
Sempat Tergelincir, IHSG Resmi Menguat 6 Hari Tanpa Putus!
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 September 2019 16:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan Rabu ini (11/9/2019) dengan koreksi sebesar 0,03% ke level 6.334,59, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan cepat bisa membalikkan keadaan dengan merangsek naik ke zona hijau.
Namun, per akhir sesi satu indeks saham acuan di Indonesia tersebut telah kembali lagi ke zona merah. Per akhir sesi satu, IHSG melemah 0,08% ke level 6.331,7.
Di sesi dua, khususnya menjelang penutupan perdagangan, IHSG tancap gas dan mengakhiri hari di zona hijau. Per akhir sesi dua, IHSG menguat 0,71% ke level 6.381,95, menandai penguatan selama 6 hari tanpa putus.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendongkrak kinerja IHSG di antaranya: PT Astra International Tbk/ASII (+3,75%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+1,43%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,73%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+5,91%), dan PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+1,46%).
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga melaju di zona hijau: indeks Nikkei menguat 0,96%, indeks Hang Seng melesat 1,78%, indeks Straits Times melejit 1,33%, dan indeks Kospi bertambah 0,84%.
Asa damai dagang AS-China yang semakin kental terasa sukses memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning.
Melansir CNBC International yang mengutip South China Morning Post, China dikabarkan telah memberi penawaran kepada AS untuk membeli produk-produk agrikultur dari Negeri Paman Sam dengan jumlah yang lebih besar.
Sebagai gantinya, pihak China meminta AS untuk menunda pengenaan bea masuk baru, serta melonggarkan sanksi terhadap Huawei yang merupakan raksasa perusahaan telekomunikasi asal China.
Pemberitaan ini kemudian seakan dikonfirmasi oleh Hu Xijin selaku Pemimpin Redaksi Global Times. Melalui cuitan di akun Twitter, Hu menyebut bahwa China akan mengumumkan sebuah kebijakan untuk mengurangi dampak dari perang dagang dengan AS, di mana kebijakan tersebut disebutnya akan menguntungkan kedua belah pihak.
"Berdasarkan yang saya tahu, China akan mengumumkan kebijakan untuk mengurangi dampak negatif dari perang dagang. Kebijakan tersebut akan menguntungkan beberapa perusahaan baik dari China maupun AS," tulis Hu.
Untuk diketahui, Global Times merupakan sebuah tabloid yang berada di bawah naungan People's Daily. People's Daily sendiri merupakan sebuah koran yang dikontrol oleh Partai Komunis China.
Sebelumnya, berbagai proyeksi dari Hu terkait dengan perang dagang AS-China terbukti berbuah menjadi kenyataan.
Sekedar mengingatkan, tereskalasinya perang dagang AS-China pada awal bulan ini salah satunya dipicu oleh kekesalan Presiden AS Donald Trump yang menyebut bahwa China telah mengingkari janjinya untuk meningkatkan pembelian produk-produk agrikultur asal AS.
Kini, dengan adanya etikat baik dari China untuk meningkatkan pembelian produk-produk agrikultur asal AS, diharapkan negosiasi dagang secara tatap muka pada awal bulan depan akan bisa membuahkan hasil yang menggembirakan.
Perkembangan tersebut lantas melengkapi pemberitaan positif terkait hubungan AS-China di bidang perdagangan. Sebelumnya pada hari Senin (9/9/2019), Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan bahwa AS dan China telah mencapai kesepakatan terkait dengan konsep pengawasan yang akan digunakan untuk kesepakatan dagang kedua negara nantinya, melansir CNBC International.
Mnuchin menambahkan bahwa perbincangan di level wakil menteri akan digelar pada bulan ini, diikuti dengan negosiasi tatap muka di level yang lebih tinggi pada awal Oktober. Negosiasi tatap muka di AS pada awal bulan depan diketahui akan melibatkan Mnuchin sendiri, Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, Wakil Perdana Menteri China Liu He, serta Gubernur Bank Sentral China Yi Gang.
Seperti yang diketahui, hubungan AS dan China sempat kembali memanas pasca pada tanggal 1 September AS resmi memberlakukan bea masuk baru sebesar 15% yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 112 miliar. Pakaian, sepatu, hingga kamera menjadi bagian dari daftar produk yang diincar AS pada kesempatan ini.
Di sisi lain, aksi balasan dari China berlaku selepas AS bersikeras menerapkan bea masuk baru terhadap Beijing. China mengenakan bea masuk baru yang berkisar antara 5-10% bagi sebagian produk yang masuk dalam daftar target senilai US$ 75 miliar. Daging babi, daging sapi, dan berbagai produk pertanian lainnya tercatat masuk dalam daftar barang yang menjadi lebih mahal per tanggal 1 September kemarin.
Untuk diketahui, AS masih akan mengenakan bea masuk baru terhadap berbagai produk impor China lainnya pada tanggal 15 Desember. Jika ditotal, nilai barang yang terdampak dari kebijakan AS pada hari ini dan tanggal 15 Desember nanti adalah US$ 300 miliar, dilansir dari CNBC International.
Sementara itu, sisa barang dalam daftar target senilai US$ 75 miliar yang hingga kini belum dikenakan bea masuk baru oleh China, akan mulai terdampak pada tanggal 15 Desember.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Dibatasi Aksi Jual Atas Saham-saham Konsumer
Namun, per akhir sesi satu indeks saham acuan di Indonesia tersebut telah kembali lagi ke zona merah. Per akhir sesi satu, IHSG melemah 0,08% ke level 6.331,7.
Di sesi dua, khususnya menjelang penutupan perdagangan, IHSG tancap gas dan mengakhiri hari di zona hijau. Per akhir sesi dua, IHSG menguat 0,71% ke level 6.381,95, menandai penguatan selama 6 hari tanpa putus.
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga melaju di zona hijau: indeks Nikkei menguat 0,96%, indeks Hang Seng melesat 1,78%, indeks Straits Times melejit 1,33%, dan indeks Kospi bertambah 0,84%.
Asa damai dagang AS-China yang semakin kental terasa sukses memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning.
Melansir CNBC International yang mengutip South China Morning Post, China dikabarkan telah memberi penawaran kepada AS untuk membeli produk-produk agrikultur dari Negeri Paman Sam dengan jumlah yang lebih besar.
Sebagai gantinya, pihak China meminta AS untuk menunda pengenaan bea masuk baru, serta melonggarkan sanksi terhadap Huawei yang merupakan raksasa perusahaan telekomunikasi asal China.
Pemberitaan ini kemudian seakan dikonfirmasi oleh Hu Xijin selaku Pemimpin Redaksi Global Times. Melalui cuitan di akun Twitter, Hu menyebut bahwa China akan mengumumkan sebuah kebijakan untuk mengurangi dampak dari perang dagang dengan AS, di mana kebijakan tersebut disebutnya akan menguntungkan kedua belah pihak.
"Berdasarkan yang saya tahu, China akan mengumumkan kebijakan untuk mengurangi dampak negatif dari perang dagang. Kebijakan tersebut akan menguntungkan beberapa perusahaan baik dari China maupun AS," tulis Hu.
Untuk diketahui, Global Times merupakan sebuah tabloid yang berada di bawah naungan People's Daily. People's Daily sendiri merupakan sebuah koran yang dikontrol oleh Partai Komunis China.
Sebelumnya, berbagai proyeksi dari Hu terkait dengan perang dagang AS-China terbukti berbuah menjadi kenyataan.
Sekedar mengingatkan, tereskalasinya perang dagang AS-China pada awal bulan ini salah satunya dipicu oleh kekesalan Presiden AS Donald Trump yang menyebut bahwa China telah mengingkari janjinya untuk meningkatkan pembelian produk-produk agrikultur asal AS.
Kini, dengan adanya etikat baik dari China untuk meningkatkan pembelian produk-produk agrikultur asal AS, diharapkan negosiasi dagang secara tatap muka pada awal bulan depan akan bisa membuahkan hasil yang menggembirakan.
Perkembangan tersebut lantas melengkapi pemberitaan positif terkait hubungan AS-China di bidang perdagangan. Sebelumnya pada hari Senin (9/9/2019), Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan bahwa AS dan China telah mencapai kesepakatan terkait dengan konsep pengawasan yang akan digunakan untuk kesepakatan dagang kedua negara nantinya, melansir CNBC International.
![]() |
Mnuchin menambahkan bahwa perbincangan di level wakil menteri akan digelar pada bulan ini, diikuti dengan negosiasi tatap muka di level yang lebih tinggi pada awal Oktober. Negosiasi tatap muka di AS pada awal bulan depan diketahui akan melibatkan Mnuchin sendiri, Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, Wakil Perdana Menteri China Liu He, serta Gubernur Bank Sentral China Yi Gang.
Seperti yang diketahui, hubungan AS dan China sempat kembali memanas pasca pada tanggal 1 September AS resmi memberlakukan bea masuk baru sebesar 15% yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 112 miliar. Pakaian, sepatu, hingga kamera menjadi bagian dari daftar produk yang diincar AS pada kesempatan ini.
Di sisi lain, aksi balasan dari China berlaku selepas AS bersikeras menerapkan bea masuk baru terhadap Beijing. China mengenakan bea masuk baru yang berkisar antara 5-10% bagi sebagian produk yang masuk dalam daftar target senilai US$ 75 miliar. Daging babi, daging sapi, dan berbagai produk pertanian lainnya tercatat masuk dalam daftar barang yang menjadi lebih mahal per tanggal 1 September kemarin.
Untuk diketahui, AS masih akan mengenakan bea masuk baru terhadap berbagai produk impor China lainnya pada tanggal 15 Desember. Jika ditotal, nilai barang yang terdampak dari kebijakan AS pada hari ini dan tanggal 15 Desember nanti adalah US$ 300 miliar, dilansir dari CNBC International.
Sementara itu, sisa barang dalam daftar target senilai US$ 75 miliar yang hingga kini belum dikenakan bea masuk baru oleh China, akan mulai terdampak pada tanggal 15 Desember.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Dibatasi Aksi Jual Atas Saham-saham Konsumer
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular