Parlemen Inggris Dibekukan, Poundsterling Tetap Perkasa

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
10 September 2019 20:20
Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson, secara resmi membekukan Parlemen Inggris hingga 14 Oktober nanti.
Foto: Pound Sterling (REUTERS/Leonhard Foeger)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang poundsterling Inggris masih perkasa melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (10/9/19), meski Parlemen Inggris resmi dibekukan selama lima pekan.

Pada pukul 19:53 WIB, poundsterling diperdagangkan di level US$ 1,2362 di pasar spot, menguat 0,15% dibandingkan penutupan perdagangan Senin kemarin. Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson, secara resmi membekukan Parlemen Inggris hingga 14 Oktober nanti. Hal tersebut sesuai dengan rencana yang sudah dibuat PM Johnson sebelumnya.

Namun, sepekan sebelum pembekuan, Parlemen Inggris sudah bermanuver yang mencegah terjadinya no-deal Brexit, atau Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun.

Sebelumnya PM Johnson diduga sengaja membekukan parlemen hingga 14 Oktober dengan maksud memperpendek waktu pembahasan Brexit hingga deadline 31 Oktober. Jika sampai tenggat tersebut terlewati tetapi Inggris tidak memberikan penawaran atau respon apapun ke Uni Eropa, maka no-deal Brexit otomatis terjadi.

Pada pekan lalu parlemen Inggris melakukan voting dan hasilnya menyepakati pembuatan rancangan undang-undang yang mencegah terjadinya no-deal Brexit. Voting lain juga menghasilkan Pemerintah Inggris harus meminta penundaan deadline Brexit selama tiga bulan kepada Uni Eropa.

Selain itu, manuver PM Johnson untuk melakukan Pemilu sela juga kandas di hadapan parlemen. Pemilu tersebut tentunya dimaksudkan untuk merombak susunan parlemen agar diisi mayoritas pendukungnya.

Meski sudah dibekukan, setidaknya dalam sepekan parlemen Inggris sudah mampu memberikan kelegaan di pasar finansial. No-deal Brexit merupakan salah satu kecemasan utama para pelaku pasar, jika hal tersebut terjadi, Inggris diprediksi akan masuk ke jurang resesi.

Bank investasi Goldman Sachs kini memprediksi potensi terjadinya no-deal Brexit sebesar 20%, turun dari sebelumnya 25%, sementara probabilitas terjadinya deal naik menjadi 55% dari sebelumnya 45%, sebagaimana dilansir Reuters.

Selain menurunnya potensi no-deal Brexit, poundsterling juga mendapat sentimen positif dari pertumbuhan ekonomi bulan Juli yang tumbuh 0,3% secara bulanan atau month-on-month (MoM) dari bulan Juni yang stagnan 0%.

Selain itu produksi manufaktur di bulan Juli juga tumbuh 0,3% MoM dari bulan sebelumnya yang terkontraksi 0,2%. Rilis dua data tersebut tentunya menjadi kabar bagus bagi Inggris memasuki kuartal III-2019. Pada kuartal II-2019, ekonomi Inggris berkontraksi 0,2% yang membuat ancaman resesi semakin nyata.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap) Next Article Pertumbuhan Ekonomi Mandek, Poundsterling Malah Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular