tingkat kekhawatiran resesi itu hanya sebesar 34%, persentase hasil survei tertinggi sejak Oktober 2011.


Survei investor yang dilakukan pada 6-12 September itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan adanya perputaran dana investor ke dalam aset-aset bernilai, tapi angka investasi diprediksi masih akan tetap tinggi.

Hanya 7% responden yang memproyeksikan harga saham di bursa efek global akan berkinerja sangat baik selama 12 bulan ke depan.

Survei yang dilakukan terhadap 235 panelis fund manager dengan aset kelolaan total menembus US$ 683 miliar atau sekitar Rp 9.562 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$) tersebut, mengungkapkan bahwa investor melihat stimulus fiskal di Jerman berpotensi mendorong aset berisiko akan naik alias bullish dalam 6 bulan ke depan.


Risiko itu diikuti oleh pemotongan suku bunga 50 basis poin dari bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve, dan belanja infrastruktur di China.

Mengenai AS, investor yang disurvei memandang bahwa pengeluaran belanja infrastruktur sebagai wujud kebijakan ekonomi akan mendapat dukungan bipartisan (gabungan dua partai politik).

Adapun terkait dengan perang dagang AS-China, 40% para responden investor menilai kondisi ini masih akan menjadi sentimen utama dari transaksi. Ketika ditanya tentang resolusi perang dagang, 38% dari mereka yang disurvei mengatakan bahwa kebuntuan kesepakatan dua negara ini masih normal.

Sementara hanya 30% yang memproyeksikan resolusi AS-China akan tercapai sebelum pemilihan presiden AS tahun 2020.

Kekahwatiran berikutnya yakni impotensi kebijakan moneter, dan kemungkinan gelembung pasar obligasi. Hasil survei untuk kedua risiko itu adalah masing-masing 13%. Sementara perlambatan ekonomi China ada di posisi empat yang menjadi kekhawatiran berikutnya, yaitu sebesar 12%. 


Alokasi investasi
Alokasi investasi investor di obligasi diprediksi turun 14 poin menjadi 36% atau underweight (keadaan di mana cenderung turun), setelah alokasi obligasi pada survei Agustus lalu yang mencapai level tertinggi sejak September 2011.

Instrumen buruan paling ramai bagi investor yakni obligasi milik AS, US Treasury, tenor jangka panjang, yang diincar dalam 4 bulan berturut-turut.

Pada tingkat regional, alokasi untuk saham di bursa AS melonjak 15 poin ke posisi overweight (saham berpotensi naik) 17%. Ini adalah kenaikan bulanan terbesar sejak Juni 2018, menjadikan AS sebagai wilayah investasi yang paling disukai oleh para fund manager.

"
Kami tetap bullish [berfikir pasar naik], karena bulan ini investor hanya menunjukkan sedikit peningkatan minat risiko," kata Kepala Strategi Investasi Bank of America Merrill Lynch Michael Hartnett, dikutip CNBC International.

Hartnett menyimpulkan bahwa stimulus fiskal akan mendorong optimisme investor, memperkuat rotasi investasi obligasi ke saham.

2019, musim gugur reksa dana

[Gambas:Video CNBC]

 


(tas) Next Article Warren Buffett Panik, Investor Saham RI: Sell, Hold atau Buy?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular